Komite Etik memberikan sanksi teguran tertulis kepada Ketua KPK Abraham Samad dan pimpinan KPK, Adnan Pandu Praja. Sanksi keras ditujukan kepada Wiwin Suwandi, Sekretaris KPK yang membocorkan sprindik.
Hanya saja putusan itu tidak diterima baik Abraham. Tokoh asal Sulsel ini bahkan mengaku kecewa berat. Ia menilai, putusan tersebut harusnya dipisahkan hubungan dia sebagai ketua KPK dan Wiwin Suwandi selaku sekretaris dan pribadi.
"Kalau bicara profesional harusnya dipisahkan saya dan dia (Wiwin, red) sebagai pribadi yang sudah dewasa. Terus terang saya kecewa. Putusan komite etik ini seolah dipaksakan," kata Abraham Samad di Jakarta, Rabu 3 April.
Aktivis antikorupsi ini menguraikan, untuk memberantas hukum di negeri ini bukan dengan cara-cara biasa. Tetapi harus dilakukan dengan cara luar biasa. "Sejak saya pertama bergabung di KPK saya orangnya progresif dan aktif. Kalaupun ada, karena etika atau kesalahan administrasi itu bukan substansi," beber Abraham kepada FAJAR kemarin.
Ketua KPK yang sudah membongkar sejumlah kasus besar ini juga menambahkan, dibutuhkan tekad lebih untuk membongkar kasus korupsi. Dia menceritakan, luar biasa intrik dan pergulatan di lembaga superbodi tersebut. "Saya tetap harus semangat menghadapinya," ungkapnya.
Sementara itu, Anggota Komisi III DPR-RI Sarifuddin Sudding yang dihubungi terpisah juga menilai, putusan komite etik tidak singkron dan cenderung mengada-ada. Dalam putusan disebutkan secara jelas, Abraham Samad tidak terbukti melakukan pembocoran.
"Konsideran komite etik menyebut Abraham "tidak terbukti". Lucunya disebut tidak terbukti, tetapi ada sanksi. Itu kan aneh! Komite etik ini ngawur," kata mantan pengacara ini.
Dia pun menguraikan pimpinan KPK dalam hal ini Abraham Samad diminta oleh komite etik berperilaku dan melakukan komunikasi dengan unsur pimpinan KPK. "Sekali lagi putusan itu juga tidak relevan dengan persoalan sprindik bocor. Apa kaitan antara perilaku, komunikasi seorang diri Abraham dan bocornya sprindik? Ini juga logika yang tidak nyambung," tambahnya.
Atas putusan tersebut, Syarifuddin meminta komite etik dibubarkan saja. Sejak awal kehadirannya dinilai oleh politisi asal Partai Hanura ini tidak membawa semangat pemberatasan korupsi. "Kinerja mereka kami ragukan!. Ada usaha untuk selalu membelokkan usaha pemberatasan korupsi dari subtansinya," tuturnya.
Komite Etik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memang telah merampungkan investigasi terhadap kasus bocornya dokumen sprindik Anas Urbaningrum kemarin. Ketua Komite Etik, Anies Baswedan mengungkapkan meski ada unsur kesengajaan, namun tidak ada pelanggaran pidana.
"Soal pelanggarannya, kita tak menemukan unsur pidana," tegas Anies Baswedan di Kantor KPK, Jl HR Rasuna Said, Jakarta, Rabu, 3 April.
Sebelum pengumuman resmi ini, komite etik juga sudah menemui seluruh pimpinan. Namun pertemuan itu bukan untuk memberitahu hasil investigasi mereka.
"Bahwa telah terbukti terjadi pembocoran dokumen KPK berupa konsep Surat Perintah Penyidikan atas nama Anas Urbaningrum dengan pelaku pembocoran Wiwin Suwandi yang wewenang untuk memeriksa dan menjatuhkan sanksinya berada di tangan Majelis Dewan Pertimbangan Pegawai KPK," kata Anies.
Komite Etik memutuskan telah terbukti terjadi pembocoran dokumen KPK berupa konsep Surat Perintah Penyidikan atas nama Anas Urbaningrum dengan pelaku pembocoran Wiwin Suwandi yang wewenang untuk memeriksa dan menjatuhkan sanksinya berada di tangan Majelis Dewan Pertimbangan Pegawai KPK.
Meski begitu Abraham Samad disebut tidak terbukti secara langsung membocorkan dokumen Sprindik, tetapi perbuatan dan sikapnya dianggap tidak sesuai dengan Kode Etik Pimpinan KPK. Pimpinan KPK lainnya, Adnan Pandu Praja juga tidak terbukti telah ikut melakukan pembocoran dokumen.
