BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Kualitas pendidikan sangat berpengaruh terhadap kemajuan suatu bangsa. Banyak yang beranggapan bahwa mutu pendidikan di Indonesia masih sangat rendah. Hal tersebut tercermin dari hasil Trends in Internasional Mathematics and Science Study (TIMSS) 2003 yang menempatkan Indonesia berada pada urutan 36 dari 48 negara pesera untuk kemampuan siswa berumur 13 tahun di bidang sains (Depdiknas, 2003). Dibandingkan dengan negara tetangga yaitu Singapura dan Malaysia, Indonesia masih jauh tertinggal. Singapura berada pada peringkat pertama dan Malaysia berada pada peringkat 20. Di negara-negara ASEAN , Indonesia berada pada Urutan ke 4 dari 5 negara peserta dalam pencapaian prestasi belajar siswa umur 13 tahun baik dalam bidang IPA maupun matematika(puspendik, 2003).
Berdasarkan hal tersebut, Pemerintah berupaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan secara terus menerus dengan cara memperbaiki kurikulum dari waktu ke waktu agar tidak semakin tertinggal dengan negara-negara maju. Penyempurnaan kurikulum tersebut tidak lepas dari adanya pergeseran paradigma dalam dunia pendidikan, yaitu dari teori behaviorisme, menuju teori konstruktivisme, artinya pembelajaran dari yang berpusat pada guru (teacher-centered) kepada pembelajaran yang berpusat pada siswa (student-centered). Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, kompetensi, kompetensi dasar, materi standar, dan hasil belajar, serta cara yng digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai kompetensi dasar dan tujuan pendidikan(BSNP, 2006:24). Kurikulum yang diberlakukan oleh pemerintah pada saat ini adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan(KTSP). KTSP mengandung makna bahwa kurikulum dikembangkan oleh masing-masing satuan pendidikan dengan tujuan agar satuan pendidikan yang bersangkutan dapat mengembangkan kekhasan potensi sumber daya manusia dan daerah di sekitarnya. Hal ini merupakan implikasi dari perubahan kebijakan dari sentralisasi ke desentralisasi di bidang pendidikan. KTSP merupakan suatu ide tentang pengembangan kurikulum yang diletakkan pada posisi yang paling dekat dengan pembelajaran, yakni sekolah dan satuan pendidikan (Mulyasa, 2006:21). Salah satu dari satuan pendidikan tersebut adalah SMP/ MTs.
Dalam struktur kurikulum SMP/MTs substansi mata pelajaran IPA merupakan IPA terpadu. Pemberlakuan IPA tersebut bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan bahan ajar IPA terpadu sebagai rujukan yang baik dan benar, baik bagi guru maupun siswa. Bahan ajar merupakan salah satu sarana yang penting dalam menunjang proses kegiatan belajar mengajar. Salah satu upaya yang dilakukan oleh Pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan adalah menyediakan bahan ajar sebagai rujukan yang baik dan benar baik bagi guru maupun siswa. Bahan ajar yang dikehendaki pada saat ini adalah bahan ajar IPA terpadu. Bahan ajar IPA terpadu tersebut memuat beberapa bidang kajian yang dipadukan. Energi dan perubahannya merupakan salah satu bidang kajian dalam IPA. Bidang kajian tersebut dapat dipadukan dengan bidang kajian yang lain yang memiliki keterkaitan.
Sampai saat ini pembelajaran IPA di sekolah-sekolah kurang dikaitkan dengan permasalahan yang dihadapi siswa dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran IPA diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik untuk mampu memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Banyak siswa yang masih beranggapan pelajaran IPA sulit dan kurang menarik. Hal tersebut disebabkan oleh pembelajaran IPA yang masih konvensional yaitu texbook oriented dan teacher centered. Dalam KTSP, kurikulum dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan multistrategi dan multimedia, sumber belajar dan teknologi yang memadai, dan memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar(Mulyasa, 2006:248). Berdasarkan hal tersebut, pendekatan yang sesuai dengan kurikulum yang diberlakukan pemerintah saat ini adalah pendekatan yang berbasis salingtemas. Pendekatan salingtemas merupakan salah satu pendekatan yang mempersatukan sains, teknologi, lingkungan dan masyarakat. Ciri dari pendekatan salingtemas (Dianawati dalam Wulandari 2006)adalah:1. difokuskan pada isu sosial yang terkait dengan sains dan teknologi, 2. Diarahkan pada peningkatan pengetahuan dan keterampilan siswa dalam membuat keputusan berdasarkan informasi ilmiah, 3. Tanggap terhadap karir masa depan dengan mengingat bahwa kita hidup dalam masyarakat yang bergantung pada sains dan teknologi.
Berdasarkan observasi di lapangan, bahan ajar yang telah beredar di lapangan masih bervariasi ditinjau dari jenis maupun kualitasnya. Bahan ajar yang sesuai dengan kurikulum yang diberlakukan oleh pemerintah yaitu IPA terpadu yang telah beredar di lapangan belum dikemas ke dalam topik/tema tertentu meskipun sudah berlabel IPA terpadu. Penyajian materi pada bahan ajar masih terpisah-pisah berdasarkan bidang-bidang kajiannya meskipun sudah disatukan dalam sebuah buku. Salah satu guru IPA di SMP menyatakan masih kesulitan dalam menentukan bahan ajar yang dipakai. Hal tersebut dikarenakan banyak bahan ajar yang berlabel IPA terpadu belum sesuai dengan konsep IPA terpadu. Guru tersebut juga mengaku masih menggunakan bahan ajar yang masih menggunakan KBK. Oleh karena itu, jika mutu bahan ajar yang ada tidak memenuhi standar mutu, terutama dalam kaitannya dengan konsep dan aplikasi konsep, maka yang terjadi adalah bahan ajar tersebut akan menjadi sumber yang salah. Hal tersebut sangat membahayakan dunia pendidikan.
Pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, pembelajaran IPA yang dikehendaki pada jenjang SMP adalah IPA terpadu. Dalam IPA terpadu, bidang kajian yang memiliki keterkaitan dapat dipadukan menjadi satu tema/topik. Salah satu tema/topik dalam pembelajaran IPA terpadu adalah energi kalor dalam kehidupan yang merupakan gabungan dari 2 bidang kajian IPA yang ditunjukkan pada tabel.1
Fisika
|
Kimia
|
Tema
|
STANDAR KOMPETENSI: 3
Memahami wujud zat dan perubahannya
Kompetensi Dasar: 3.4
Mendeskripsikan peran kalor dalam mengubah wujud zat dan suhu suatu benda serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari
|
STANDAR KOMPETENSI: 4
Memahami berbagai sifat dalam perubahan fisika dan kimia
Kompetensi Dasar: 4.4
Mengidentifikasi terjadinya reaksi kimia melalui percobaansederhana
|
Energi kalor dalam kehidupan
|
Dipilihnya tema/topik tersebut dengan pertimbangan bahwa dalam kehidupan sehari-hari seseorang sering berhadapan dengan masalah-masalah yang berhubungan dengan energi kalor. Misalnya saja Global Warming yang merupakan salah satu dampak pemakaian energi kalor yang berlebihan yang menyebabkan suhu rata-rata di bumi semakin meningkat. Oleh karena itu pemahaman tentang energi kalor dalam kehidupan merupakan bagian dari ilmu sains yang sangat diperlukan.
Bahan ajar yang beredar seharusnya memiliki kualitas yang memenuhi standar kualitas mutu buku pelajaran yang ditetapkan oleh Pemerintah. Berdasarkan hal tersebut, maka penulis merasa perlu untuk menulis skripsi yang berjudul” Pengembangan Bahan Ajar IPA Terpadu Berbasis Sains-Lingkungan-Teknologi-Masyarakat (SALINGTEMAS) Untuk SMP Kelas VII Semester I”.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah yaitu:
a. Bagaimanakah karakteristik bahan ajar IPA terpadu berbasis salingtemas untuk SMP kelas VII semester I?
b. Bagaimanakah kelebihan dan kekurangan bahan ajar IPA terpadu berbasis salingtemas untuk SMP kelas VII semester I?
3. Tujuan Pengembangan
Tujuan pengembangan dari penelitian ini adalah:
a. Untuk mengembangkan karakteristik bahan ajar IPA terpadu berbasis salingtemas untuk SMP kelas VII semester I.
b. Untuk menemukan kelebihan dan kekurangan bahan ajar IPA terpadu berbasis salingtemas untuk SMP kelas VII semester I.
4. Spesifikasi Produk pengembangan
Beberapa spesifikasi dari produk yang dihasilkan adalah:
1. Materi yang disajikan dikaitkan dengan masalah disekitar kehidupan siswa sehingga siswa termotivasi untuk mempelajarinya lebih dalam.
2. Materi yang disajikan hanya membahas tema energi kalor dalam kehidupan untuk SMP kelas VII semester I.
5. Manfaat Pengembangan
a) Bagi guru, dapat dijadikan sebagai masukan dalam menyusun suatu bahan ajar yang mengacu pada KTSP.
b) Bagi siswa, memberikan kemudahan dalam belajar secara aktif dan mandiri.
c) Bagi peneliti lainnya, hasil pengembangan ini dapat dijadikan sebagai bahan rujukan dalam pengembangan bahan ajar selanjutnya, baik untuk tema yang sama atau berbeda.
