Saturday, August 3, 2013

PENDIDIKAN MEWUJUDKAN KEMERDEKAAN

Pendidikan Mewujudkan Kemerdekaan“Mendidik bukan mengisi ember, namun menyalakan api”, kata buchler-chicken soup 4 the soul. 

Agustus identik dengan Hari Kemerdekaan Indonesia. Bagaimana tidak, tepat di bulan tersebut para pahlawan bangsa Indonesia berhasil memproklamirkan kemerdekaan dengan perjuangan berdarah-darah. Kini, seluruh bangsa Indonesia menikmati dan tinggal mengisinya. 

Suasana Agustus adalah semangat patriotisme, heroisme, perjuangan dan semarak perayaan memperingatinya. Festival dan perlombaan, itulah identifikasi yang umum bagi momen sejarah ini. Tahukah Anda, bahwa jauh sebelum hingar-bingar perjuangan fisik yang tampak mata itu terjadi, sebenarnya telah dilakukan perjuangan ‘tak tampak’ mata yaitu di ranah pembebasan pikiran (baca: pendidikan). Pembebasan dari belenggu penjajahan telah lebih dahulu dilakukan di dalam mental dan suasana batin penduduk nusantara. Dalam ranah pendidikan inilah, ‘perang’ dikobarkan terlebih dahulu. Kesadaran batin dan pikiran bahwa penjajahan bukanlah cita-cita bangsa dan tekad hati untuk mematahkan belenggu telah bersemi secara modern di tahun 1908 saat berdirinya Boedi Oetomo. 

Kemudian, apakah setelah enam puluh tujuh tahun dari proklamasi kemerdekaan bangsa ini, mentalitas kita bangsa Indonesia telah merdeka? Apakah suasana berpikir dan berkarya anak bangsa telah merdeka? Pertanyaan demi pertanyaan bermunculan untuk dapat menjadi perenungan dan memperoleh jawaban. 

Mentalitas bangsa Indonesia menurut Paulo Freire yang dikenal dengan tulisannya tentang pendidikan kaum tertindas, memotret suasana berpikir penduduk daerah kumuh masih perlu dirombak dan disadarkan. Ciri ironik dari kaum marginal tersebut, adalah : mereka memilih foto rumah mewah untuk menggambarkan suasana lingkungan asli mereka. Mereka mengingkari kenyataan dan membuat gambaran semu dari kenyataan diri dan lingkungannya. Sebuah gambaran mentalitas tertindas atau terbelenggu. Dari situ, pendidikan pola pikir dan karakter perlu dilakukan. Pendidikan memegang prinsip kejujuran dan keterbukaan dan itulah alat bedah pertama untuk menggambarkan kenyataan diri (sekarang) dan cita-cita (kedepan). 

Pendidikan memerlukan kejujuran dalam melihat sisi yang macet, buram, carut-marut dan lubang hitamnya untuk diarahkan kepada terang. Seperti semangat Kartini yang ingin mengubah lingkungan yang dianggapnya kelam. Seperti tampak dalam suratnya yang terkenal, ‘Habis gelap terbitlah terang’. Penting bagi pendidik, educator, melihat kenyataan dunia sekolah dengan kejujuran, mengambil jarak bebas untuk mengamati dan bersikap kritis. Untuk itu, pendidikan melakukan tindakan ‘pembebasan’ yang memerdekakan dapat diwujudkan. Kebebasan yang dapat dipertanggungjawabkan dari pendidik akan menginspirasi peserta didik, dan generasi yang diajarnya, memberi teladan kejujuran dan hakekat kemerdekaan. 

Sebagai bangsa yang telah merebut kemerdekaan dari penjajahan selama tiga setengah abad, tentulah bangsa Indonesia dapat menangkap spirit kemerdekaan berpikir yang disemaikan di dunia pendidikan. Tokoh kebangkitan Nasional bergerak dari sektor pendidikan dan meyakini melalui pendidikan pulalah kemerdekaan sejati dapat dicapai. Dari kondisi tersebut, Sekolah Nasional Nusaputera sebagai lembaga pendidikan, juga merefleksikan nilai – nilai perjuangan. Perjuangan yang dikemas dalam konteks kemerdekaan karya dunia pendidikan, dan pendidikan yang memerdekakan. “Merdeka, merdeka”. Pendidikan terbaik menjamin kemerdekaan kehidupan dari warisan leluhur ke generasi penerus bangsa.***

PEMBELAJARAN IPA DI LUAR KELAS

IPA merupakan salah satu Mata Pelajaran yang mempunyai ruang lingkup sangat luas. Di dalam IPA dipelajari tentang sesuatu yang berhubungan ...