Platyhelminthes adalah hewan triploblastik, artinya, sudah mempunyai tiga lapisan tubuh, yaituektoderm, mesoderm, dan endoderm. Namun, Platyhelminthes belum mempunyai rongga tubuh (selom). Dengan demikian, cacing pipih termasuk hewan triploblastik aselomata. Sesuai dengan namanya, bentuk cacing ini pipih seperti daun atau seperti pita. Struktur tubuh Cacing pipih memanjang pipih dorsoventral. Bagian tubuh Platyhelminthes dapat dibagi menjadi bagian anterior (depan/kepala), posterior (belakang/ekor), dorsal (punggung), ventral (perut), dan lateral (samping).
Sistem pencernaan cacing platyhelminthes belum sempurna karena hanya mempunyai mulut tanpa anus, ususnya hanya berupa rongga gastrovaskuler yang terletak di tengah tubuh. Cacing platyhelminthes tidak memiliki sistem peredaran darah. Cacing pipih pernapasannya dilakukan dengan seluruh permukaan tubuh, dan melalui rongga gastrovaskuler. Tubuhnya simetri bilateral. Beberapa contoh Platyhelminthes dapat dilihat pada Gambar 8.14.
Reproduksi Platyhelminthes dapat terjadi secara aseksual maupun seksual. Secara aseksual atau vegetatif, yaitu dengan cara pembentukan individu anak dari bagian tubuh individu induknya (Gambar 8.15).
Reproduksi platyhelminthes secara seksual terjadi dengan perkawinan silang. Pada umumnya, cacing ini bersifat hermafrodit, yang berarti dalam satu individu terdapat alat kelamin jantan dan betina. Akan tetapi, seperti telah disebutkan, perkawinan hanya terjadi antara dua individu yang berlainan. Playtyhelminthes dibagi menjadi tiga kelas, yaitu Turbellaria contohnya planaria, Trematoda contohnya Fasciola hepatica (perhatikan Gambar 8.16), dan Cestoda contohnya Taenia solium (Gambar 8.17).
Berikut ini kita bahas daur hidup salah satu platyhelminthes yaitu Taenia solium. Reproduksi dan daur hidup Taenia solium dimulai dari lepasnya proglotid tua bersama feses dari tubuh manusia. Tiap ruas berisi ribuan telur yang telah dibuahi. Kemudian, ruas-ruas tersebut hancur dan telur yang telah dibuahi bisa tersebar ke mana-mana. Zigot terus berkembang membentuk larva onkosfer di dalam kulit telur. Jika telur termakan babi, kulit telur dicerna dalam usus, dan larva onkosfer menembus usus masuk ke pembuluh darah atau pembuluh limfe dan akhirnya masuk ke otot lurik. Di otot, larva onkosfer berubah menjadi kista yang terus membesar membentuk cacing gelembung (sistiserkus). Pada dinding sistiserkus berkembang skoleks. Jika seseorang memakan daging tersebut yang belum matang, kemungkinan sistiserkus masih hidup. Di dalam usus manusia yang memakannya, skoleks akan keluar dan akan menempel pada dinding usus, sedangkan bagian gelembungnya akan dicerna. Dari “leher”, kemudian akan tumbuh proglotid-proglotid. Selanjutnya, proglotid tua akan menghasilkan telur yang telah dibuahi. Untuk memperjelas daur hidup cacing ini, pelajari Gambar 8.17!
Platyhelminthes dibedakan menjadi 3 kelas yaitu Turbellaria (cacing bersilia), Trematoda (cacing pipih), dan Cestroda (cacing isap).
a. Kelas Turbellaria
Hewan dari kelas Turbellaria memiliki bentuk tubuh pipih dan memiliki silia (bulu getar). Biasanya hidup di air tawar yang jernih, air laut, atau tempat lembab dan jarang yang bersifat parasit. Beberapa jenis memiliki dua mata dan tanpa alat hisap. Hewan ini mempunyai kemampuan regenerasi yang besar, yaitu dari setiap potongan tubuhnya dapat tumbuh menjadi individu baru. Contoh Turbellaria antara lain Planaria yang berukuran 0,5 – 1,0 cm dan Bipalium yang mempunyai panjang tubuh sampai 60 cm dan hanya keluar di malam hari. Planaria mempunyai kepala berbentuk segitiga. Pada kepala terdapat dua bintik mata yang dapat membedakan intensitas cahaya. Permukaan tubuh Planaria bersilia dan di tengah-tengah bagian tubuh terdapat mulut yang dilekngkapi dengan proboscis (tenggorok yang dapat ditonjolkan keluar). Planaria mempunyai sistem pencernaan yang terdiri dari mulut, faring, dan usus yang bercabang 3 yakni satu cabang ke arah anterior dan 2 cabang ke bagian samping tubuh. Percabangan ini berfungsi untuk peredaran bahan makanan dan memperluas bidang penguapan. Planaria tidak memiliki anus pada saluran pencernaan makanan sehingga sisa makanan yang tidak tercerna dikeluarkan melalui mulut. Planaria sering dimanfaatkan sebagai pakan ikan.