Komite Etik juga menemukan berbagai masalah yang perlu mendapat perhatian dan demi perbaikan internal KPK, Komite Etik perlu menyampaikan beberapa Rekomendasi yang harus ditindaklanjuti oleh Pimpinan KPK. Di antaranya merekomendasikan agar nilai-nilai dasar pribadi pimpinan yang tercermin dan diwujudkan dalam bentuk sikap, pandangan, ucapan, tindakan dan perilaku Pimpinan KPK yang sekarang sedang disempurnakan KPK harus segera dilaksanakan dalam waktu selambatnya 3 (tiga) bulan sejak rekomendasi ini ditetapkan.
Komite Etik merekomendasikan agar segera diimplementasikan hal-hal yang ditujukan untuk menjamin zero tolerance perwujudan nilai dasar, kode etik dan perilaku, yaitu pelaksanaan sistem manajemen keamanan informasi, penguatan pengawas internal, serta mengadopsi prinsip pemberian sanksi yang lebih berat atas pengulangan pelanggaran kode etik dan kode perilaku.
Protes Tersangka
Raut wajah Abraham Samad tegang saat mendengarkan hasil investigasi Komite Etik. Tidak seperti tiga pimpinan KPK lainnya, ekspresi tegang lebih banyak terlihat pada raut wajah Ketua KPK ini saat Komite Etik membacakan hasil investigasinya. Selain Abraham Samad, ada tiga pimpinan lainnya yang dijadikan 'terdakwa' dalam sidang terbuka komite etik. Mereka adalah Busyro Muqoddas, Adnan Pandu Praja dan Zulkarnain.
Dua pimpinan yang menjadi sorotan dalam kasus bocornya sprindik Anas Urbaningrum adalah Samad dan Adnan. Namun reaksi mereka berdua sangat bertolak belakang.
Selama pembacaan putusan, Adnan terlihat lebih santai. Salah satu kakinya sesekali diangkat. Sesekali juga ia tampak tersenyum sambil menutup mulut dengan tangannya. Nah beda dengan Samad. Dia memperhatikan setiap pertimbangan yang dibacakan dengan seksama. Ketegangan jelas sekali terpancar dari wajahnya.
Bahkan Samad sempat geleng-geleng kepala saat salah satu anggota komite etik, Abdullah Hehamahua keselip lidah. Kalimat yang seharusnya dibacakan Abdullah adalah terperiksa, namun yang tersebut justru tersangka. Namun ketegangan akhirnya mencair setelah Ketua Komite Etik, Anies Baswedan menutup sidang. Anies memberi apresiasi atas kehadiran seluruh pimpinan dalam sidang terbuka in
Hanya saja putusan itu tidak diterima baik Abraham. Tokoh asal Sulsel ini bahkan mengaku kecewa berat. Ia menilai, putusan tersebut harusnya dipisahkan hubungan dia sebagai ketua KPK dan Wiwin Suwandi selaku sekretaris dan pribadi.
"Kalau bicara profesional harusnya dipisahkan saya dan dia (Wiwin, red) sebagai pribadi yang sudah dewasa. Terus terang saya kecewa. Putusan komite etik ini seolah dipaksakan," kata Abraham Samad di Jakarta, Rabu 3 April.
Aktivis antikorupsi ini menguraikan, untuk memberantas hukum di negeri ini bukan dengan cara-cara biasa. Tetapi harus dilakukan dengan cara luar biasa. "Sejak saya pertama bergabung di KPK saya orangnya progresif dan aktif. Kalaupun ada, karena etika atau kesalahan administrasi itu bukan substansi," beber Abraham kepada FAJAR kemarin.
Ketua KPK yang sudah membongkar sejumlah kasus besar ini juga menambahkan, dibutuhkan tekad lebih untuk membongkar kasus korupsi. Dia menceritakan, luar biasa intrik dan pergulatan di lembaga superbodi tersebut. "Saya tetap harus semangat menghadapinya," ungkapnya.
Sementara itu, Anggota Komisi III DPR-RI Sarifuddin Sudding yang dihubungi terpisah juga menilai, putusan komite etik tidak singkron dan cenderung mengada-ada. Dalam putusan disebutkan secara jelas, Abraham Samad tidak terbukti melakukan pembocoran.
"Konsideran komite etik menyebut Abraham "tidak terbukti". Lucunya disebut tidak terbukti, tetapi ada sanksi. Itu kan aneh! Komite etik ini ngawur," kata mantan pengacara ini.
Dia pun menguraikan pimpinan KPK dalam hal ini Abraham Samad diminta oleh komite etik berperilaku dan melakukan komunikasi dengan unsur pimpinan KPK. "Sekali lagi putusan itu juga tidak relevan dengan persoalan sprindik bocor. Apa kaitan antara perilaku, komunikasi seorang diri Abraham dan bocornya sprindik? Ini juga logika yang tidak nyambung," tambahnya.
