Skip to main content

Perdebatan Norma Hukum dan Pembajakan Demokrasi di Pilgub Gorontalo


Akhir-akhir ini, persoalan tafsiran hukum menjadi polemik di Gorontalo. Perdebatan panjang mengenai status terpidana bisa ikut dalam tahapan pencalonan pemilukada, menjadi perhatian serius bagi masyarakat. Ketika masyarakat menginginkan calon kepala daerah berkualitas, tak pernah tersandung kasus hukum. Mengemuka wacana untuk merevisi peraturan KPU mengenai syarat pencalonan yang membolehkan “terpidana” hukuman percobaan dapat ikut dalam pemilukada 2017 mendatang.

Hasil rapat dengar pendapat (RDP) yang dilakukan antara DPR, KPU dan Bawaslu memberikan tafsiran berbeda dari kesepakatan yang telah dibahas. Keputusan yang disepakati bersama tersebut sangat berbenturan satu sama lain. Seperti misalnya; rumusan norma yang terkandung dalam Pasal 7 dan pasal 9 UU No 10 tahun 2016 tentang pemilukada.

Dalam pasal 7 UU No 10 tahun 2016  menyebutkan bahwa, syarat pencalonan ialah bukan “terpidana”. Jadi, jika kita memahami secara utuh dan benar tentang tafsiran norma dalam pasal tersebut ialah, syarat dapat mencalonkan menjadi kepala daerah yakni tidak sedang bermasalah dengan hukum, atau tidak berstatus sebagai “terpidana”. Norma tersebut sangat bernuansa hukum dan semangat menciptakan kualitas berdemokrasi.

Dalam RDP, KPU “dipaksa” untuk menindaklanjuti tafsiran dan instruksi DPR mengenai terpidana hukuman percobaan. Hal yang membingungkan lagi ialah, komisi II seakan menjungkirbalikkan logika berpikir secara hukum; dan lebih parah lagi ada kekeliruan di komisi II yang seakan memiliki otoritas penuh dalam menafsirkan norma hukum yang menyatakan hukuman percobaan belum memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht).

Sebetulnya, tafsiran norma hukum oleh komisi II benar-benar syarat akan kepentingan politik. Keputusan tersebut bisa saja modus menyelamatkan kader partai yang terlibat kasus hukum.  Suka atau tidak suka, KPU harus menindaklanjuti keputusan RDP tersebut; KPU tidak lagi mandiri dan pastinya dikendalikan oleh DPR sesuai dengan pasal 9 UU No 10 tahun 2016.

Tafsiran norma pada pasal 9 UU No 10 tahun 2016 menyatakan bahwa, setiap hasil keputusan rapat bersama antara DPR, KPU dan Bawaslu bersifat mengikat. Sehingga ada peluang untuk memasukan kepentingan secara politik dan jauh dari tafsiran norma hukum yang subtantif. Maka, di situlah letak kepentingan DPR untuk memasukan syarat bagi terpidana “percobaan” bisa ikut dalam pemilukada.

Di antara kedua norma yang terkandung dalam pasal tersebut sangat berbeda; pasal 7 UU No 10 tahun 2016 lebih menekankan pada upaya perbaikan demokrasi dan kualitas pemilukada; sedangkan pasal 9 UU No 10 tahun 2016 lebih mengutamakan kepentingan politik dan jauh dari substansi berdemokrasi.

Jika kita serius memahami tafsiran norma hukum, kata “terpidana” merujuk pada subjek hukum yang telah dinyatakan bersalah melakukan kejahatan berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Persoalan terpidana tidak lagi mempermasalahkan apakah orang tersebut dipenjara, dihukum kurungan, atau hukuman percobaan, sebab terpidana orientasinya terletak pada dinyatakan bersalah karena telah melakukan kejahatan.

Rumusan norma dalam UU No 10 tahun 2016 tentang Pemilukada dan peraturan KPU No 5 tahun 2016 sudah sangat jelas merujuk pada larangan pencalonan dengan subjek “terpidana”. Dengan demikian, untuk mencalonkan diri sebagai kepala daerah tidak berstatus sebagai “terpidana” atau tidak sedang dihukum bersalah karena melakukan kejahatan.

Apabila hal ini ditindaklanjuti dan memberikan kesempatan kepada terpidana untuk bisa mendaftar dalam pencalonan, maka, sama saja merusak roh dari pada demokrasi itu sendiri, dan bahkan merusak tatanan norma hukum. Terkesan buruk apabila RDP yang dilakukan secara bersama diperalat dan disalahgunakan karena berdasar atas sifat yang mengikat tersebut.

Mengacu pada UU No 12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan menyebutkan defenisi terpidana adalah: “seseorang yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap”. Jelas dikatakan bahwa, seseorang yang dijatuhi hukuman masa percobaan bukanlah “orang bebas” dari persoalan hukum. Ia masih terikat atas tindakan pidana yang dilakukannya.

Seharusnya politik itu tidak melampaui kewenangan hukum, hukum harus menjadi tonggak tertinggi dalam berdemokrasi, hukum jangan dipolitisir oleh kepentingan. Namun, pada kenyataannya hukum selalu diabaikan oleh politik.