b. Kelas Trematoda
Semua anggota Trematoda hidup sebagai parasit pada Vertebrata baik berupa ektoparasit (pada ikan) maupun sebagai endoparasit. Hewan Trematoda memiliki tubuh yang diliputi kutikula dan tak bersilia. Pada ujung anterior terdapat mulut dengan alat pengisap (sucker) yang dilengkapi kait sehingga disebut cacing isap. Trematoda bersifat hemafrodit. Contoh hewan Trematoda adalah Fasciola hepatica (cacing hati, parasit pada hati domba), Fasciola gigantica (parasit pada hati sapi), Chlonorchis sinensis (cacing hati, parasit pada manusia), Schistosoma mansoni (cacing darah), dan Paragonimus westermani (parasit pada paru-paru manusia, kucing, anjing, dan babi). Daur hidup cacing hati (Fasciola hepatica) adalah sebagai berikut. Cacing dewasa bertelur di dalam saluran atau kantong empedu sapi atau domba. Telur masuk ke saluran pencernaan dan keluar dari tubuh bersama feses. Bila mencapai tempat basah, telur kemudian menetas menjadi larva bersilia yang disebut mirasidium. Mirasidium kemudian masuk ke dalam tubuh siput air tawar (Lymnea auricularisrubigranosa).
1) Di dalam tubuh siput ini, mirasidium tumbuh menjadi sporokis dan berada di dalam tubuh siput selama lebih kurang 2 minggu.
2) Sporokis berkembang menjadi larva yang disebut redia.
3) Redia akan menuju jaringan tubuh siput dan berkembang menjadi larva berekor yang disebut serkaria. Serkaria dapat menembus jaringan tubuh siput dan keluar berenang dalam air.
4) Larva kemudian menempel pada rumput dan melepaskan ekornya dan menjadi metaserkaria. Metaserkaria membungkus diri membentuk kista yang dapat bertahan dalam waktu yang lama dengan tetap menempel pada rumput atau tumbuhan air.
5) Apabila rumput tersebut termakan oleh sapi atau domba, kista pecah dan metaserkaria dapat menembus dinding usus menuju ke dalam hati, saluran empedu, dan menjadi setelah beberapa bulan. Cacing dewasa bertelur kembali dan siklus ini terulang lagi.
c. Kelas Cestoda (Cacing Pita)
Cacing pita memiliki tubuh yang pipih dan dilindungi lapisan kutikula, panjangnya mencapai 2 – 3 m yang terdiri dari bagian kepala (skoleks) dan tubuh (strobila). Kepala dilengkapi alat pengisap berjumlah dua atau lebih. Setiap segmen yang menyusun strobila mengandung alat perkembangbiakan. Makin ke posterior segmen makin melebar. Setiap segmen (proglotid) merupakan satu individu dan bersifat hermafrodit. Cacing ini biasanya hidup sebagai parasit dalam usus Vertebrata, oleh karena itu tidak mempunyai alat pencernaan. Sistem eksresi terdiri dari saluran pengeluaran yang berakhir dengan sel api. Sistem saraf sama seperti Planaria dan cacing hati, tetapi kurang berkembang. Contoh Cestoda yaitu Taenia saginata (parasit dalam usus manusia), Taenia solium (parasit dalam usus manusia), Choanotaenia infudibulum (parasit dalam usus ayam), Echinococcus granulosus (parasit dalam usus anjing), dan Diphyllobothrium latum (menyerang manusia melalui inang protozoa). Daur hidup Taenia saginata dimulai dari dalam usus manusia yang terdapat proglotid masak yaitu segmen cacing yang mengandung sel telur yang telah dibuahi (embrio). Telur ini kemudian keluar bersama feses. Bila telur termakan sapi dan sampai pada usus akan tumbuh dan berkembang menjadi larva onkoster. Larva kemudian menembus usus dan masuk ke dalam pembuluh darah atau pembuluh limpa, menuju ke otot lurik dan membentuk kista yang disebut sistiserkus bovis (larva cacing). Kista akan membesar dan membentuk gelembung yang disebut sistiserkus. Manusia akan tertular cacing ini apabila memakan daging sapi mentah atau setengah matang. Dinding sistiserkus akan dicerna di lambung sehingga larva dibebaskan. Larva menempel pada usus manusia dengan menggunakan skoleks. Larva kemudian tumbuh membentuk proglotid yang dapat menghasilkan telur. Taenia solium mirip dengan Taenia saginata, bedanya adalah skoleks pada Taenia saginata mempunyai alat pengisap tanpa kait dan inang perantaranya adalah sapi, sedangkan Taenia solium memiliki skoleks dilengkapi dengan kait dan inang perantaranya adalah babi.