Atas putusan tersebut, Syarifuddin meminta komite etik dibubarkan saja. Sejak awal kehadirannya dinilai oleh politisi asal Partai Hanura ini tidak membawa semangat pemberatasan korupsi. "Kinerja mereka kami ragukan!. Ada usaha untuk selalu membelokkan usaha pemberatasan korupsi dari subtansinya," tuturnya.
Komite Etik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memang telah merampungkan investigasi terhadap kasus bocornya dokumen sprindik Anas Urbaningrum kemarin. Ketua Komite Etik, Anies Baswedan mengungkapkan meski ada unsur kesengajaan, namun tidak ada pelanggaran pidana.
"Soal pelanggarannya, kita tak menemukan unsur pidana," tegas Anies Baswedan di Kantor KPK, Jl HR Rasuna Said, Jakarta, Rabu, 3 April.
Sebelum pengumuman resmi ini, komite etik juga sudah menemui seluruh pimpinan. Namun pertemuan itu bukan untuk memberitahu hasil investigasi mereka.
"Bahwa telah terbukti terjadi pembocoran dokumen KPK berupa konsep Surat Perintah Penyidikan atas nama Anas Urbaningrum dengan pelaku pembocoran Wiwin Suwandi yang wewenang untuk memeriksa dan menjatuhkan sanksinya berada di tangan Majelis Dewan Pertimbangan Pegawai KPK," kata Anies.
Komite Etik memutuskan telah terbukti terjadi pembocoran dokumen KPK berupa konsep Surat Perintah Penyidikan atas nama Anas Urbaningrum dengan pelaku pembocoran Wiwin Suwandi yang wewenang untuk memeriksa dan menjatuhkan sanksinya berada di tangan Majelis Dewan Pertimbangan Pegawai KPK.
Meski begitu Abraham Samad disebut tidak terbukti secara langsung membocorkan dokumen Sprindik, tetapi perbuatan dan sikapnya dianggap tidak sesuai dengan Kode Etik Pimpinan KPK. Pimpinan KPK lainnya, Adnan Pandu Praja juga tidak terbukti telah ikut melakukan pembocoran dokumen.
Komite Etik juga menemukan berbagai masalah yang perlu mendapat perhatian dan demi perbaikan internal KPK, Komite Etik perlu menyampaikan beberapa Rekomendasi yang harus ditindaklanjuti oleh Pimpinan KPK. Di antaranya merekomendasikan agar nilai-nilai dasar pribadi pimpinan yang tercermin dan diwujudkan dalam bentuk sikap, pandangan, ucapan, tindakan dan perilaku Pimpinan KPK yang sekarang sedang disempurnakan KPK harus segera dilaksanakan dalam waktu selambatnya 3 (tiga) bulan sejak rekomendasi ini ditetapkan.
Komite Etik merekomendasikan agar segera diimplementasikan hal-hal yang ditujukan untuk menjamin zero tolerance perwujudan nilai dasar, kode etik dan perilaku, yaitu pelaksanaan sistem manajemen keamanan informasi, penguatan pengawas internal, serta mengadopsi prinsip pemberian sanksi yang lebih berat atas pengulangan pelanggaran kode etik dan kode perilaku.
Protes Tersangka
Raut wajah Abraham Samad tegang saat mendengarkan hasil investigasi Komite Etik. Tidak seperti tiga pimpinan KPK lainnya, ekspresi tegang lebih banyak terlihat pada raut wajah Ketua KPK ini saat Komite Etik membacakan hasil investigasinya. Selain Abraham Samad, ada tiga pimpinan lainnya yang dijadikan 'terdakwa' dalam sidang terbuka komite etik. Mereka adalah Busyro Muqoddas, Adnan Pandu Praja dan Zulkarnain.
Dua pimpinan yang menjadi sorotan dalam kasus bocornya sprindik Anas Urbaningrum adalah Samad dan Adnan. Namun reaksi mereka berdua sangat bertolak belakang.
Selama pembacaan putusan, Adnan terlihat lebih santai. Salah satu kakinya sesekali diangkat. Sesekali juga ia tampak tersenyum sambil menutup mulut dengan tangannya. Nah beda dengan Samad. Dia memperhatikan setiap pertimbangan yang dibacakan dengan seksama. Ketegangan jelas sekali terpancar dari wajahnya.
Bahkan Samad sempat geleng-geleng kepala saat salah satu anggota komite etik, Abdullah Hehamahua keselip lidah. Kalimat yang seharusnya dibacakan Abdullah adalah terperiksa, namun yang tersebut justru tersangka. Namun ketegangan akhirnya mencair setelah Ketua Komite Etik, Anies Baswedan menutup sidang. Anies memberi apresiasi atas kehadiran seluruh pimpinan dalam sidang terbuka in