6. Definisi Operasional
Bahan Ajar merupakan bahan-bahan atau materi kegiatan pembelajaran yang disusun secara sistematis yang digunakan siswa dan guru dalam proses pembelajaran. Bahan ajar sangat menetukan keberhasilan pendidikan para siswa dalam menuntut pelajaran di sekolah.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
1. Pembelajaran IPA Terpadu
Ilmu Pengetahuan Alam adalah ilmu yang materinya adalah alam dengan segala isinya (Depdiknas, 2007). Hal yang dipelajari dalam IPA terpadu adalah sebab-akibat, hubungan kausal dari kejadian-kejadian yang terjadi di alam. Melalui pembelajaran IPA terpadu, siswa dapat memperoleh pengalaman langsung, sehingga dapat menambah kekuatan untuk menerima dan menerapkan konsep yang telah dipelajarinya. Dengan demikian, siswa terlatih untuk dapat menemukan sendiri berbagai konsep yang dipelajari secara menyeluruh , bermakna, dan aktif. Cara pengemasan pengalaman belajar yang dirancang guru sangat berpengaruh terhadap kebermaknaan pengalaman bagi para peserta didik. Pengalaman belajar yang lebih menunjukkan kaitan unsur-unsur konseptual akan menjadikan proses belajar lebih efektif. Kaitan konseptual yang dipelajari dengan sisi bidang kajian Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang relevan akan membentuk skema kognitif, sehingga anak memperoleh keutuhan dan kebulatan pengetahuan. Perolehan keutuhan belajar IPA, serta kebulatan pandangan tentang kehidupan, dunia nyata dan fenomena alam hanya dapat direfleksikan melalui pembelajaran terpadu.
Pembelajaran terpadu dalam IPA dapat dikemas dengan TEMA atau TOPIK tentang suatu wacana yang dibahas dari berbagai sudut pandang atau disiplin keilmuan yang mudah dipahami dan dikenal peserta didik. Dalam pembelajaran IPA terpadu, suatu konsep atau tema dibahas dari berbagai aspek bidang kajian dalam bidang kajian IPA. Misalnya tema lingkungan dapat dibahas dari sudut makhluk hidup dan proses kehidupan, energi dan perubahannya, dan materi dan sifatnya. Pembahasan tema juga dimungkinkan hanya dari aspek makhluk hidup dan proses kehidupan dan energi dan perubahannya, atau materi dan sifatnya dan makhluk hidup dan proses kehidupan, atau energi dan perubahannya dan materi dan sifatnya saja. Dengan demikian melalui pembelajaran terpadu ini beberapa konsep yang relevan untuk dijadikan tema tidak perlu dibahas berulang kali dalam bidang kajian yang berbeda, sehingga penggunaan waktu untuk pembahasannya lebih efisien dan pencapaian tujuan pembelajaran juga diharapkan akan lebih efektif.
Secara umum Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di SMP/MTs, meliputi bidang kajian energi dan perubahannya, bumi antariksa, makhluk hidup dan proses kehidupan, dan materi dan sifatnya yang sebenarnya sangat berperan dalam membantu peserta didik untuk memahami fenomena alam. Ilmu Pengetahuan Alam merupakan pengetahuan ilmiah, yaitu pengetahuan yang telah mengalami uji kebenaran melalui metode ilmiah, dengan ciri: objektif, metodik, sistimatis, universal, dan tentatif. Ilmu Pengetahuan Alam merupakan ilmu yang pokok bahasannya adalah alam dan segala isinya.
Beberapa karakteristik pembelajaran terpadu dalam Iskandar(2006:59) adalah sebagai berikut.
a. Holistik
Suatu gejala atau peristiwa yang menjadi pusat perhatian dalam pembelajaran terpadudiamati dan dikaji dari beberapa bidang studi sekaligus, tidak dari sudut pandang yang terkotak-kotak.
b. Bermakna
Pengkajian suatu fenomena dari berbagai macam aspek seperti diterangkan diatas, memungkinkan terbentuknya semacam jalinan antara skemata yang dimiliki siswa.
c. Otentik
Pembelajaran terpadu juga memungkinkan siswa memahami secara langsung konsep dan prinsip yang ingin dipelajari.
d. Aktif
Pembelajaran terpadu pada dasarnya dikembangkan dengan berdasar kepada pendekatan diskoveri inkuiri. Siswa perlu terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran, mulai dari perencanaan, pelaksanan, hingga proses evaluasinya.
Model pembelajaran IPA terpadu dikemas dalam kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup/tindak lanjut.
a. Kegiatan Awal/Pendahuluan
Kegiatan pendahuluan merupakan kegiatan awal yang harus ditempuh guru dan siswa pada setiap kali melaksanakan pembelajaran terpadu. Kegiatan awal berfungsi untuk menciptakan suasana awal pembelajaran yang efektif, yang memungkinkan siswa dapat mengikuti proses pembelajaran dengan baik. Efisiensi waktu dalam kegiatan awal biasanya antara 5-10 menit. Dengan waktu yang relatif singkat tersebut, guru diharapkan dapat menciptakan kondisi awal pembelajaran dengan baik sehingga siswa siap mengikuti pembelajaran dengan seksama.
Kegiatan utama yang dilaksanakan dalam pendahuluan pembelajaran ini di antaranya untuk menciptakan kondisi-kondisi awal pembelajaran yang kondusif, melaksanakan kegiatan apersepsi (apperception), dan penilaian awal (pre-test). Penciptaan kondisi awal pembelajaran dilakukan dengan cara: mengecek atau memeriksa kehadiran peserta didik (presence, attendance), menumbuhkan kesiapan belajar peserta didik(readiness), menciptakan suasana belajar yang demokratis, membangkitkan motivasi belajar peserta didik, dan membangkitkan perhatian peserta didik. Melaksanakan apersepsi(apperception) dilakukan dengan cara: mengajukan pertanyaan tentang bahan pelajaran yang sudah dipelajari sebelumnya dan memberikan komentar terhadap jawaban peserta didik, dilanjutkan dengan mengulas materi pelajaran yang akan dibahas. Melaksanakan penilaian awal dapat dilakukan dengan cara lisan pada beberapa peserta didik yang dianggap mewakili seluruh peserta didik, bisa juga penilaian awal ini dalam prosesnya dipadukan dengan kegiatan apersepsi.
b. Kegiatan Inti
Kegiatan inti merupakan kegiatan pelaksanaan pembelajaran terpadu yang menekankan pada proses pembentukan pengalaman belajar peserta didik (learning experience). Pengalaman belajar dapat terjadi melalui kegiatan tatap muka dan kegiatannon-tatap muka. Kegiatan tatap muka dimaksudkan sebagai kegiatan pembelajaran yang peserta didik dapat berinteraksi langsung dengan guru maupun dengan peserta didik lainnya. Kegiatan nontatap muka dimaksudkan sebagai kegiatan pembelajaran yang dilakukan peserta didik dengan sumber belajar lain di luar kelas atau di luar sekolah.
Kegiatan inti pembelajaran terpadu bersifat situasional, yakni disesuaikan dengan situasi dan kondisi setempat. Terdapat beberapa kegiatan yang dapat dilakukan dalam kegiatan inti pembelajaran terpadu, di antaranya adalah sebagai berikut.
· Kegiatan yang paling awal: Guru menyampaikan tujuan atau kompetensi dasar yang harus dicapai oleh siswa beserta garis besar materi yang akan disampaikan.
· Guru menyampaikan kepada peserta didik kegiatan belajar yang harus ditempuh peserta didik dalam mempelajari tema atau topik yang telah ditentukan. Kegiatan belajar hendaknya lebih mengutamakan aktivitas siswa. Guru hanya sebagai fasilitator yng memberikan kemudahan kepada siswa untuk belajar. Peserta didik diarahkan untuk menemukan sendiri apa yang dipelajarinya. Prinsip belajar sesuai dengan ’konstruktivisme’ hendaknya dilaksanakan dalam pembelajaran terpadu.
Dalam membahas dan menyajikan materi/bahan ajar terpadu harus diarahkan pada suatu proses perubahan tingkah laku peserta didik, penyajian harus dilakukan secara terpadu melalui penghubungan konsep di bidang kajian yang satu dengan konsep di bidang kajian lainnya. Guru harus berupaya untuk menyajikan bahan ajar dengan strategi mengajar yang bervariasi, yang mendorong peserta didik pada upaya penemuan pengetahuan baru, melalui pembelajaran yang bersifat klasikal, kelompok, dan perorangan.
c. Kegiatan Akhir/Penutup dan tindak lanjut
Kegiatan akhir dalam pembelajaran terpadu tidak hanya diartikan sebagai kegiatan untuk menutup pelajaran, tetapi juga sebagai kegiatan penilaian hasil belajar peserta didik dan kegiatan tindak lanjut. Kegiatan tindak lanjut harus ditempuh berdasarkan pada proses dan hasil belajar peserta didik. Waktu yang tersedia untuk kegiatan ini relatif singkat, oleh karena itu guru perlu mengatur dan memanfaatkan waktu seefisien mungkin. Secara umum kegiatan akhir dan tindak lanjut dalam pembelajaran terpadu di antaranya:
a) Mengajak peserta didik untuk menyimpulkan materi yang telah diajarkan.
b) Melaksanakan tindak lanjut pembelajaran dengan pemberian tugas atau latihan yang harus dikerjakan di rumah, menjelaskan kembali bahan yang dianggap sulit oleh peserta didik, membaca materi pelajaran tertentu, memberikan motivasi atau bimbingan belajar.
c) Mengemukakan topik yang akan dibahas pada pertemuan selanjutnya.
d) Memberikan evaluasi lisan atau tertulis.
2. Bahan Ajar Ipa Terpadu
Bahan Ajar merupakan bahan-bahan atau materi kegiatan pembelajaran yang disusun secara sistematis yang digunakan siswa dan guru dalam proses pembelajaran. Bahan ajar sangat menetukan keberhasilan pendidikan para siswa dalam menuntut pelajaran di sekolah. Oleh karena itu, bahan ajar yang baik dan bermutu selain menjadi sumber pengetahuan yang dapat menunjang keberhasilan belajar siswa juga dapat membimbing dan mengarahkan proses belajar mengajar di kelas ke arah proses pembelajaran yang bermutu pula. Bahan ajar yang dirancang sesuai dengan kurikulum yang berlaku akan mengarahkan proses pembelajaran pada arah yang benar sesuai tuntutan kurikulum.
