Ketua Majelis Nasional Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Indonesia Standarkiaa Latief menilai, di balik kelancaran dan kondusifitas penyelenggaraan pilkada serentak 2015, terdapat banyak cacat pemilu atau electoral fraud. Bahkan sangat melecehkan kedaulatan rakyat.
“Karena itu kami berharap Mahkamah Konstitusi memertimbangkan selisih suara dalam menerima gugatan pemohon. Karena angka 0,5-2 persen berangkat dari asumsi pelaksanaan Pilkada yang 100 persen sempurna, namun nyatanya manipulasi, kecurangan terjadi dimana-mana,” ujar Standarkiaa, Kamis (31/12).
Standarkiaa menyatakan pandangannya, karena sebagai lembaga yang fokus mengawal pelaksanaan pilkada dan pemilu di Indonesia sejak belasan tahun lalu, KIPP menerima begitu banyak pengaduan. Baik itu yang berasal dari masyarakat, penyelenggara, pasangan calon kepala daerah, maupun pihak-pihak lain.
“Jadi sebagai fasilitator, sudah banyak yang mengadu kepada kami. Karena itu kami akan tetap mengedepankan independensi. Kami hanya menyampaikan kepada publik, ” ujarnya.
Menurut Standarkiaa, pihaknya tetap akan menyuarakan kecurangan-kecurangan yang terjadi dalam pilkada, agar ke depan dapat menjadi pembelajaran politik. “Selain itu juga menjadi bahan evaluasi Pilkada agar lebih berkualitas, dan demi kebaikan demokrasi di Indonesia. Karena laporan-laporan yang kami terima, tentu dengan bukti-bukti yang kuat dan valid,” ujar Standarkiaa