Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB), Yuddy Chrisnandi, menutup peluang honorer kategori dua (K2) berusia di atas 35 tahun untuk diangkat menjadi CPNS. Sikap ini menyusul keluarnya amar putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak gugatan tiga honorer soal batasan usia 35 tahun yang termaktub dalam UU Aparatur Sipil Negara (ASN).
"Saya sebenarnya tengah mencari celah untuk memasukkan honorer K2 usia di atas 35 tahun menjadi CPNS. Namun karena ada honorer yang pilih jalur ke MK dan hasilnya seperti itu, saya mau bilang apa lagi. Putusan MK itu mengikat dan harus dilaksanakan," tegas MenPAN-RB Yuddy Chrisnandi, Senin 31 Agustus.
Dia menyebutkan, semestinya honorer mengambil sikap sabar dan tidak gegabah. Meskipun yang mengajukan bukan dari salah satu forum, namun penggugatnya adalah honorer. "Saya ini sangat taat aturan, apa yang diputuskan MK harus saya laksanakan. Di dalam amar putusan MK kan sudah jelas, 35 tahun batas terakhir menjadi CPNS. Otomatis honorer yang usianya di atas 35 tahun tidak bisa diangkat CPNS lagi," tandasnya.
Janji Manis
Janji Manis
Persoalan nasib tenaga honorarium didaerah tidak pernah akan terselesaikan jika pemerintah daerah tidak taat terhadap aturan yang dikeluarkan pusat. Apalagi setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mengubur harapan para tenaga honorer diatas usia 35 tahun untuk diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS), dengan mengeluarkan putusan menolak permohonan uji materi yang diajukan oleh tenaga honorarium pada Selasa 26 Agustus, lalu.
Anggota Komisi II DPR RI, Luthfi A Mutty mengatakan, sudah tepat apa yang diputuskan oleh MK. Berdasarkan PP nomor 48 tahun 2005 yang telah dikeluarkan pemerintah di tahun 2005, lalu tentang kementrian/lembaga, dan pemda yang tidak boleh lagi mengangkat tenaga honorer, maka dipastikan saat ini honorer yang berusia 35 tahun keatas tidak akan ada lagi yang belum terangkat menjadi PNS.
"Tenaga honorer itukan diangkat secara bertahap oleh pemerintah sejak 2006 sampai 2009. Nah, seharusnya pemda dan kementrian/lembaga harus taat dengan aturan PP yang telah dikeluarkan pusat. Maka tidak akan ada lagi yang namanya honorer tercecer. Tetapi karena banyak pemda yang tidak taat maka begini jadinya," papar Politisi Partai Nasional Demokrat (NasDem) saat dihubungi, kemarin.
Di pilkada tahun 2010 lalu, lanjutnya, banyak kepala daerah yang maju lagi (incumbent) dengan melakukan rekrutmen tenaga honorer, yang disebutlah mereka sebagai tenaga honorer tercecer. "Apa yang dilakukan MK sebagai bentuk negara menertibkan diri sendiri. Apa yang sudah dikeluarkan harus ditaati. Adanya pemda yang dibiarkan melanggar terus menerus karena tidak ada sanksi yang mengatur," jelasnya.
Dengan pilkada serentak yang sementara berjalan, Luthfi kembali mengingatkan kepala daerah untuk tidak mengumbar janji manis kepada tenaga honorer dan masyarakat, khususnya tim sukses, bahwa jika terpilih akan diangkat menjadi PNS. Maka tidak akan selesai masalah. "Kalau masih ada honorer yang umur 35 tahun belum terangkat, berarti pemdanya ada yang tidak beres," ucapnya.
Lebih jauh, mantan Bupati Luwu Utara dua periode ini mengatakan, pemerintah pusat telah memberikan peluang untuk mengangkat tenaga honorer, yang disebut pengangkatan honorer tercecer. Itu kemudian dimanfaatkan pemda untuk kembali mengangkat orang-orang yang sebenarnya bukan tenaga honorer sesungguhnya. "Dinas-dinas mengajukan nama yang bukan sebenarnya tenaga honorer, ada keluarga bupati yang tidak pernah jadi honorer, yang ini merugikan mereka yang betul-betul bekerja sebagai tenaga honorer, nama mereka dicoret dari usulan," tegasnya.
Dalam rapat kerja baru-baru ini dengan Kementrian PAN-RB, pemerintah secara tegas mengatakan tidak akan ada lagi pengangkatan tenaga honorer menjadi PNS. "Keuangan negara sangat terbatas. Masa Indonesia harus dijadikan sebagai negara PNS. Habislah uang negara hanya untuk membayar PNS. Padahal sektor infrastruktur juga sangat membutuhkan, seperti pembangunan jembatan, jalan, perbaikan sarana pendidikan, kesehatan," sebutnya.