Jenis bahan ajar yang diharapkan adalah bahan ajar yang dapat menunjang terselenggaranya pembelajaran dengan pendekatan konstruktif sehingga buku tersebut dapat membelajarkan siswa, menjadi sumber inspirasi, dan sumber informasi baik bagi siswa maupun guru. Bahan ajar yang baik adalah bahan ajar yang menjadi sumber ilmu pengetahuan, sehingga dapat menjadi media yang baik dan akan membantu mengoptimalkan proses belajar mengajar seperti yang diharapkan di atas. Jenis bahan ajar yang demikian diharapkan dapat membantu proses belajar mengajar yang efektif dan efisien,sehingga dapat meningkatkan mutu pendidikan, khususnya pendidikan Sains.
Bahan ajar sekolah merupakan sarana untuk mengkomunikasikan ilmu pengetahuan, berarti buku pelajaran yang digunakan di sekolah baik oleh guru maupun siswa harus jelas, lengkap, akurat, dan dapat mengkomunikasikan informasi, konsep, serta pengetahuan proseduralnya. Dengan demikian setiap buku pelajaran harus memiliki standar yang sesuai dengan tujuan dari buku pelajaran tersebut, yaitu sesuai dengan jenjang pendidikan, psikologi perkembangan siswa, kebutuhan dan tuntutan kurikulum, serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
3. Pembelajaran SALINGTEMAS
Model pembelajaran adalah sebuah rencana atau pola yang mengorganisasi pembelajaran dalam kelas dan menunjukkan cara penggunaan materi pembelajaran(Handayanto, 2003:60). Model pembelajaran IPA terpadu diharapkan mampu mengkaitkan antara sains-lingkungan-teknologi-masyarakat(salingtemas). Oleh karena itu dalam menentukan tema dalam pembelajaran Ipa terpadu diharapkan bernuansa sains-lingkungan-teknologi-masyarakat.
Pendekatan salingtemas yang didalam bahasa inggris disebut”Science, Environment, Technology, and society” disingkat SETS merupakan suatu pendekatan yang melibatkan unsur sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat (Iskandar, 2006:56). Pembelajaran dengan strategi saling temas merupakan perpaduan dari strategi pembelajaran STS(Science, Technology, and society) dan EE(Environmental Education). Dalam pembelajaran saling temas siswa dikondisikan agar mau dan mampu menerapkan prinsip sains untuk menghasilkan karya teknologi diikuti dengan pemikiranuntuk mengurangi/mencegah kemungkinan dampak negatif yang mungkin timbul dari munculnya produk teknologi terhadap lingkungan dan masyarakat.
Pendekatan salingtemas harus memberikan kepada siswa pengetahuan yang sesuai dengan tingkat pendidikannya. Isi pendidikan saling temas diberikan sesuai dengan hasil pendidikan yang ditargetkan. Hubungan yang tepat antara salingtemas dalam pembahasannya adalah keterkaitan antara topik dengan kehidupan sehari-hari. Hal ini berarti bahwa bahasan yang berkaitan dengan kehidupan siswa harus lebih diutamakan.
Sasaran pengajaran salingtemas adalah cara membuat siswa agar dapat melakukan penyelidikan untuk mendapatkan pengetahuan yang berkaitan dengan sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat yang berkaitan (Wulandari, 2006:16). Dengan kata lain, siswa dibawa pada suasana yang dekat dengan kehidupan nyata siswa sehingga diharapkan siswa dapat mengembangkan pengetahuan yang telah mereka miliki untuk dapat menyelesaikan masalah-masalah yang diperkirakan akan timbul disekitar kehidupannya.
Untuk memahami pendekatan salingtemas maka diperlukan pemahaman terhadap unsur-unsur yang terdapat dalam pembelajaran yang saling terintegrasi yaitu:
a. Pendekatan STM (Sains, Teknologi, Masyarakat)
Pembelajaran dengan pendekatan STM adalah suatu pendekatan yang mencakup seluruh aspek pendidikan yaitu tujuan, topik/ masalah yang akan dieksplorasi, strategi pembelajaran, evaluasi, dan persiapan kinerja/ guru. Pendekatan ini melibatkan siswa dalam menentukan tujuan, prosedur pelaksanaan, pencarian informasi, dan evaluasi. Pendekatan STM memiliki karakteristik sebagai berikut. (1) identifikasi masalah(oleh siswa) di dalam masyarakat yang memiliki dampak negatif; (2) mempergunakan masalah yang ada di dalam masyarakat yang ditemukan siswa yang ada hubungannya dengan ilmu pengetahuan alam sebagai wahana untuk menyampaikan pokok bahasan; (3) menggunakan sumber daya yang terdapat dalam masyarakat baik materi maupun manusia sebagai nara sumber untuk informasi ilmiah maupun informasi teknologi yang dapat diterapkan dalam pemecahan masalah nyata dari kehidupan sehari-hari; (4) Meningkatkan kesadaran siswa akan dampak ilmu engetahuan alam dan teknologi;(5) mengikutsertakan siswa untuk mencari informasi ilmiah maupun informasi teknologi yang dapat diterapkan dalam pemecahan masalah nyata yang diangkat dari kehidupan sehari-hari. Iskandar dalam Wulandari (2006: 18)
Pembelajaran STM memiliki beberapa kelebihan yaitu:
(a) Dapat membantu siswa mengembangkan keterampilan intelektualnya dalam berpikir logis dan memecahkan masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari,
(b) Dapat membantu siswa mengenal dan memahami sains dan teknologi serta besarnya perana sains dan teknologi dalam meningkatkan kualitas hidup dalam masyarakat,
(c) Dapat membantu siswa memperoleh prinsip-prinsip sains dan teknologi yang diperkirakan akan dijumpainya dalam kehidupan kelak,
(d) Siswa lebih bebas berkreativitas selama proses pembelajaran berlangsung.
b. Pembelajaran Sains, Teknologi, dan Literasi (STL)
Literasi berasal dari kata literacy yang berarti ”melek huruf” atau gerakan pemberantasan buta huruf. STL merupakan kemampuan mengenal hasil teknologi besera dampaknya, kemampuan menggunakan produk teknologi dan memeliharanya, kemampuan menyelesaikan masalah dengan konsep sains, kemampuan membuat hasil rekayasa teknologi yang disederhanakan, serta kemampuan menganalisis fenomena kejadian berdasarkan konsep IPA (Nurkhotiah, 2004:1).
Tujuan dari pendidikan salingtemas adalah untuk menghasilkan individu- individu yang memiliki literasi Sains dan Teknologi. (Yager, 1996:8-9; 1993:4-5 dalam zaini, 1997:20) mengemukakan ciri-ciri individu yang memiliki literasi sains dan teknlogi adalah sebagai berikut.
(1) Menggunakan konsep-konsep sains dan teknologi untuk merefleksikan nilai- nilai etika dalam pemecahan masalah dan merespon keputusan- keputuan dalam kehidupan termasuk kegiatan sehari-hari.
(2) Berpartisipasi dalam sains dan teknologi untuk kebahagiaan dan kesejahteraan hidup.
(3) Memiliki nilai- nilai penelitian ilmiah dan teknik-teknik pemecahan masalah
(4) Mampu membedakan bukti- bukti sains dan teknologi dengan opini individual serta antara informasi yang layak dipercaya dan kurang dipercaya.
(5) Memiliki keterbukaan terhadap bukti-bukti baru dan pengetahuan teknologi/ilmiah yang bukan coba-coba.
(6) Mengenali sains dan teknologi sebagai hasil usaha manusia
(7) Memberikan tekanan kepada manfaat perkembangan sains dan teknlogi
(8) Mengenali kekuatan-kekuatan dan keterbatasan- keterbatasan sains dan teknologiuntuk melanjutkan kesejahteraan manusia
(9) Mampu menganalisis interaksi antara sains, teknologi, dan masyarakat.
Pendekatan salingtemas mengintegrasikan CTL di dalamnya, dengan pendektan ini siswa diharapkan akan menjadi ”melek sains” dan mempunyai jiwa literan dimana mengambil sains dan teknologi tidak sebagai perangkat konsep tapi bagaimana mampu mengintegrasikan dan menganalisis keterkaitan antara sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat, selain itu siswa belajar dengan berbagai sumber dan memanfaatkan teknologi, lingkungan sebagai sumber belajar, serta mampu mengambil keputusan berdasarkan nilai yang bertanggung jawab.
c. Pembelajaran Lingkungan
Pembelajaran dengan pendekatan lingkungan merupakan pembelajaran yang mengintegasikan unsur lingkungan dalam materi pembelajaran yang bertujuan untuk membentuk siswa dari berbagai perilaku siswa yang mengarah pada perusakan lingkungan menuju perilaku yang sadar terhadap lingkungan dan tanggap terhadap perubahan yang terjadi di lingkungan.
Pendidikan lingkungan membentuk siswa menjadi sadar terhadap lingkungan. Kesadaran lingkungan memiliki makna kognitif dan afektif. Sadar lingkungan memiliki beberapa arti: (1) tahu dan mengekspresikan dampak perilaku terhadap lingkungan; (2) tahu dan mampu mengekspresikan tentang berbagai penyelesaian; (3) memahami perlunya langkah penelitian sebagai bekal pengambilan keputusan; (4) memahami pentingnya kerja sama dalam menyelesaikan masalah lingkungan(Mastur, 2004:1).
Berdasarkan pengamatan, pendidikan lingkungan di berbagai jenjang masih bersifat ilmu pengetahuan, para siswa memperoleh berbagai informasi lingkungan, tetapi tampaknya siswa belum mengetahui cara bertindak untuk lingkungan sesuai dengan kapasitasnya. Pendidikan lingkungan belum mampu mendorong minat, motivasi, dan keterampilan untuk bertindak. Dalam pembelajaran salingtemas yang mengintegrasikan lingkungan dengan materi pembelajaran memberikan alternatif membentuk siswa yang sadar terhadap lingkungan yang tidak hanya berupa informasi tentang kerusakan lingkungan dan unsur- unsur yang terdapat di dalam lingkungan.
