Pro dan Kontra Kurikulum 2013. Perubahan kurikulum lama (KTSP) menjadi Kurikulum 2013 akan diberlakukan pada tahun ajaran 2013/2014 mendatang. Perubahan kurikulum ini bertujuan untuk meningkatkan minat siswa terhadap materi pembelajaran dan mendorong siswa agar lebih aktif dalam mengikuti pelajaran.
Pada kurikulum baru ini, siswa tidak hanya dipandang sebagai obyek tetapi siswa dijadikan sebagai subyek dan ikut mengembangkan pengetahuan pembelajaran yang ada.
Standar penilaian pada kurikulum 2013 ini tentu tidak sama dengan kurikulum yang digunakan saat ini. Mengingat tujuan perubahan kurikulum ini adalah mendorong siswa terlibat aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran, salah satu komponen penilaian siswa adalah memberikan penilaian lebih jika anak banyak bertanya,
Selain menilai keaktifan siswa bertanya, komponen lainnya yang akan dimasukkan ke dalam standar penilaian siswa dalah penilaian proses dan hasil pengamatan siswa terhadap permasalahan yang diberikan oleh guru. Setelah itu, kemampuan siswa dalam menalar masalah juga menjadi bagian dari komponen penilain sehingga siswa terus diajak untuk dapat berpikir logis. Aspek penilaian terakhir adalah kemampuan siswa berkomunikasi dengan melakukan presentasi tentang materi pelajaran yang dibahas.
Namun, permasalahan yang muncul adalah kurikulum 2013 yang akan menggantikan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ini masih pro dan kontra. Menurut para pakar pendidikan, kurikulum 2013 (buku gratis) ini hanya cocok untuk anak – anak yang berasal dari golongan menengah ke atas. Padahal, tujuan dari penerapan kurikulum 2013 ini adalah agar metode pembelajaran yang digunakan di sekolah internasional bisa dirasakan semua sekolah di Indonesia.
Tetapi, kurikulum baru ini nanti akan sulit jika dikembangkan di sekolah di seluruh wilayah Indonesia. Untuk sekolah yang kebanyakan siswanya berasal dari kalangan menengah ke atas, kurikulum 2013 ini masih bisa berjalan. Namun, tidak sebaliknya. Metode pengajaran pada kurikulum 2013 yang mengandalkan metode observasi ini sejatinya telah diterapkan di sekolah internasional. Tidak hanya sekolah internasional saja, tetapi juga sekolah – sekolah yang dikelola yayasan atau perorangan dan hasil pembelajarannya ternyata lebih baik.
Tapi pada kenyataannya, saat ini kenyataan di Indonesia, kesejahteraan gurunya masih belum terjamin dan kualitasnya juga beragam. Di kota, seperti Jakarta, pendidikan seperti ini mungkin masih bisa dilakukan, namun bagaimana untuk sekolah – sekolah yang ada di daerah pelosok? Siswa berangkat sekolah saja sulit, jumlah guru kurang memadai, dan fasilitasnya juga tidak lengkap.