Wali Kota Osaka Toru Hashimoto kembali menjelaskan komentarnya kontroversialnya mengenai budak seks era perang atau "perempuan penghibur." Hashimoto meminta maaf namun tetap berusaha membenarkan pernyataannya.
"Saya meminta maaf bila ada pihak-pihak yang tersinggung karena kesalahpahaman ini. Saya cukup menyesal dengan komentar saya mengenai jasa layanan seks yang diakui secara hukum di Jepang," ucap Hashimoto, seperti dikutip Asahi Shimbun, Jumat (17/5/2013).
Hashimoto tetap membenarkan komentarnya yang menyebutkan bahwa pada era perang, perempuan-perempuan penghibur itu memang diperlukan oleh militer. Namun sistem perbudakan seks tetap "tidak bisa dimaafkan."
"Di era Perang Dunia II, kepekaan terhadap HAM sangat berbeda dan tidak seperti saat ini. Orang-orang berpikir, saya mengatakan bahwa 'perempuan penghibur itu sangat dibutuhkan' (pada saat itu), saya tidak pernah mengatakan bahwa mereka sangat diperlukan untuk saat ini," ujarnya sambil membela diri.
Politisi oposisi Jepang itu menjelaskan kembali ucapannya yang berupa saran ke Marinir Amerika Serikat (AS) agar menyewa jasa pelacur. Menurutnya, pasukan AS bisa memanfaatkan industri penjaja seks yang legal di Jepang untuk mengurangi kejahatan seksual di ranah militer.
Hashimoto turut mendesak AS mengendalikan personil militernya agar kejahatan seksual itu tidak lagi muncul. Hashimoto menambahkan, seluruh negara di dunia ini tentunya memiliki sistem serupa seperti Jepang mengenai layanan jasa perempuan penghibur di era perang.
Komentar politisi Partai Restorasi Jepang itu menuai kecaman dari banyak pihak termasuk AS dan juga politisi-politisi Jepang lainnya. Sekretaris Jenderal Partai Restorasi Jepang Ichiro Matsui akhirnya mengutarakan permintaan maaf pada 15 Mei lalu atas komentar kadernya. Namun Hashimoto tetap tidak bersedia meminta maaf.
"Saya tidak salah dalam mengutarakan hal ini. Yang salah adalah media, yang mendeskripsikan pernyataan saya. Mereka bertanggung jawab atas kontroversi ini," tegas Hashimoto.