4. Bahan Ajar IPA Terpadu berbasis salingtemas
Suatu proses pembelajaran akan lebih bermakna jika siswa sendiri yang aktif dalam mengkonstruksi pengetahuannya. Untuk mewujudkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran sangat diperlukan adanya kolaborasi antara bahan ajar dan model pembelajaran. Salah satunya adalah bahan ajar yang berbasis salingtemas. Bahan ajar IPA terpadu berbasis salingtemas merupakan bahan ajar yang di dalamnya membahas beberapa bidang kajian yang dipadukan karena masih memiliki keterkaitan dan dipadukan dengan satu tema/ topik tertentu dengan mengaitkan antara sains, lingkungan, teknologi dan masyarakat sebagai model pembelajarannya. Sumber belajar utama yang dapat digunakan dalam pembelajaran IPA Terpadu dapat berbentuk teks tertulis seperti buku, majalah, brosur, surat kabar, poster dan informasi lepas, atau berupa lingkungan sekitar seperti: lingkungan alam, lingkungan sosial dalam kehidupan sehari-hari.
Pengembangan bahan ajar IPA terpadu berbasis salingtemas ini diawali dengan mempelajari standar kompetensi yang dipadukan, dilanjutkan dengan mempelajari kompetensi dasar. Berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar tersebut, kemudian dijabarkan menjadi beberapa indikator belajar, setelah itu menentukan tema yaitu energi kalor dalam kehidupan . Dari tema tersebut, kemudian disusun isi materi pembelajaran. Materi pembelajaran tersebut disusun dengan mengaitkan antara sains, lingkungan, teknologi dan masyarakat sebagai model pembelajarannya .
. Bahan ajar IPA terpadu berbasis salingtemas yang disusun memiliki tema energi kalor dalam kehidupan. Dalam bahan ajar IPA dengan tema energi kalor dalam kehidupan merupakan gabungan dari 2 bidang kajian IPA yaitu budang kajian energi dan perubahannya dan bidang kajian materi dan sifatnya. Pada bidang kajian energi dan perubahannya tepatnya pada standar kompetensi : 3 memahami wujud zat dan perubahannya dengan kompetensi dasar: 3.4 mendeskripsikan peran kalor dalam mengubah wujud zat dan suhu suatu benda serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Pada bidang kajian materi dan sifatnya tepatnya pada standar kompetensi: 4 memahami berbagai sifat dalam perubahan fisika dan kimia dengan kompetensi dasar kompetensi dasar: 4.4 mengidentifikasi terjadinya reaksi kimia melalui percobaan sederhana.
Setiap bahan ajar diharapkan memenuhi standar-standar tertentu yang ditetapkan berdasarkan kebutuhan (siswa dan guru), perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta tuntutan kurikulum. Standar yang dimaksud dalam pedoman penilaian ini meliputi persyaratan, karakteristik, dan kompetensi minimum yang harus terkandung di dalam suatu bahan ajar. Standar penilaian dirumuskan dengan melihat tiga aspek utama, yaitu materi, penyajian, dan bahasa/keterbacaan.
1. Aspek Materi
Standar yang berkaitan dengan aspek materi yang harus ada dalam setiap buku pelajaran sains adalah sebagai berikut.
(1) Kelengkapan materi.
(2) Keakuratan materi.
(3) Kegiatan yang mendukung materi.
(4) Kemutakhiran materi.
(5) Upaya meningkatkan kompetensi sains siswa.
(6) Pengorganisasian materi mengikuti sistematika keilmuan.
(7) Kegiatan pembelajaran mengembangkan keterampilan dan kemampuan berpikir.
(8) Materi merangsang siswa untuk melakukan inquiry.
(9) Penggunaan notasi, simbol dan satuan.
2. Aspek Penyajian
Standar yang berkaitan dengan aspek penyajian yang harus ada dalam setiap buku pelajaran sains adalah sebagai berikut.
(1) Organisasi penyajian umum.
(2) Organisasi penyajian per bab.
(3) Materi disajikan dengan mempertimbangkan kebermaknaan dan kebermanfaatan.
(4) Melibatkan siswa secara aktif.
(5) Mengembangkan proses pembentukan pengetahuan.
(6) Tampilan umum menarik.
(7) Variasi dalam cara penyampaian informasi.
(8) Meningkatkan kualitas pembelajaran.
(9) Anatomi buku pelajaran sains.
(10) Memperhatikan kode etik dan hak cipta.
(11) Memperhatikan kesetaraan gender dan kepedulian terhadap lingkungan.
3. Aspek Bahasa/Keterbacaan
Standar yang berkaitan dengan aspek bahasa/keterbacaan yang harus ada dalam setiap buku pelajaran sains adalah sebagai berikut:
(1) Bahasa Indonesia yang baik dan benar.
(2) Peristilahan.
(3) Kejelasan bahasa.
(4) Kesesuaian bahasa.
BAB III
METODE PENGEMBANGAN
A. Rancangan Pengembangan
Pengembangan ini dirancang untuk memperoleh suatu produk. Produk yang dimaksud adalah bahan ajar IPA terpadu dengan tema energi kalor dalam kehidupan untuk SMP kelasVII semester I. Pengembangan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan model Suhartono. Langkah-langkah model suhartono (dalam Rosyidah, 2002: 29)terdiri dari 4 tahap, yaitu:
1. Tahap Analisis situasi awal.
2. Tahap pengembangan rancangan bahan ajar.
3. Tahap penulisan bahan ajar.
4. Tahap penilaian Bahan Ajar.
Dengan berpedoman pada langkah-langkah di atas, pengembang mencoba mengembangkan bahan ajar IPa terpadu kelas VII semester I tema energi kalor dalam kehidupan yang mengacu pada KTSP. Untuk lebih jelasnya, langkah-langkah pengembangan bahan ajar digambarkan seperti pada bagan 3.1
Bagan 3.1. Langkah-langkah pengembangan bahan ajar
B. Prosedur Penngembangan
Prosedur pengembangan yang digunakan dalam melaksanakan penelitian ini menyesuaikan dengan langkah-langkah pengembangan bahan ajar adalah sebagai berikut.
1. Tahap analisis situasi awal
Pada tahap ini, pengembang melakukan kajian kurikulum . Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengetahui kurikulum terbaru yang telah diberlakukan oleh pemerintah. Berdasarkan melakukan kajian kurikulum, kurikulum yang diberlakukan oleh pemerintah saat ini adalah KTSP.
2. Tahap pengembangan rancangan bahan ajar
Kegiatan pengembangan yang dilakukan pada tahap ini adalah:
a. Menetapkan bidang kajian yang akan dipadukan.
Pada saat menetapkan beberapa bidang kajian yang akan dipadukan sebaiknya sudah disertai alasan yang berkaitan dengan pencapaian standar kompetensi dan kompetensi dasar oleh siswa.
Bidang kajian yang dipadukan adalah bidang kajian energi dan perubahannya dengan bidang kajian materi dan sifatnya. Kedua bidang kajian tersebut digabungkan karena memiliki kompetensi dasar yang berkaitan.
b. Mempelajari SK dan KD bidang kajian.
Kegiatan ini untuk memetakan semua standar kompetensi dan kompetensi dasar bidang kajian IPA per kelas yang dapat dipadukan. Tujuannya adalah untuk memperoleh gambaran secara menyeluruh dan utuh. Standar kompetensi dan kompetensi dasar yang dipadukan dapat dilihat pada tabel 3.1 berikut.
Tabel 3.1 SK dan KD bidang kajian
Energi dan Perubahannya
|
Materi dan Sifatnya
|
STANDAR KOMPETENSI: 3
Memahami wujud zat dan perubahannya
Kompetensi Dasar: 3.4
Mendeskripsikan peran kalor dalam mengubah wujud zat dan suhu suatu benda serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
|
STANDAR KOMPETENSI: 4
Memahami berbagai sifat dalam perubahan fisika dan kimia
Kompetensi Dasar: 4.4
Mengidentifikasi terjadinya reaksi kimia melalui percobaansederhana sederhana.
|
c. Memilih/menetapkan tema pemersatu.
Tema yang dipilih harus relevan dengan kompetensi dasar yang telah dipetakan. Dengan demikian, dalam satu mata pelajaran IPA pada satu tingkatan kelas terdapat beberapa topik yang akan dibahas. Berdasarkan bidang kajian, standar kompetensi, dan kompetensi dasar yang dipadukan maka tema yang sesuai dalam bahan ajar yang akan disusun adalah tema energi kalor dalam kehidupan.
d. Membuat matrik/bagan hubungan KD dan tema/topik pemersatu.
Kegiatan ini bertujuan untuk menunjukkan kaitan antara tema/topic dengan kompetensi dasar yang dapat dipadukan. Hubungan kompetensi dasar dengan tema pemersatu dapat dilihat pada bagan 3.2 berikut.
Bagan 3.2 hubungan KD dan tema pemersatu
e. Pengembangan isi pembelajaran.
Isi pembelajaran disusun berdasarkan penentuan kompetensi dasar yang harus dicapai siswa. Pembelajaran diawali dengan memberikan permasalahan sehari-hari ke siswa. Selanjutnya siswa diberikan pertanyaan menggiring untuk didiskusikan bersama temannya sehingga ditemukan suatu konsep. Kegiatan dalam tahap ini adalah mengembangkan kompetensi dasar yang kemudian dijabarkan ke dalam indikator. Indikator yang telah disusun dijadikan acuan dalam mengembangkan isi pembelajaran. Indikator-indikator tersebut adalah:
(a) Menjelaskan pengertian kalor.
(b) Mendeskripsikan hubungan kalor terhadap massa zat, kalor jenis zat dan perubahan suhu melalui percobaan sederhana.
