Wakil Kepala Kepolisian RI, Komisaris Jenderal Nanan Soekarna, menampik jika polisi ingin diliput agar terlihat 'wah'. Kendati begitu, Nanan juga mengakui kepintaran media massa yang memiliki jaringan kontributor dan kenalan di internal kepolisian. "Meski ditutupi, informasi soal teroris pun akhirnya terendus," kata Nanan saat ditemui di sela-sela Seminar Ekonomi dan Hukum Pra-Konferensi Wilayah NU di Empire Palace Surabaya, Sabtu, 11 Mei 2013.
Karena itu, Nanan berharap agar polisi dan media bersinergi mendukung penegakan hukum. Yang tak kalah penting adalah media bisa mengedukasi masyarakat bagaimana upaya pencegahan, deradikalisasi, dan penyadaran.
Jangan sampai teroris justru menggunakan media untuk meneror dan menyebarkan teror. Menurut Nanan, media bisa menjadi sarana bagi teroris untuk menakut-nakuti masyarakat. Dengan tampil di media dan membuat dunia tahu, maka teroris menganggap dirinya berhasil menyebarkan teror.
Nanan juga meminta masyarakat untuk membantu polisi dengan meningkatkan kewaspadaan jika di tengah-tengah mereka terdapat penghuni baru ataupun kelompok yang mencurigakan.
Selain itu, Nanan mengaku ada hal kontradiktif antara polisi dan terduga teroris. Keinginan polisi untuk menangkap pelaku dalam keadaan hidup berlawanan dengan tujuan teroris mati syahid. Ia mencontohkan, saat penggerebekan di Bandung, polisi berusaha membujuk pelaku untuk menyerahkan diri. Bahkan, Nanan sendiri turun tangan membujuk pelaku dengan bahasa Sunda. Tapi ternyata tidak berhasil. Bagi para teroris, menyerahkan diri sama dengan berkhianat. Sedangkan jihad nilainya lebih tinggi. Karena itu, semua kalangan masyarakat perlu meluruskan kembali makna jihad.