Skandal kebocoran data Facebook yang dicuri oleh developer suruhan Cambridge Analytica (CA) di Amerika Serikat (AS), berbuntut panjang hingga ke Indonesia. Parahnya, Indonesia masuk dalam peringkat ketiga dalam data statistik yang dibuat oleh Facebook yang dicuri.
Dari informasi yang dihembuskan Facebook melalui tulisan di blog resminya, angka kebocoran data mencapai 87 juga pengguna yang diselewengkan CA. Sebanyak 1.096.666 data pengguna Facebook di Indonesia masuk ke dalam daftarnya.
Terkait hal tersebut, Anggota Komisi I DPR RI, Sukamta menyebut, terkait kasus ini, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bekerja lamban dalam menuntaskan kasus yang menyebabkan jutaan data pengguna Facebook di Indonesia menjadi tercecer.
“Kemenkominfo selaku regulator dalam kasus ini seharusnya malu dengan kepolisian. Mereka menuntaskan kasus bergerak dengan cekatan. Proses penyelidikan berjalan tegas. Siapa, melakukan apa, hukumannya apa. Tegas,” kata Sukamta dalam sebuah acara diskusi di Jakarta, Sabtu, (7/4).
Kemenkominfo, terang Sukamta, sepertinya terlalu baik dengan Facebook. Perlakuannya berbeda kepada Tumblr dan Telegraph yang dengan cepat mereka blokir ketika ketahuan melakukan kesalahan.
“Facebook ini seperti anak nakal yang dielus-elus kepalanya sambil dinasihati,” tambah Sukamta.
Hal tersebut disampaikannya mengingat saat ini Kementerian yang dipimpin oleh Rudiantara itu masih menunggu hasil audit dari Facebook terkait skandal yang menimpanya itu. Sukamta juga menyebut, ini adalah pelanggaran hak asasi yang harus diusut dengan segera.
“Ini pelanggaran berat lho. Mereka curi data kita dengan jumlah yang tidak sedikit. Masa hal tersebut mau dibiarkan berlama-lama. Nunggu Facebook selesai audit yang entah kapan selesainya. Paksa, selesaikan dengan segera, atau blokir. Jangan nunggu-nunggu. Terlalu baik emang dengan Facebook ini. Blokir dulu kalau perlu, ribut belakangan. Kita dukung, apalagi ini terkait dengan kedaulatan siber kita,” terang Sukamta.
Menanggapi hal tersebut, Staf Ahli Menkominfo Bidang Hukum, Henri Subiakto menilai pernyataan Sukamta terlalu terburu-buru. “kami bergerak berdasarkan data. Kami harus mencari dulu datanya, sebab musababnya, tidak asal blokir saja.”
“Kita lihat dulu permasalahannya, semua berproses dan berjalan terus. Kita juga tidak diam saja, koordinasi dengan pihak terkait dalam hal ini kepolisian juga berlanjut terus. Soal kita lambat, lemah atau dicuekin Facebook itu tidak benar,” tambah Henri.
Henri menyebut bahwa jika Sukamta mengaitkan tindakan pemblokiran dengan Tumblr dan Telegraph beberapa waktu lalu. Hal tersebut dijelaskannya karena kedua platform tersebut memiliki kasus yang jelas. Yakni kasus pornografi yang bisa dikenakan langsung dengan Undang-undang (UU) Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
“Tumblr dan Telegraph kita blokir karena mereka selain melanggar aturan. Mereka juga tidak kooperatif, penggunanya sedikit memang, kecil lingkupnya. Masa sudah kecil mau ngecilin pemerintah juga. Tidak bisa begitu dong, makanya kita blokir. Kita surati tidak membalas, kita imbau tidak menanggapi, ya kita ambil tindakan. Sementara Facebook nurut.”
Direktur Indonesia New Media Watch, Agus Sudibyo mengatakan, dalam kasus ini harus bisa membedakan istilah kebocoran data. Istilah kebocoran data belakangan muncul bersamaan dengan menyeruaknya skandal Facebook ini.
Dalam kasus CA, terang dia, harus dibedakan antara pembocoran data dengan sengaja dan gagalnya Facebook melindungi data pengguna akibat ulah CA.