(c) Menjelaskan pengaruh kalor terhadap perubahan suhu benda.
(d) Menjelaskan pengaruh kalor terhadap perubahan wujud zat.
(e) Menjelaskan faktor-faktor yang dapat mempercepat penguapan.
(f) Menyelidiki Kalor yang dibutuhkan pada saat mendidih dan melebur.
(g) Menerapkan hubungan untuk memecahakan masalah sederhana.
(h) Membedakan peristiwa perpindahan kalor dan aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari.
(i) Menjelaskan terjadinya reaksi kimia.
(j) Membedakan terjadinya reaksi kimia berdasarkan:
i. Terjadinya perubahan suhu.
ii. Terjadinya perubahan warna.
iii. Terbentuk endapan
iv. Terbentuk gas
3. Tahap penulisan bahan ajar.
Bahan ajar yang dikembangkan adalah bahan ajar IPA terpadu dengan tema energi kalor dalam kehidupan untuk SMP kelas VII semester I. Bagian-bagian yang ditulis/ disusun dalam bahan ajar adalah sebagai berikut.
(a) halaman muka (cover)
(b) Kata pengantar
(c) Daftar isi
(d) Daftar gambar
(e) Daftar tabel dan gambar
(f) SK, KD, dan indikator
(g) Peta konsep
(h) Materi pembelajaran
Terdiri dari: materi, rangkuman, contoh soal, LKS, soal evaluasi, daftar pustaka.
(i) Daftar Pustaka
4. Tahap penilaian bahan ajar.
Bahan ajar yang telah dikembangkan selanjutnya akan dinilai oleh beberapa ahli sehingga dapat diketahui apakah bahan ajar tersebut layak dipakai seiring pemberlakuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan(KTSP). Kagiatan penilaian ini dilakukan oleh tim penilai(evaluator). Terkait dengan hal tersebut, kegiatan ini dilakukan oleh 3 pakar yang berkompeten dalam bidangnya untuk menilai bahan ajar yang dihasilkan.
Sebelum diujicobakan dilapangan produk diperlukan evaluasi “uji coba di atas meja” (desk try out atau desk evaluation). Uji coba di atas meja ini dikenal dengan istilah validasi isi. Validasi ini dilakukan oleh para ahli yang kompeten dalam materi yang dikembangkan dan model pembelajaran yang digunakan. Validasi ini sangat penting untuk menilai kelayakan produk yang dikembangkan.
5. Revisi
Hasil yang diperoleh dari kegiatan penilaian bahan ajar digunakan sebagai acuan untuk melakukan revisi terhadap bahab ajar yang telah dibuat sebelumnya.
6. Produk akhir pengembangan.
Berdasarkan hasil dari revisi-revisi bahan ajar tersebut terutama pada revisi yang terakhir, selanjutnya disusun bahan ajar yang sistematis dan dapat digunakan sebagai panduan belajar IPA terpadu.
C. Validasi Produk Pengembangan
1. Desain Validasi
Validasi adalah kegiatan untuk mengetahui valid tidaknya suatu bahan ajar dengan kriteria-kriteria tertentu. Validasi yang dilakukan adalah validasi isi (content) bukan validasi empirik/tidak diujicobakan ke lapangan karena keterbatasan waktu. Validasi dilakukan dengan menyerahkan angket ke sejumlah Evaluator.
2. Subjek Evaluator
Subjek validasi adalah 1 orang Dosen Fisika FMIPA UM dan 2 orang guru IPA SMP/MTs yang telah berpengalaman dalam mengajar pelajaran IPA.
Adapun kriteria masing-masing validator adalah:
a. Dosen validator
1) Dosen jurusan fisika.
2) Memiliki keahlian dan pengalaman dalam penulisan bahan ajar.
3) Telah menempuh jenjang pendidikan S-2 pada program studi fisika atau pendidikan fisika.
b. Guru IPA validator
1) Guru IPA yang sudah berpengalaman mengajar materi IPA kelas VII.
2) Pendidikan minimal S-I untuk program studi pendidikan fisika atau pendidikan kimia.
c. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data
Beberapa macam teknik pengumpulan data yaitu:
(1) Tes
Tes merupakan serentetan pertanyaan yang digunakan untuk mrngukur keterampilan, pengetahuan, intelegensi, kemampuan yang dimiliki individu.
(2) Kuesioner
Angket atau kuesioner merupakan suatu teknik pengumpulan data secara tidak langsung (peneliti tidak langsung bertanya jawab dengan responden). Instrumen atau alat pengumpulan datanya juga disebut angket berisi sejumlah pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab atau direspon oleh responden. Responden mempunyai kebebasan untuk memberikan jawaban atau respon sesuai dengan presepsinya.
(3) Wawancara
Wawancara disebut juga lisan ,yaitu suatu dialog yang dilakukan oleh pewawancara(interviewer)untuk memperoleh dari responden.
(4) Pengamatan
Pengamatan dalam istilah sederhana adalah proses peneliti dalam melihat situasi penelitian.
(5) Dokumentasi
Dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data dengan menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen,baik dokumen tertulis,gambar maupun elektronik. Dokumen yang telah diperoleh kemudian dianalisis (diurai), dibandingkan dan dipadukan (sintesis) membentuk satu hasil kajian yang sistematis, padu dan utuh. Jadi studi dokumenter tidak sekedar mengumpulkan dan menuliskan atau melaporkan dalam bentuk kutipan-kutipan tentang sejumlah dokumuen yang dilaporkan dalam penelitian adalah hasil analisis terhadap dokumen-dokumen tersebut.
Dari beberapa teknik pengumpulan data di atas, proses pengembangan bahan ajar ini menggunakan teknik kuesioner dengan instrumen berupa angket. Angket merupakan sejumlah pertanyaan yang tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan pribadinya atau hal-hal yang diketahuinya (Arikunto, 2002:139). Angket yang digunakan terdiri dari dua bagian yaitu bagian I berupa angket penilaian dan bagian II berupa lembar saran dan komentar dari validator. Aspek-aspek yang terdapat dalam angket penilaian adalah halaman muka, kata pengantar, daftar isi/daftar tabel/daftar gambar, ,standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator peta konsep, bentuk bahan ajar, materi, lembar kegiatan siswa, ilustrasi/gambar, rangkuman, evaluasi, kunci jawaban, dan daftar pustaka. Lembaran angket diserahkan kepada evaluator untuk memberikan penilaian terhadap bahan ajar. Hasil penilaian tersebut kemudian dianalisis dengan menggunakan teknik analisis data yang ditentukan.
Data dalam penelitian ini adalah hasil penilaian oleh tim penilai pada angket yang telah disediakan. Jenis data yang diperoleh adalah data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif berupa nilai rata-rata dari angket. Data ini berupa angka-angka yaitu, 4, 3, 2, 1. Angka-angka tersebut kemudian dikuantitatifkan sehingga dapat disimpulkan tingkat kevalidan modul. Sedangkan data kualitatif berupa saran, kritik, dan tanggapan dari validator. Jawaban angket menggunakan skala Likert dengan kategori pilihan sebagai berikut:
a. Angka 4 berarti sangat baik/sangat menarik/sangat mudah/sangat jelas/sangat tepat
b. Angka 3 berarti baik/valid/menarik/mudah/jelas/tepat
c. Angka 2 berarti kurang baik/kurang menarik/kurang mudah/kurang jelas/kurang tepat.
Angka 1 berarti sangat kurang baik/sangat kurang menarik/sangat kurang mudah/sangat kurang jelas/sangat kurang tepat.
d. Teknik Analisis Data
|
Keterangan: = Nilai rata-rata
Jumlah skor jawaban penilaian
n = Jumlah validator
Untuk memperkuat data hasil validasi, dikembangkan jenjang kualifikasi kriteria validitas. Penentuan ini berdasarkan pendapat Arikunto (1997:151) yang menyatakan bahwa:
“Bila suatu angket terdiri dari 3 aspek dengan 10 pertanyaan pada setiap aspek, maka seluruh aspek tersebut berisi 30 butir pertanyaan. Jika skor nilai pada tiap butir minimal adalah 1 dan maksimal adalah 3, maka akan diperoleh skor untuk tiap subyek serendah-rendahnya 30 dan setinggi-tingginya 90”.
Pada penelitian ini, skala penilaian yang digunakan adalah 1 sampai 4, dimana 1 sebagai skor terendah dan 4 sebagai skor tertinggi. Penentuan rentang dapat diketahui melalui rentang skor tertinggi dikurangi skor terendah dibagi dengan skor tertinggi.Berdasarkan penentuan rentang tersebut diperoleh rentang 0,75. Adapun kriteria validitas analisis rata-rata yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 3.1 berikut.
Tabel 3.1 Kriteria Validitas Analisis Nilai Rata-rata
Rata-rata
|
Kriteria Validasi
|
3,26 – 4,00 Valid/tidak revisi
2,51 – 3,25 Cukup valid/tidak revisi
1,76 – 2,50 Kurang valid/revisi sebagian
1,00 – 1,75 Tidak valid/revisi total
|
Valid/tidak revisi
Cukup valid/tidak revisi
Kurang valid/revisi sebagian
Tidak valid/revisi total
|
(Diadaptasi dari Arikunto, 1997)
SENIN, 2008 JUNI 16
KETERAMPILAN PROSES
Keterampilan proses adalah keterampilan yang diperoleh dari latihan kemampuan-kemampuan mental, fisik dan sosial yang mendasar sebagai penggerak kemampuan-kemampuan yang lebih tinggi. Kemampuan-kemampuan mendasar yang telah dikembangkan dan telah terlatih lama-kelamaan akan menjadi suatu keterampilan, sedangkan pendekatan keterampilan proses adalah cara memandang anak didik sebagai manusia seutuhnya. Cara memandang ini dijabarkan dalam kegiatan belajar mengajar memperhatikan pengembangan pengetahuan, sikap, nilai serta keterampilan. Ketiga unsur itu menyatu dalam satu individu dan terampil dalam bentuk kreativitas.
