Rencana Mendikbud Muhadjir Effendi untuk menghapuskan keharusan guru mengajar 24 jam mendapat dukungan Ketua Dewan Pendidikan Jatim (DPJ) Prof Zainudin Maliki. Selain itu, pakar pendidikan yang juga mantan rektor Universitas Muhammadiyah Surabaya ini mendukung adanya pengurangan jam mata pelajaran dari 12 mata pelajaran (mapel) menjadi 7-8 mapel saja. “Ini sangat penting. Jangan guru disandera dengan sertifikat yang pada akhirnya hanya memunculkan pabrik sertifikat. Bukan malah menggali kompetensi. Kalau mau memberi kesejahteraan guru, ya beri saja. Jangan lantas dikait-kaitkan dengan sertifikasi,” tandasnya, seperti diberitakan Radar Surabaya (Jawa Pos Group). Menurut Zainudin, guru harus lebih banyak mendorong siswa untuk aktif dan kreatif. Guru juga harus bisa membuat situasi belajar yang efektif dan menyenangkan. “Di sinilah peran guru banyak yang masih lemah. Mereka lantas hanya ingin siswanya lulus,” ucapnya. Ia mengatakan bahwa guru yang profesional itu tidak banyak bicara tapi mendorong siswa untuk aktif. Sehingga, kepribadian siswa juga akan terbentuk dan mengalami langsung adanya kesulitan. “Kemudian, guru juga bisa dinilai dalam kinerja melalui penilaian otentik dan bukan dinilai dari sertifikasi dengan beban 24 jam mengajar,” katanya. Selain pengurangan jam mengajar, Zainudin mengusulkan dilakukannya pelatihan-pelatihan untuk meningkatkan kompetensi guru. Setelah itu, barulah kurikulum dibenahi dengan yang terintegrasi. Maksudnya adalah keterhubungan pembelajaran dalam suatu bidang yang memungkinkan keterlibatan lebih dari satu bidang studi. Bisa jadi, ketika satu pelajaran bisa dibantu dengan guru mata pelajaran lainnya karena pelajaran yang ada terintegrasi. “Harus ada perubahan kurikulum, dan saya rasa momentum ini cukup tepat. Harus ada perubahan, sebab kurikulum saat ini juga masih dualisme. Perlu kurikulum terintegrasi di bawah sembilan mata pelajaran saja,” tandasnya. Zainuddin menceritakan bahwa saat menghadiri simposium dengan Perhimpunan Pelajar Indonesia (PII), Mendikbud Muhadjir Effendi memaparkan bila kurikulum yang ada akan jalan terus. Sebab, kurikulum sebaik apapun kalau gurunya tidak berkualitas juga akan percuma. “Jadi, kualitas pendidikan tidak ditentukan kurikulum berganti atau tidak, namun kualitas pendidikan itu sangat ditentukan oleh kualitas guru,” ujarnya. Ia menambahkan bahwa kualitas guru ditentukan atas tiga parameter yakni expert (keahlian) atau profesionalisme, tanggung jawab sosial pada kualitas pendidikan, dan panggilan hidup (jiwa korsa). “Kalau guru memiliki tiga parameter itu, maka dia akan tahu apa yang harus dilakukan. Bahkan ekstremnya itu tanpa kurikulum pun akan tetap bisa jalan. Kalau fokus pada kurikulum dan mengabaikan kualitas guru, maka kualitas pendidikan akan sulit tercapai,” katanya.
Cerita Seks Ngawek Hot Bangat yang akan kuceritakan di Bergairah.org ini adalah pengalamanku ngentot cewek sma bispak tapi aku akui toketnya gede banget dan amoi banget memeknya. Berawal dari aku yang dapat tender gede, aku dan temanku akhirnya ingin sedikit bersenang-senang dan mencoba fantasi seks baru dengan cewek-cewek abg belia. Akhirnya setelah tanya kesana kemari, ketemu juga dengan yang namanya Novi dan Lisa. 2 cewek ini masih sma kelas 3, tapi mereka sangat liar sekali. Baru kelas 3 sma aja udah jadi lonte perek dan cewek bispak. Apalagi nanti kalo dah gede ya ? memeknya soak kali ye . Ahh tapi saya ga pernah mikirin itu, yang penting memeknya bisa digoyang saat ini dan bisa muasin kontol saya. Udah itu aja yang penting. Untuk urusan lainnya bukan urusan saya . Aku segera mengambil HP-ku dan menelpon Andi, temanku itu. “Di.., OK deh gue jemput lu ya besok.. Mumpung cewek gue sedang nggak ada” “Gitu donk.. Bebas ni ye.. Emangnya satpam lu kemana?” “Ke Sura