“Pemerintah bersama otoritas terkait harus bergerak cepat, ini penting. Apalagi ini memasuki tahun politik dan tidak lama lagi masuk kepada masa pemilihan presiden. Jika hanya saling menyalahkan, menuding siapa benar siapa salah tidak akan ada gunanya.”
Dari informasi yang dihembuskan Facebook melalui tulisan di blog resminya, angka kebocoran data mencapai 87 juga pengguna yang diselewengkan CA. Sebanyak 1.096.666 data pengguna Facebook di Indonesia masuk ke dalam daftarnya.
Terkait hal tersebut, Anggota Komisi I DPR RI, Sukamta menyebut, terkait kasus ini, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bekerja lamban dalam menuntaskan kasus yang menyebabkan jutaan data pengguna Facebook di Indonesia menjadi tercecer.
“Kemenkominfo selaku regulator dalam kasus ini seharusnya malu dengan kepolisian. Mereka menuntaskan kasus bergerak dengan cekatan. Proses penyelidikan berjalan tegas. Siapa, melakukan apa, hukumannya apa. Tegas,” kata Sukamta dalam sebuah acara diskusi di Jakarta, Sabtu, (7/4).
Kemenkominfo, terang Sukamta, sepertinya terlalu baik dengan Facebook. Perlakuannya berbeda kepada Tumblr dan Telegraph yang dengan cepat mereka blokir ketika ketahuan melakukan kesalahan.
“Facebook ini seperti anak nakal yang dielus-elus kepalanya sambil dinasihati,” tambah Sukamta.
Hal tersebut disampaikannya mengingat saat ini Kementerian yang dipimpin oleh Rudiantara itu masih menunggu hasil audit dari Facebook terkait skandal yang menimpanya itu. Sukamta juga menyebut, ini adalah pelanggaran hak asasi yang harus diusut dengan segera.
“Ini pelanggaran berat lho. Mereka curi data kita dengan jumlah yang tidak sedikit. Masa hal tersebut mau dibiarkan berlama-lama. Nunggu Facebook selesai audit yang entah kapan selesainya. Paksa, selesaikan dengan segera, atau blokir. Jangan nunggu-nunggu. Terlalu baik emang dengan Facebook ini. Blokir dulu kalau perlu, ribut belakangan. Kita dukung, apalagi ini terkait dengan kedaulatan siber kita,” terang Sukamta.
Menanggapi hal tersebut, Staf Ahli Menkominfo Bidang Hukum, Henri Subiakto menilai pernyataan Sukamta terlalu terburu-buru. “kami bergerak berdasarkan data. Kami harus mencari dulu datanya, sebab musababnya, tidak asal blokir saja.”
“Kita lihat dulu permasalahannya, semua berproses dan berjalan terus. Kita juga tidak diam saja, koordinasi dengan pihak terkait dalam hal ini kepolisian juga berlanjut terus. Soal kita lambat, lemah atau dicuekin Facebook itu tidak benar,” tambah Henri.
Henri menyebut bahwa jika Sukamta mengaitkan tindakan pemblokiran dengan Tumblr dan Telegraph beberapa waktu lalu. Hal tersebut dijelaskannya karena kedua platform tersebut memiliki kasus yang jelas. Yakni kasus pornografi yang bisa dikenakan langsung dengan Undang-undang (UU) Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
“Tumblr dan Telegraph kita blokir karena mereka selain melanggar aturan. Mereka juga tidak kooperatif, penggunanya sedikit memang, kecil lingkupnya. Masa sudah kecil mau ngecilin pemerintah juga. Tidak bisa begitu dong, makanya kita blokir. Kita surati tidak membalas, kita imbau tidak menanggapi, ya kita ambil tindakan. Sementara Facebook nurut.”
Direktur Indonesia New Media Watch, Agus Sudibyo mengatakan, dalam kasus ini harus bisa membedakan istilah kebocoran data. Istilah kebocoran data belakangan muncul bersamaan dengan menyeruaknya skandal Facebook ini.
Dalam kasus CA, terang dia, harus dibedakan antara pembocoran data dengan sengaja dan gagalnya Facebook melindungi data pengguna akibat ulah CA.
“Pemerintah bersama otoritas terkait harus bergerak cepat, ini penting. Apalagi ini memasuki tahun politik dan tidak lama lagi masuk kepada masa pemilihan presiden. Jika hanya saling menyalahkan, menuding siapa benar siapa salah tidak akan ada gunanya.”