Kekuatan para calon incumbent jelang pilkada mulai diusik dengan sejumlah kasus dugaan korupsi yang mendadak dilansir aparat penegak hukum.
Seperti yang dialami Hatta Rahman (Bupati Maros) dan A Idris Syukur (Bupati Barru). Hatta Rahman harus tersandera dengan status tersangka dalam kasus dugaan penerangan lampu jalan dan taman di Kabupaten Maros. Sementara Idris Syukur diseret-seret dalam kasus dugaan gratifikasi yang melibatkan keluarganya.
Aroma politis memang santer dibicarakan publik menyusul sempat terjadinya perbedaan sikap antara Polda Sulselbar dengan Mabes Polri dalam status tersangka yang disandang Hatta Rahman. Namun, Mabes Polri tetap menegaskan Hatta tetap tersangka.
Begitupun dengan Idris Syukur yang diwacanakan sebagai obyek utama dalam kasus dugaan gratifikasi yang melibatkan keluarganya. Itu tercermin dari maraknya pemberitaan ancaman penjemputan paksa. Padahal faktanya, keluarga Idris Syukur itu baru sebatas menerima undangan, bukan surat panggilan. Dalam kacamata hukum, undangan bisa dihadiri atau sebaliknya.
Gubernur Sulsel, Syahrul Yasin Limpo (SYL) yang dikonfirmasi berharap agar kasus-kasus dugaan korupsi jelang puncak perhelatan pilkada tidak dipolitisasi.
“Masalah hukum kan merupakan hak polisi dan kejaksaan. Kita tetap percaya pak kapolda dan kejati dalam menjalankan kinerjanya. Kita berharap agar masalah hukum ini tidak terlalu dihubungkan dengan unsur politis,” kata SYL saat ditemui usai menghadiri puncak acara Hari Ulang Tahun (HUT) Hotel Grand Clarion, Selasa malam (30/6).
Ketua DPD I Golkar Sulsel ini juga mengimbau agar beberapa pihak tidak terlalu menjustifikasi status hukum seseorang secara berlebihan. Meski saat ini telah memasuki momentum perhelatan pilkada.
“Saya tegaskan di sini agar jangan terlalu ikut opini sehingga muncul justifikasi yang berlebihan. Saya tidak ingin ikut menjustifikasi, karena sejauh ini tidak ada indikasi hubungan antara masalah hukum dengan politik,” demikian SYL.