Tujuan pengajaran sains sebagai proses adalah untuk meningkatkan keterampilan berpikir siswa, sehingga siswa bukan hanya mampu dan terampil dalam bidang psikomotorik, melainkan juga bukan sekedar ahli menghafal. Berdasarkan penjelasan di atas pada keterampilan proses, guru tidak mengharapkan setiap siswa akan menjadi ilmuan, melainkan dapat mengemukakan ide bahwa memahami sains sebagian bergantung pada kemampuan memandang dan bergaul dengan alam menurut cara-cara seperti yang diperbuat oleh ilmuan.
Dalam pembelajaran IPA, Keterampilan-keterampilan proses sains adalah keterampilan-keterampilan yang dipelajari siswa saat mereka melakukan inkuiri ilmiah (Nur:2002a,1), mereka menggunakan berbagai macam keterampilan proses, bukan hanya satu metode ilmiah tunggal. Keterampilan-keterampilan proses tersebut adalah pengamatan, pengklasifikasian, penginferensian, peramalan, pengkomunikasian, pengukuran, penggunaan bilangan, pengintepretasian data, melakukan eksperimen, pengontrolan variabel, perumusan hipotesis, pendefinisian secara operasional, dan perumusan model (Nur:2002a,1).
Selain itu melalui proses belajar mengajar dengan pendekatan keterampilan proses dilakukan dengan keyakinan bahwa sains adalah alat yang potensial untuk membantu mengembangkan kepribadian siswa, dimana kepribadian siswa yang berkembang ini merupakan prasyarat untuk melanjutkan kejalur profesi apapun yang diminatinya.
Dalam menerapkan keterampilan proses dasar sains dalam kegiatan belajar mengajar, ada dua alasan yang melandasinya yaitu:
a. bahwa dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi maka laju pertumbuhan produk-produk ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi pesat pula, sehingga tidak mungkin lagi guru mengajarkan semua fakta dan konsep kepada siswa. Jika guru tetap mengajarkan semua fakta dan konsep dari berbagai cabang ilmu, maka sudah jelas target itu tidak akan tercapai. Untuk itu siswa perlu dibekali dengan keterampilan untuk mencari dan mengolah informasi dari berbagai sumber, dan tidak semata-mata dari guru.
b. bahwa sains itu dipandang dari dua dimensi, yaitu dimensi produk dan dimensi proses. Dengan melihat alasan ini betapa pentingnya keterampilan proses bagi siswa untuk mendapatkan ilmu yang akan berguna bagi siswa dimasa yang akan datang, sehingga bangsa kita akan dapat sejajar dengan bangsa yang maju lainnya.
Bagi siswa, beberapa keterampilan proses dasar dimulai dengan keterampilan proses yang sederhana yaitu observasi atau pengamatan, perumusan masalah atau pertanyaan dan perumusan hipotesis.
Untuk memperjelas keterampilan-keterampilan proses sains di atas maka dibawah ini akan dijelaskan secara singkat yaitu:
1) Pengamatan adalah penggunaan indera-indera anda. Mengamati dengan penglihatanm pendengaran, pengecapan, perabaan, dan pembauan..
2) Perumusan Hipotesis adalah perumusan dugaan yang masuk akal yang dapat diuji tentang bagaimana atau mengapa sesuatu terjadi. (Nur:2002a,4).
dari:
http://anwarholil.blogspot.com/2008/04/keterampilan-proses.html
Tujuan pengajaran sains sebagai proses adalah untuk meningkatkan keterampilan berpikir siswa, sehingga siswa bukan hanya mampu dan terampil dalam bidang psikomotorik, melainkan juga bukan sekedar ahli menghafal. Berdasarkan penjelasan di atas pada keterampilan proses, guru tidak mengharapkan setiap siswa akan menjadi ilmuan, melainkan dapat mengemukakan ide bahwa memahami sains sebagian bergantung pada kemampuan memandang dan bergaul dengan alam menurut cara-cara seperti yang diperbuat oleh ilmuan.
Dalam pembelajaran IPA, Keterampilan-keterampilan proses sains adalah keterampilan-keterampilan yang dipelajari siswa saat mereka melakukan inkuiri ilmiah (Nur:2002a,1), mereka menggunakan berbagai macam keterampilan proses, bukan hanya satu metode ilmiah tunggal. Keterampilan-keterampilan proses tersebut adalah pengamatan, pengklasifikasian, penginferensian, peramalan, pengkomunikasian, pengukuran, penggunaan bilangan, pengintepretasian data, melakukan eksperimen, pengontrolan variabel, perumusan hipotesis, pendefinisian secara operasional, dan perumusan model (Nur:2002a,1).
Selain itu melalui proses belajar mengajar dengan pendekatan keterampilan proses dilakukan dengan keyakinan bahwa sains adalah alat yang potensial untuk membantu mengembangkan kepribadian siswa, dimana kepribadian siswa yang berkembang ini merupakan prasyarat untuk melanjutkan kejalur profesi apapun yang diminatinya.
Dalam menerapkan keterampilan proses dasar sains dalam kegiatan belajar mengajar, ada dua alasan yang melandasinya yaitu:
a. bahwa dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi maka laju pertumbuhan produk-produk ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi pesat pula, sehingga tidak mungkin lagi guru mengajarkan semua fakta dan konsep kepada siswa. Jika guru tetap mengajarkan semua fakta dan konsep dari berbagai cabang ilmu, maka sudah jelas target itu tidak akan tercapai. Untuk itu siswa perlu dibekali dengan keterampilan untuk mencari dan mengolah informasi dari berbagai sumber, dan tidak semata-mata dari guru.
b. bahwa sains itu dipandang dari dua dimensi, yaitu dimensi produk dan dimensi proses. Dengan melihat alasan ini betapa pentingnya keterampilan proses bagi siswa untuk mendapatkan ilmu yang akan berguna bagi siswa dimasa yang akan datang, sehingga bangsa kita akan dapat sejajar dengan bangsa yang maju lainnya.
Bagi siswa, beberapa keterampilan proses dasar dimulai dengan keterampilan proses yang sederhana yaitu observasi atau pengamatan, perumusan masalah atau pertanyaan dan perumusan hipotesis.
Untuk memperjelas keterampilan-keterampilan proses sains di atas maka dibawah ini akan dijelaskan secara singkat yaitu:
1) Pengamatan adalah penggunaan indera-indera anda. Mengamati dengan penglihatanm pendengaran, pengecapan, perabaan, dan pembauan..
2) Perumusan Hipotesis adalah perumusan dugaan yang masuk akal yang dapat diuji tentang bagaimana atau mengapa sesuatu terjadi. (Nur:2002a,4).
dari:
http://anwarholil.blogspot.com/2008/04/keterampilan-proses.html
pendekatan discovery,inquiry dan STS dalam pembelajaran fisika
oleh :SURYO
Teori belajar yang telah kita bahas meliputi teori Ausubel, Bruner, Gagne, dan teori Piaget. Ke-4 teori tersebut masing-masing memiliki kekhususan, teori Ausubel, misalnya menekankan pada belajar bermakna. Pada belajar bermakna siswa dapat mengasimilasi pada belajar bermakna secara penerimaan, materi pelajaran disajikan dalam bentuk final, sedangkan pada belajar bermakna secara penemuan, siswa diharapkan dapat menemukan sendiri informasi konsep atau dari materi pelajaran yang disampaikan. Belajar bermakna dapat terjadi jika siswa mampu mengkaitkan materi pelajaran baru dengan struktur kognitif yang sudah ada. Struktur kognitif tersebut dapat berupa fakta-fakta, konsep-konsep maupun generalisasi yang telah diperoleh atau bahkan dipahami sebelumnya oleh siswa.
Bruner memandang manusia sebagai pemproses, pemikir, dan pencipta informasi. Menurut Bruner, inti belajar adalah cara-cara bagaimana manusia memilih, mempertahankan, mentransformasikan informasi secara aktif. Masih menurut Bruner, di dalam orang yang belajar, hal-hal yang memiliki kesamaan atau kemiripan dihubungkan menjadi struktur yang memberikan arti pada hal-hal yang dipelajari. Sebagaimana Piaget dalam pendidikan, Bruner juga menyarankan pendekatan child centered approach yang dihubungakan dengan belajar penemuan (discovery learning).
Robert Gagne membagi tipe belajar ke dalam 8 jenis yang paling rendah tingkatannya, yaitu belajar isyarat (signal learning) sampai ke yang paling tinggi yaitu pemecahan masalah (probem solving). Secara lengkap tipe-tipe belajar adalah probem solving, rule learning, concept learning, discrimination learning, verbal learning, chaining, stimulus-response learning dan signal learning.
Dalam menjelaskan proses belajar, Piaget menggunakan 3 istilah yang sering digunakan pada Biologi (hal ini sesuai dengan latar belakang akademiknya), yaitu asimilasi, akomodasi, dan ekuilibrasi. Akomodasi merupakan anak untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan. Dalam hal ini lingkungan menuntut anak untuk melakukan sesuatu. Anak harus mengubah dirinya untuk melakukan hal itu, sebagai contoh, jika seorang anak menemukan sebuah benda yang menghalangi jalan bagi mainannya (mobil-mobilan misalnya), anak tersebut menemukan penyelesaian yang membuat dirinya dapat memudahkan benda yang menghalangi itu dan mainannya dapat berjalan lagi.