Mendengarkan hal tersebut, terpidana Rusli Habibie (incaumbent) bisa saja melejit cepat untuk mendaftarkan diri sebagai calon kepala daerah, namun yang menjadi persoalan bukan Rusli Habibie nya, tetapi status “terpidana” yang melekat erat dipundak Rusli Habibie.

Harus tegas dikatakan bahwa, ini sama saja membajak demokrasi di aras lokal, kualitas demokrasi terabaikan, kemandirian KPU dalam menjaga kualitas pemilu tersandera dengan kepentingan politik. Regulasi dijadikan mainan untuk kepentingan politik, atas dasar itu kualitas pemimpin yang berintegritas belum bisa terpenuhi.

Bukan maksud membungkam dan meracuni pemikiran pendukung Rusli Habibie, tapi bagaimana mungkin daerah yang kita cintai ini dipimpin oleh terpidana? Harga diri daerah kita dibajak oleh terpidana, daerah gorontalo terkesan krisis akan integritas kepemimpinan. Jika memang serius membangun daerah, Rusli Habibie harusnya sadar bahwa dirinya masih seorang terpidana walaupun tidak sedang dalam masa kurungan (penjara). Hukuman percobaan yang diembannya saat ini tidak menghilangkan statusnya sebagai “terpidana”


SUMBER BACAAN : "http://mediacerdasbangsa.com/perdebatan-norma-hukum-dan-pembajakan-demokrasi-di-pilgub-gorontalo/

Popular posts from this blog

Ngewe ABG SMU yang Super Seksi

Cerita Seks Ngawek Hot Bangat yang akan kuceritakan di Bergairah.org ini adalah pengalamanku ngentot cewek sma bispak tapi aku akui toketnya gede banget dan amoi banget memeknya. Berawal dari aku yang dapat tender gede, aku dan temanku akhirnya ingin sedikit bersenang-senang dan mencoba fantasi seks baru dengan cewek-cewek abg belia. Akhirnya setelah tanya kesana kemari, ketemu juga dengan yang namanya Novi dan Lisa. 2 cewek ini masih sma kelas 3, tapi mereka sangat liar sekali. Baru kelas 3 sma aja udah jadi lonte perek dan cewek bispak. Apalagi nanti kalo dah gede ya ? memeknya soak kali ye   . Ahh tapi saya ga pernah mikirin itu, yang penting memeknya bisa digoyang saat ini dan bisa muasin kontol saya. Udah itu aja yang penting. Untuk urusan lainnya bukan urusan saya   . Aku segera mengambil HP-ku dan menelpon Andi, temanku itu. “Di.., OK deh gue jemput lu ya besok.. Mumpung cewek gue sedang nggak ada” “Gitu donk.. Bebas ni ye.. Emangnya satpam lu kemana?” “Ke Sura

RPP MULOK PERTANIAN KELAS IX

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran yang bermuatan lokal (MuLok) untuk menanamkan pengetahuan tentang arti penting kesetimbangan lingkungan dengan memanfaatkan prinsip-prinsip Pertanian Organik diantaranya Budidaya Tanaman dengan Menggunakan Pupuk Organik. Naskah berikut saya sadur dari presentasi seorang guru SLTP di sebuah web (mohon maaf, karena filenya sudah cukup lama saya tidak sempat menyimpan alamat webnya). "Arti Penting Pertanian Organik", itu dia phrase (rangkaian) kata kuncinya. Berikut merupakan contoh Mulok Bidang Pertanian untuk SLTP. RINCIAN MINGGU EFEKTIF                                                 Mata Pelajaran       : Muatan Lokal Pertanian                                                 Satuan Pendidikan : SMP                                                 Kelas/Semester       : IX/II                                                 Tahun Pelajaran    : 2011/2012  1.        Jumlah Minggu Efektif No Bulan Banyaknya Minggu

Kisah cinta antara Nurfitria Sekarwilis Kusumawardhani Gobel dengan Timur Imam Nugroho

Kisah cinta antara Nurfitria Sekarwilis Kusumawardhani Gobel atau yang akrab disapa dengan Annie dengan Timur Imam Nugroho atau Imung, sangatlah panjang. Mereka mengawali perkenalan mereka sejak lima tahun, di Australia. Saat itu keduanya sedang menimba ilmu di Australia. Timur merupakan kakak kelas dari Anni, dari situ keduanya saling mengenal satu sama lain, dan akhirnya memutuskan untuk pacaran. “Kita awalnya saling berkenalan, lalu memutuskan untuk kenal lebih dekat sudah sejak 5 tahun lalu,” ungkap Annie, saat diwawancarai Gorontalo Post, di rumah adat Dulohupa, Jumat (23/9). Anni mengatakan selama 5 tahun masa perkenalan tentunya mereka sudah banyak mengenal kekurangan dan kelebihan masing-masing, sehingga mereka selalu berusaha untuk saling melengkapi. Lima tahun merupakan waktu yang sangat cukup, hingga akhirnya keduanya saling memutuskan untuk melangsungkan pernikahan pada tanggal 17 September 2016, di Kalibata, Jakarta. Annie merupakan lulusan dari RMIT University, Bachelo