(bulletinoftheoppressionofwomen.com)
Tak cukup sampai di situ. Ia juga dihukum 100 cambukan, atas tuduhan melakukan hubungan seksual di luar nikah. Jaksa berdalih, hukuman atas gadis malang itu tak ada kaitannya dengan kasus pemerkosaan. Namun, tak ada penjelasan lebih lanjut, apa yang membuatnya patut dicambuk.
Sementara, Zaima Nasheed, juru bicara pengadilan anak mengatakan, selain cambuk, gadis itu juga wajib menjalani tahanan rumah selama delapan bulan. Ia mengatakan, hukuman itu dijatuhkan karena gadis tersebut melakukan perbuatan melawan hukum.
Sedangkan eksekusi hukuman cambuk baru akan dilakukan saat ia berusia 18 tahun, kecuali ada permintaan dari pihak terhukum untuk mempercepat pelaksanaannya.
Kasus ini bermula saat polisi menyelidiki kasus penemuan jasad bayi yang terkubur di Pulau Feydhoo, Shaviyani Atoll, di utara Maladewa.
Setelah ditelusuri, bayi tersebut adalah hasil dari hubungan atas dasar paksaan ayah tiri pada korban. Pria biadab itu kini masih menjalani sidang, sementara, ibu gadis itu juga diperkarakan karena tak melaporkan tindakan kekerasan itu ke pihak berwenang.
Kejam dan Merendahkan
Hukuman tersebut menuai protes. Organisasi hak asasi manusia, Amnesty International berpendapat, hukuman cambuk tersebut kejam, tak manusiawi, dan merendahkan martabat korban.
"Kami sangat terkejut bahwa pemerintah tidak melakukan apa-apa untuk menghentikan hukuman ini. Untuk menghapus nya dari UU," kata Ahmed Faiz, peneliti Amnesty International," seperti dimuat BBC(26/2/2013).
Ini bukan kasus tunggal. Sering terjadi. "Bulan lalu ada gadis lain yang mengalami pelecehan seksual, tapi justru dijatuhi hukuman cambuk," tambah dia.
Sementara pihak pemerintah mengatakan ketidaksetujuannya dengan hukuman itu, dan berjanji akan mengubah aturan yang ada.
Sistem hukum di Maladewa, sebuah negara kepulauan dengan populasi sekitar 400.000, memiliki unsur-unsur hukum Islam (syariah) serta hukum Inggris