Wednesday, May 27, 2015

Jual-Beli Ijazah Palsu, Denda Rp10 Miliar Menanti



Sanksi berat sudah menanti pihak-pihak yang terlibat dalam jual-beli ijazah palsu. Tak tanggung-tanggung baik pihak yang mengeluarkan maupun pengguna, bakal dijerat pasal pidana, jika terbukti bersalah.
Praktik jual-beli ijazah palsu jelas-jelas melanggar ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi Pasal 28 ayat 6 dan 7, Pasal 42 ayat 3, dan Pasal 44 ayat 4. Ancaman pidananya penjara paling lama 10 tahun atau denda paling banyak Rp 1 miliar.
"Sanksinya kepada lembaga yang tidak berwenang memberikan gelar palsu termasuk sertifikat palsu adalah pertama 10 tahun penjara atau denda Rp1 miliar," ungkap mantan Mendikbud M Nuh di FX, Jakarta, Rabu (27/5/2015).
Kasus ijazah palsu mencuat setelah Menristek Dikti Mohamad Nasir melontarkan ancaman akan segera menutup sejumlah perguruan tinggi yang diduga melakukan transaksi jual beli ijazah serta mengeluarkan ijazah palsu. "Saya segera mencabut izin dan menutup perguruan tinggi (PT) yang melakukan transaksi jual-beli ijazah dan mengeluarkan ijazah palsu," kata Mohamad Nasir di Jakarta, Minggu 17 Mei 2015.
Menteri Nasir mengungkapkan hal itu menyikapi pengaduan masyarakat yang masuk ke Kemenristek Dikti. Berdasarkan pengaduan tersebut, menurut dia, ada 18 perguruan tinggi yang melakukan praktik transaksi jual beli ijazah dan mengeluarkan ijazah palsu.
Ke-18 perguruan tinggi tersebut terdapat di wilayah Jabodetabek dan di Kupang, Nusa Tenggara Timur. Salah satu perguruan tinggi yang melakukan praktik jual-beli ijazah adalah sebuah perguruan tinggi di Bekasi.
Perguruan Tinggi tersebut memberikan ijazah sarjana satu (S1) kepada lulusannya tanpa mengikuti proses perkuliahan yang lazim dilakukan oleh sebuah perguruan tinggi. Pihak pengadu melaporkan bahwa mahasiswa hanya mengikuti kuliah setahun dua tahun sudah bisa memperoleh ijazah sarjana S1 dengan membayar sejumlah uang.
Selain perguruan tinggi tersebut, berdasarkan pengaduan, ada beberapa perguruan tinggi di wilayah Jakarta, Bogor, Tangerang, Depok dan Bekasi (Jabodetabek) yang mengeluarkan ijazah palsu untuk lulusan sarjana S1. "Ijazah palsu adalah ijazah yang diberikan kepada para lulusannya tanpa perlu mengikuti proses perkuliahan yang lazim," ujar Menteri Nasir tanpa menyebut nama perguruan tinggi yang dimaksud karena sedang diinvestigasi oleh tim dari Kemenristek Dikti.
Sementara di Kupang, berdasarkan pengaduan, ijazah sarjana S1 para lulusan sebuah universitas tidak diakui. Hal ini terjadi karena ijazah sarjana S1 tersebut ditandatangani oleh rektor yang gelar doktornya dinilai tidak sah.
Rektor salah satu universitas di Kupang mengaku memperoleh gelar doktor (S3) dari Berkeley University di Jakarta, yang merupakan cabang dari Amerika Serikat (AS). Sementara yang di AS dikenal dengan nama University of California, Berkeley. Setelah diteliti, universitas tersebut (Berkeley University cabang Jakarta) pun ternyata tidak pernah ada di Jakarta. "Jangankan gelar doktor yang tidak sah, bila ada guru besar yang melakukan plagiasi, maka gelar guru besarnya langsung saya cabut," kata Menteri Nasir.
Bukti-bukti pelanggaran pun telah diserahkan Menteri Nasir kepada Kapolri Jenderal Badrodin Haiti agar segera memproses kasus ini ke ranah pidana. Respons atas tindakan Menteri Nasir segera bermunculan. Di antaranya dari para mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Adhy Niaga di Kota Bekasi yang menggelar unjuk rasa di halaman kampus pada Senin 25 Mei 2015. 
“Kami tidak terima jika kampus ini dibekukan. Dan kami kecewa terhadap pernyataan Menristek dan Dikti (Mohamad Nasir), yang menyebut kampus ini diduga jual-beli ijazah," kata Muhamad Jufri (35), Koordinator Aksi.
Dirinya menilai, tuduhan praktik jual-beli ijazah sangat tidak mendasar, karena berdasarkan dugaan dan asumsi dari oknum-oknum tertentu. Dia menilai, tuduhan itu juga bisa menganggu aktivitas belajar di kampus, terutama para mahasiswa di sana.
Seharusnya, kata dia, persoalan dugaan adanya jual-beli ijazah itu mestinya dilakukan melalui proses hukum yang jelas, sehingga dengan cara sidak itu Kemenristek dan Dikti sudah salah prosedur. "Mereka tidak memiliki wewenang atas tuduhannya itu sampai harus mempublikasikan ke khalayak,"ujarnya.
Sementara itu, Badan Eksekutif Mahasiwa (BEM) STIE Adhy Niaga mendesak agar Menteri Nasir, menyampaikan permohonan maafnya atas tudingan praktik jual-beli ijazah di kampus tersebut. Apabila keinginannya tidak terpenuhi, mereka bakal menggeruduk Kantor Kemenristek dan Dikti di Jakarta dengan membawa massa. "Kami berikan waktu selama tiga hari, agar menteri segera mendengar tuntutan kami," tegas Zainudin Ketua BEM STIE Adhy Niaga.
Melihat polemik berkepanjangan, M Nuh mengingatkan kepada semua pihak agar tak saling menyalahkan. "Hal begitu jangan salah-salahan, itu adalah tugas kita semua. Semua masyarakat bisa melaporkan. Nanti akan ditinjau, dilihat. Kalau semuanya salah-salahan tidak akan selesai," pungkasnya.
(ful)

PEMBELAJARAN IPA DI LUAR KELAS

IPA merupakan salah satu Mata Pelajaran yang mempunyai ruang lingkup sangat luas. Di dalam IPA dipelajari tentang sesuatu yang berhubungan ...