Keluarnya Inggris dari Uni Eropa menjadi momen bersejarah sejak berdirinya Uni Eropa selama 60 tahun terakhir. Inggris bergabung Uni Eropa sejak tahun 1973 silam, bahkan sejak nama Uni Eropa menggunakan nama terdahulu, yakni European Economic Community (EEC).
Dua tahun kemudian, yakni pada tahun 1975, menyerukan digelarnya referendum karena rakyat Inggris merasa terbebani oleh EEC. Hasilnya, sebagain besar rakyat Inggris kala itu menyatakan ingin tetap bergabung EEC.
Setelah 41 tahun kemudian atau pada tahun 2016, Inggris kembali menggelar referendum untuk menentukan nasib negara itu dalam Uni Eropa.
Apa alasan Inggris keluar dari Uni Eropa?
Belum lama ini, laman Telegraph melaporkan, ada 10 alasan mengapa Inggris harus meninggalkan Uni Eropa, sebagaimana dikatakan seorang jurnalis yang juga penulis, David Hannan.
1. Inggris mengalami defisit perdagangan dengan negara-negara anggota MEE (Uni Eropa) yang dengan rata-rata 30 juta poundsterling per hari. Sebaliknya, neraca perdagangan Inggris mengalami surplus dengan setiap benua di dunia.
2. Pada tahun 2010, kontribusi ‘kotor’ Inggris untuk anggaran Uni Eropa mencapai 14 miliar pound sterling. Padahal, Inggris hanya bisa menyimpan 7 miliar pound sterling setahun dengan seluruh pengeluaran pemerintah.
3. Angka yang tercatat di Komisi Eropa, biaya tahunan regulasi Uni Eropa lebih besar daripada keuntungan dari pasar tunggal dengan 600 sampai 180 miliar euro.
4. Kebijakan Pertanian Bersama membebankan setiap keluarga biaya sebesar 1.200 pound sterling per tahun karena tagihan makanan menjadi lebih tinggi sejak Inggris masuk UE.
5. Jika berada diluar Kebijakan Perikanan Umum UE, Inggris bisa mengembalikan kendali atas perairan hingga 200 mil dari garis tengah. Inggris pun dapat mengambil sekitar 65 persen saham Laut Utara.
6. Analisis mendalam oleh Departemen Kehakiman Federal Jerman menunjukkan bahwa 84 persen dari undang-undang di negara yang berasal dari Uni Eropa, bukan dari domestik Inggris.
7. Di luar Uni Eropa, Inggris akan bebas untuk menegosiasikan perjanjian perdagangan yang jauh lebih liberal dengan negara-negara dunia ketiga daripada di Uni Eropa. Selama ini, Inggris harus berdagang dibawah Tarif Eksternal umum.
8. Negara-negara dengan PDB per kapita tertinggi di Eropa Norwegia dan Swiss. Keduanya memiliki ekspor yang lebih proporsional ke Uni Eropa lebih besar dengan tingkat ekspor Inggris ke Uni Eropa.
Dua tahun kemudian, yakni pada tahun 1975, menyerukan digelarnya referendum karena rakyat Inggris merasa terbebani oleh EEC. Hasilnya, sebagain besar rakyat Inggris kala itu menyatakan ingin tetap bergabung EEC.
Setelah 41 tahun kemudian atau pada tahun 2016, Inggris kembali menggelar referendum untuk menentukan nasib negara itu dalam Uni Eropa.
Apa alasan Inggris keluar dari Uni Eropa?
Belum lama ini, laman Telegraph melaporkan, ada 10 alasan mengapa Inggris harus meninggalkan Uni Eropa, sebagaimana dikatakan seorang jurnalis yang juga penulis, David Hannan.
1. Inggris mengalami defisit perdagangan dengan negara-negara anggota MEE (Uni Eropa) yang dengan rata-rata 30 juta poundsterling per hari. Sebaliknya, neraca perdagangan Inggris mengalami surplus dengan setiap benua di dunia.
2. Pada tahun 2010, kontribusi ‘kotor’ Inggris untuk anggaran Uni Eropa mencapai 14 miliar pound sterling. Padahal, Inggris hanya bisa menyimpan 7 miliar pound sterling setahun dengan seluruh pengeluaran pemerintah.
3. Angka yang tercatat di Komisi Eropa, biaya tahunan regulasi Uni Eropa lebih besar daripada keuntungan dari pasar tunggal dengan 600 sampai 180 miliar euro.
4. Kebijakan Pertanian Bersama membebankan setiap keluarga biaya sebesar 1.200 pound sterling per tahun karena tagihan makanan menjadi lebih tinggi sejak Inggris masuk UE.
5. Jika berada diluar Kebijakan Perikanan Umum UE, Inggris bisa mengembalikan kendali atas perairan hingga 200 mil dari garis tengah. Inggris pun dapat mengambil sekitar 65 persen saham Laut Utara.
6. Analisis mendalam oleh Departemen Kehakiman Federal Jerman menunjukkan bahwa 84 persen dari undang-undang di negara yang berasal dari Uni Eropa, bukan dari domestik Inggris.
7. Di luar Uni Eropa, Inggris akan bebas untuk menegosiasikan perjanjian perdagangan yang jauh lebih liberal dengan negara-negara dunia ketiga daripada di Uni Eropa. Selama ini, Inggris harus berdagang dibawah Tarif Eksternal umum.
8. Negara-negara dengan PDB per kapita tertinggi di Eropa Norwegia dan Swiss. Keduanya memiliki ekspor yang lebih proporsional ke Uni Eropa lebih besar dengan tingkat ekspor Inggris ke Uni Eropa.
9. Diluar Uni Eropa, Inggris bisa menerapkan deregulasi, lebih kompetitif, dan menikmati surga ‘lepas pantai.’
10. Inggris akan lebih demokratis jika berada di luar Uni Eropa