Asimilasi di lain pihak, adalah kemampuan anak mengubah untuk memenuhi apa yang ia imajinasikan. Anak memiliki ide apa yang ia inginkan dan memodifikasi lingkungan untuk mencapai hal tersebut. Ia mungkin melakukan modifikasi melalui aktifitas mental, misalnya seorang anak berumur 4 tahun menganggap sebatang sedotan minuman sebagai tongkat ajaib atau lempengan plastik dianggapnya sebagi pedang yang ampuh. Namun, dapat juga ia melakukannya dengan aktifitas fisik, misalnya seorang anak membuat rumah rumahan, sebuah arca atau sebuah candi dari pasir. Hal ini sering dihubungkan dengan ‘bermain’ (play), yang sangat disukai oleh anak-anak.
Memang antarasimilasi dan bermain terdapat hubungan yang sangat erat. Kita semua tahu bahwa anak suka bermain dan asimilasi menjelaskan mekanisme psikologis mengenai hal itu. Dalam bermain anak-anak mentransformasikan objek-objek untuk memenuhi imajinasi yang ada pada dirinya.
Secara mudah dapat dikatakan bahwa asimilasi melibatkan proses transformasi pengalaman di dalam pikiran, sedangkan akomodasi melibatkan proses penyesuaian pikiran terhadap pengalaman yang baru. Pada sembarang tahapan (stage) perkembangan, akomodasi atau asimilasi salah satu untuk sementara mendominasi dan baru kemudian digantikan oleh yang lain. Akhirnya suatu keseimbangan (equilibrium) akan diperoleh (untuk tahapan tertentu) melalui proses penyeimbangan atau ekuilibrasi (equilibration). Ekuilibrasi merupakan kemampuan anak untuk menyusun dan mengatur.
Pembelajaran Fisika
Fisika adalah bagian dari sains (IPA), pada hakikatnya adalah kumpulan pengetahuan, cara berpikir, dan penyelidikan. IPA sebagai kumpulan pengetahuan dapat berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, teori, dan model. IPA sebagai cara berpikir merupakan aktivitas yang berlangsung di dalam pikiran orang yang berkecimpung di dalamnya karena adanya rasa ingin tahu dan hasrat untuk memahami fenomena alam. IPA sebagai cara penyelidikan merupakan cara bagaimana informasi ilmiah diperoleh, diuji, dan divalidasikan.
Fisika dipandang sebagai suatu proses dan sekaligus produk sehingga dalam pembelajarannya harus mempertimbangkan strategi atau metode pembelajaran yang efektif dan efesien yaitu salah satunya melalui kegiatan praktik. Hal ini dikarenakan melalui kegiatan praktik, siswa melakukan olah pikir dan juga olah tangan.
Kegiatan praktik adalah percobaan yang ditampilkan guru dan atau siswa dalam bentuk demonstrasi maupun percobaan oleh siswa yang berlangsung di laboratorium atau tempat lain. Adapun jenis-jenis kegiatan praktik dikelompokkan menjadi 4, yaitu eksperimen standar, eksperimen penemuan, demonstrasi, dan proyek.
Kegiatan praktik dalam pembelajaran fisika mempunyai peran motivasi dalam belajar, memberi kesempatan pada siswa untuk mengembangkan sejumlah keterampilan, dan meningkatkan kualitas belajar siswa.
Macam-Macam Pendekatan dalam pembelajaran Fisika
Strategi atau teknik, metode dan pendekatan merupakan tiga hal yang berbeda meskipun penggunaannya sering bersama-sama dijumpai dalam pembelajaran. Pendekatan merupakan teori atau asumsi. Metode adalah pengembangan yang lebih konkret dari teori tersebut, berupa prosedur-prosedur berdasarkan teori tersebut di dalam berbagai bentuk kegiatan kelas.
Meskipun telah disebutkan bahwa “tidak ada satu pun pendekatan yang paling cocok untuk satu pelajaran”, tetapi karena pusat pelajaran fisika adalah eksperimen dan merupakan bagian tak terpisahkan dari pelajaran fisika itu sendiri maka melalui eksperimen siswa dapat memperoleh pengalaman langsung dengan gejala fisika yang dipelajari. Fisika sebagai ilmu yang memiliki karakteristik tersendiri dalam mempelajarinya tidak cukup hanya melalui minds-on, tetapi juga harus melalui hands-on, seperti layaknya ilmuwan ketika menjelajahi alam ini. Secara teoretis dan dengan prosedur-prosedur yang tepat kerja laboratoriumlah pendekatan yang tepat digunakan dalam pembelajaran fisika.
Macam-macam kerja laboratorium dapat dibedakan dalam deduktif atau verifikasi, induktif, keterampilan teknis, tanya jawab, dan keterampilan proses. Umumnya pendekatan-pendekatan tersebut dapat meningkatkan hal-hal sebagai berikut; sikap terhadap fisika, sikap ilmiah, penemuan ilmiah, pengembangan konsep, dan keterampilan-keterampilan teknis bagi siswa.
Pendekatan Keterampilan Proses
Cara berpikir dalam sains, fisika misalnya, adalah keterampilan-keterampilan proses. Keterampilan proses sains dibedakan dalam dua bagian besar, yaitu keterampilan dasar proses sains, dimulai dari observasi sampai dengan meramal, dan keterampilan terpadu proses sains, dari identifikasi variabel sampai dengan yang paling kompleks, yaitu eksperimen.
Keterampilan dasar proses sains adalah hal-hal yang dikerjakan ketika siswa mengerjakan sains, misalnya mengobservasi pengaruh suhu terhadap faktor redaman ayunan teredam.
Dalam keterampilan terpadu proses sains, siswa dipandu untuk melakukan eksperimen melalui penggunaan seluruh keterampilan-keterampilan proses yang siswa miliki.
Melalui eksperimen suatu pembelajaran fisika dikatakan utuh, sebab eksperimen di laboratorium merupakan bagian integral dari konsep, prinsip dan hukum fisika akan dipelajari.
Eksperimen dapat dikatakan sebagi dewa dalam pembelajaran fisika, tetapi harus diingat bahwa dalam pelaksanaannya memerlukan biaya dan tenaga yang besar sehingga sebagai guru fisika yang sukses harus betul-betul ahli dalam mendesain kegiatan eksperimen untuk siswanya. Namun demikian, hendaknya hal tersebut tidak menjadi momok bagi guru dalam mempersiapkan penggunaannya di kelas, akan tetapi justru menjadi tantangan bagi guru untuk mempersiapkan eksperimen sebaik-baiknya agar pembelajaran fisika betul-betul efektif.
Strategi Belajar-mengajar Menurut Pandangan Konstruktivisme
Pandangan konstruktivisme sangat menekankan pentingnya gagasan yang sudah ada pada diri siswa untuk dikembangkan dalam proses belajar-mengajar. Dengan demikian, pemahaman konsep sangat ditekankan. Belajar merupakan proses aktif dan kompleks dalam upaya memperoleh pengetahuan baru. Proses yang terjadi merupakan proses kognitif sebagai interaksi antara kegiatan persepsi, imajinasi, organisasi, dan elaborasi. Proses pengorganisasian dan elaborasi memungkinkan terbentuk hubungan antarkonsep. Hubungan antarkonsep dapat digambarkan sebagai peta konsep. Peta konsep dapat digunakan sebagai alat untuk mengetahui hasil belajar dan adanya miskonsepsi.
Miskonsepsi terjadi karena siswa masih menggunakan gagasan pribadinya dan pembelajaran belum dapat mengubah pemahaman siswa menjadi gagasan baru yang benar. Perubahan ini dapat berlangsung dengan mulus asalkan pada siswa ada perasaan tidak puas terhadap pemahaman yang salah, siswa mempunyai pengetahuan optimal tentang konsep yang benar, konsep yang benar dapat masuk akal dan mempunyai daya memprediksi serta daya eksplanasi.
Strategi pembelajaran dapat dikembangkan dan siklus pembelajaran dan siklus belajar. Hal ini untuk memungkinkan terjadi keselarasan antara pola pikir yang dituntut oleh guru dengan pola pikir siswa.
Pengorganisasian materi sajian juga penting karena dalam proses belajar-mengajar terjadi hubungan segitiga antara pembelajar, pengajar dan bahan ajar. Disarankan pengorganisasian materi subjek berorientasi pada kerangka pemecahan masalah.
Pendekatan Discovery dan Inquiry
Pendekatan discovery merupakan pendekatan mengajar yang memerlukan proses mental, seperti mengamati, mengukur, menggolongkan, menduga, men-jelaskan, dan mengambil kesimpulan.
Pada kegiatan discovery guru hanya memberikan masalah dan siswa disuruh memecahkan masalah melalui percobaan. Pada pendekatan inquiry, siswa mengajukan masalah sendiri sesuai dengan pengarahan guru. Keterampilan mental yang dituntut lebih tinggi dari discovery antara lain: merancang dan melakukan percobaan, mengumpulkan dan menganalisis data, dan mengambil kesimpulan.
Pendekatan inquiry adalah pendekatan mengajar di mana siswa merumuskan masalah, mendesain eksperimen, mengumpulkan dan menganalisis data sampai mengambil keputusan sendiri.
Pendekatan inquiry harus memenuhi empat kriteria ialah kejelasan, kesesuaian ketepatan dan kerumitannya. Setelah guru mengundang siswa untuk mengajukan masalah yang erat hubungannya dengan pokok bahasan yang akan diajarkan, siswa akan terlibat dalam kegiatan inquiry dengan melalui 5 fase ialah:
Fase 1 : Siswa menghadapi masalah yang dianggap oleh siswa memberikan tantangan untuk diteliti.
Fase 2 : Siswa melakukan pengumpulan data untuk menguji kondisi, sifat khusus dari objek teliti dan pengujian terhadap situasi masalah yang dihadapi.
Fase 3 : siswa mengumpulkan data untuk memisahkan variabel yang relevan, berhipotesis dan bereksperimen untuk menguji hipotesis sehingga diperoleh hubungan sebab akibat.
Fase 4 : merumuskan penemuan inquiry hingga diperoleh penjelasan, pernyataan, atau prinsip yang lebih formal.
