Dinas Perhubungan Kabupaten Gorontalo akhirnya menyerah. Upaya untuk mengarahkan para sopir yang langganan mangkal di sepanjang kawasan jalan Pertokoan Telaga sampai Kantor Camat Telaga agar menempati terminal di kawasan Stadion 23 Januari tak kunjung berhasil.
Salah satu alasan para sopir enggan mangkal di teminal resmi itu, lantaran kawasan tersebut dinilai tidak strategis. Warga enggan mencari angkot di tempat itu, sehingga membuat mereka kesulitan mencari penumpang.
Sementara, setiap hari, para sopir tidak saja membutuhkan uang untuk belanja keluarga, tapi juga mengejar tuntutan setoran harian.
Sebagai solusi, Dinas Perhubungan Kabupaten Gorontalo berencana untuk merelokasi kembali Terminal Telaga dari Stadiun 23 Januari ke kawasan Kantor Camat Telaga. Relokasi ini, terhitung sudah yang kedua kalinya.
Sebab, sebelum berada di kawasan Stadiun 23 Januari, Terminal Telaga menempati kawasan Taman Telaga (kompleks Masjid Ar-Rahman).
Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Gorontalo, Sumanti Maku mengatakan, pelaksanaan relokasi ini guna menyahuti aspirasi para sopir angkot. Sebab, mereka mengaku sulit sekali mencari penumpang di kawasan Stadiun 23 Januari.
Sesuai rencana, pelaksanaannya pada tahun 2017.
“Di tempat baru akan kita gunakan sistem car transit terminal. Yang mana setiap angkot yang masuk mencari penumpang di terminal mengikut jalur. Berikut juga, setiap angkot yang posisi parkirnya sudah paling dekat dengan pintu keluar terminal harus secepatnya keluar, terutama ketika terminal sudah dalam keadaan penuh,” terangnya.
Hal ini sambung Sumanti harus diberlakukan, mengingat lokasi yang nantinya akan dibangun terminal baru tidak terlalu luas. Jika menggunakan model terminal seperti umumnya dalam artian membebaskan kendaraan untuk parkir kapan saja dan dalam waktu yang tidak ditentukan, maka berpotensi membuat mobil angkot tertumpuk di terminal.
“Jadi setiap sopir hanya punya waktu di dalam terminal ini. Lewat dari waktu yang nantinya akan kita tentukan, baik penumpang penuh atau tidak, harus segera berangkat,” jelasnya.
Dengan konsep ini Sumanti sangat berharap angkot akan kembali menjadi pilihan utama masyarakat dalam hal transportasi umum.
Sebab selama ini, orang-orang jarang memilih naik angkot karena waktu keberangkatannya tergolong cukup lama dimana harus menunggu terisi penuh dulu untuk berangkat, sehingga bentor pun menjadi alternatif ketika sedang terburu-buru, walaupun harganya lebih mahal.
Disamping itu, setelah direlokasi, diharapkan agar para sopir tidak lagi menempati kawasan jalan untuk mencari penumpang sehingga akan muncul lagi istilah terminal bayangan.
“Nantinya ini akan menjadi riset bagi kita, apakah model ini bisa berjalan efektif, atau tidak,” tandasnya.