Fase 5 : melakukan analisis terhadap proses inquiry, strategi yang dilakukan oleh guru maupun siswa. Analisis diperlukan untuk membantu siswa terarah pada mencari sebab akibat.
Fase 1 : Siswa menghadapi masalah yang dianggap oleh siswa memberikan tantangan untuk diteliti.
Fase 2 : Siswa melakukan pengumpulan data untuk menguji kondisi, sifat khusus dari objek teliti dan pengujian terhadap situasi masalah yang dihadapi.
Fase 3 : siswa mengumpulkan data untuk memisahkan variabel yang relevan, berhipotesis dan bereksperimen untuk menguji hipotesis sehingga diperoleh hubungan sebab akibat.
Fase 4 : merumuskan penemuan inquiry hingga diperoleh penjelasan, pernyataan, atau prinsip yang lebih formal.
Fase 5 : melakukan analisis terhadap proses inquiry, strategi yang dilakukan oleh guru maupun siswa. Analisis diperlukan untuk membantu siswa terarah pada mencari sebab akibat.
Fisika dan Lingkungan
Pada uraian di atas telah dikemukakan proses interaksi antara perkembangan sains dan teknologi serta implikasinya terhadap kehidupan. Interaksi antara sain, teknologi, dan lingkungan mengakibatkan berkembangnya pemikiran tentang proses belajar baik menyangkut tujuan dan teknik mengajar.
Melalui pendidikan fisika, siswa harus dilatih menghadapi masalah yang menyangkut kehidupan di masyarakat agar kemampuan intelektual dan keteram-pilannya dapat berkembang. Pendidikan sains/fisika dalam era globalisasi ini mengemban dua tujuan ialah, mengembangkan intelektual dan meningkatkan kesiapan untuk hidup bermasyarakat. Untuk maksud itu, proses belajar-mengajar fisika harus dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis, mensintesakan pengetahuan fisika dengan isu di masyarakat dan mengambil keputusan yang ilmiah, logis, dan dapat diterima masyarakat umum.
Pendekatan pendidikan fisika harus ditekankan pada pembentukan keseim-bangan antara:
Pendekatan pendidikan fisika harus ditekankan pada pembentukan keseim-bangan antara:
Karakteristik khusus fisika yang mencakup masalah pembentukan sikap dan sistem penyampaian informasi yang relevan dengan upaya pengembangan masyarakat, antara lain:
Dengan demikian, pendidikan fisika tidak hanya cukup dengan kegiatan inquiry, tetapi harus diintegrasikan dengan kemampuan untuk berbuat sesuatu secara ilmiah dan mentautkan sains dengan kehidupan di masyarakat.
Kecenderungan Pendidikan Fisika Berwawasan Lingkungan
Holman mengajukan suatu model pembelajaran fisika berwawasan ling-kungan. Menurut model Holman pembelajaran dimulai dari penjelasan keilmu-wannya (sains) kemudian aplikasi dan membahas peristiwa di alam sekitar.
Menurut model tersebut terdapat 4 fase yang harus dilalui dalam pem-belajaran, yaitu:
Fase 1. Mengundang siswa untuk mempelajar suatu masalah sains dan teknologi yang erat hubungannya dengan kehidupan masyarakat. Masalah dapat diajukan oleh siswa atau diberikan oleh guru atau hasil diskusi bersama.
Fase 2. Siswa sudah siap dengan peralatan yang diperlukan, mengumpulkan dan mengorganisasi data, melakukan percobaan. Melalui diskusi, dicoba memperoleh jawaban. Kemudian dapat terus melakukan percobaan lagi untuk mengukuhkan argumentasi atau melanjutkan penelaahan.
Fase 3. Siswa memberikan penjelasan dan solusi mengenai masalah yang dihadapi sesuai dengan hasil observasi dan membentuk pandangan baru terhadap konsep yang dipelajari.
Fase 4. Berupa kegiatan tindak lanjut untuk menerapkan hasil penemuan atau pengembangan lebih lanjut.
Fase 1. Mengundang siswa untuk mempelajar suatu masalah sains dan teknologi yang erat hubungannya dengan kehidupan masyarakat. Masalah dapat diajukan oleh siswa atau diberikan oleh guru atau hasil diskusi bersama.
Fase 2. Siswa sudah siap dengan peralatan yang diperlukan, mengumpulkan dan mengorganisasi data, melakukan percobaan. Melalui diskusi, dicoba memperoleh jawaban. Kemudian dapat terus melakukan percobaan lagi untuk mengukuhkan argumentasi atau melanjutkan penelaahan.
Fase 3. Siswa memberikan penjelasan dan solusi mengenai masalah yang dihadapi sesuai dengan hasil observasi dan membentuk pandangan baru terhadap konsep yang dipelajari.
Fase 4. Berupa kegiatan tindak lanjut untuk menerapkan hasil penemuan atau pengembangan lebih lanjut.
Aplikasi sains/fisika dalam kehidupan mengandung arti penerapan komponen teknologi. Berdasarkan pemikiran tersebut berkembanglah upaya untuk mengintegrasikan pendidikan sains dengan pendidikan teknologi. Pendidikan teknologi dapat mengandung arti pendidikan keterampilan untuk mengoperasikan produk teknologi, membuat alat-alat teknologi dan cara pemeliharaan peralatan teknik. Akan tetapi pendidikan teknologi dapat juga mengandung arti memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang pengaruh teknologi dalam kehidupan sehari-hari dan melatih memecahkan masalah yang rumit secara ilmiah dan juga dengan memperhatikan norma-norma yang ada di masyarakat.
Dengan demikian, melalui pendidikan sains/fisika siswa terlatih untuk menemukan dan memahami apa yang terjadi di alam sekitarnya, yakni pendekatan mengajar yang disebut pendekatan lingkungan. Dengan demikian, pada pen-dekatan lingkungan mengandalkan sarana alam sekitarnya sebagai laboratorium.
Teknik penyajian sebagai pendukung dalam kegiatan belajar-mengajar dengan menggunakan pendekatan lingkungan, antara lain:
Pendekatan STS
Di dalam kegiatan belajar ini, kita mengenal pengertian STS dan pengertian pendekatan STS. Pengertian STS memberi gambaran kepada kita bahwa sains/IPA dan teknologi mempunyai kaitan yang erat. Selain itu, keduanya juga mempunyai kaitan yang erat dengan respon masyarakat. Dengan pengertian bahwa adanya suatu perubahan teknologi akan dapat menyebabkan perubahan sosial, begitu pula sebaliknya. Hal ini berarti ada jaringan hubungan antara sains, teknologi dan sistem-sistem sosial yang saling pengaruh mempengaruhi.
Kemudian pendekatan STS, memberi gambaran kepada kita bahwa hendaknya suatu pembelajaran fisika itu didekati melalui sains, teknologi dan masyarakat. Artinya dalam suatu pembelajaran sains, selain menekankan pada pemahaman terhadap konsep sains, juga perlu melibatkan pemahaman siswa terhadap hasil produk teknologi yang terkait, serta manfaatnya bagi masyarakat.
Munculnya berbagai pendekatan dalam pembelajaran sains, khususnya pendekatan STS, didasarkan pada suatu kesulitan yang banyak dihadapi oleh pembuat kurikulum, guru dan siswa dalam melaksanakan proses pembelajaran di sekolah. Selain itu dengan menggunakan pendekatan STS ini, diasumsikan akan dapat memberi peluang kepada siswa untuk belajar lebih bermakna, bermanfaat dan menyenangkan.
Penggunaan Pendekatan STS dalam Pembelajaran Fisika
Guru mempunyai peranan penting dalam membantu siswa untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan. Hal ini diperlukan agar siswa dapat membuat suatu keputusan yang bertanggung jawab mengenai isu-isu sosial, khususnya isu yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi. Salah satu cara yang populer untuk memperkenalkan siswa dengan isu-isu sosial itu adalah dengan meminta kepada siswa untuk membawa artikel-artikel tentang sains, teknologi dan penggunaannya dalam masyarakat di dalam kelas sains. Dengan kata lain siswa diberi pengarahan dan kesempatan yang cukup, agar mereka dapat meneliti isu-isu itu dengan cara mengumpulkan fakta-fakta, merumuskan pendapat-pendapat mereka dan menarik suatu kesimpulan berdasarkan fakta-fakta yang ada.
Berdasarkan deskripsi uraian di atas maka salah satu pendekatan yang dipandang tepat untuk digunakan dalam suatu pembelajaran fisika adalah pendekatan STS atau STM. Karena pendekatan ini selalu mengaitkan antara sains, teknologi dan penggunaan sains dan teknologi itu dalam masyarakat. Dengan penggunaan pendekatan itu di dalam pembelajaran fisika maka dalam proses pembelajarannya, kita mempunyai konsekuensi bahwa selain kita menanamkan pemahaman siswa terhadap konsep-konsep atau prinsip-prinsip fisika, kita perlu juga menanamkan pemahaman siswa terhadap teknologi yang berkaitan dengan konsep itu, dan kemungkinan penggunaannya di lingkungan masyarakat atau dalam kehidupan sehari-hari.
Oleh karena itu, guru yang menyajikan materi fisika dengan menggunakan pendekatan STS perlu memperhatikan beberapa hal, di antaranya adalah: deskripsi materi fisika yang akan disajikan, diskripsi teknologi yang berkaitan dengan materi fisika, penggunaan teknologi itu di dalam masyarakat dan kemung-kinan adanya sikap serta permasalahan yang timbul akibat dari penggunaan teknologi itu di dalam masyarakat.
Deskripsi dari materi itu dapat meliputi antara lain: uraian konsep, peng-gunaan matematika, penggunaan rumus, penyajian soal dan sebagainya. Kemudian deskripsi teknologi dapat meliputi: kegunaan teknologi, bagan gambar dari produk teknologi itu, prinsip kerjanya dan keterkaitan antara teknologi itu sendiri dengan materi yang disajikan dalam pembelajaran fisika.