SAAT bertutur kisah perkawinannya dengan Sutias Handayani, Gatot Pujo Nugroho benar-benar beda. Hampir dua jam, kami melihat sisi lain seorang Pelaksana tugas Gubernur Sumatera Utara.
Padahal saat memenuhi sesi wawancara ini, Gatot baru mendarat dari Jakarta setelah diberi penghargaan oleh Presiden SBY. Didampingi Sutias, kami pun membuka percakapan di ruang tamu rumah dinas kompleks Taman Setia Budi Indah. Sementara jam dinding mulai tunjuk pukul 23.30 WIB.
Wajah Gatot dan Sutias sontak tersenyum simpul saat kami todong membeberkan perihal pernikahan mereka. Pernikahan yang menghasilkan lima anak perempuan: Fifah Radhiyatullah, Fauzia Dinny Hanif, Rumaisho Hanny Muti’ah, Maryam Balqis Saliimah, dan Aisyah Nailah Rabbaniy.
Gatot mengawali penuturannya dengan cerita saat dirinya aktif di Masjid Dakwah Kampus Universitas Sumatera Utara (USU) pada 1988-1989. Di tahun itu Sutias baru pulang ke Medan menyelesaikan studi D3 di Akademi Pimpinan Perusahaan (APP) Jakarta.
Meski tidak begitu akrab, namun keduanya sudah pernah bertemu dalam kegiatan-kegiatan daurah (pesantren kilat). Gatot pernah sekali datang ke rumah Sutias ketika diajak salah seorang ustadz untuk mengajak Sutias ikut aktif dalam pengajian yang mereka gelar.
Gatot yang berusia 28 tahun dan dianggap yang paling tua di antara aktivis pengajian lainnya diminta Ustadz Adriano Rusfi untuk segera menikah. Saat itu pula Gatot meminta untuk dicarikan calon pasangan hidup dengan menyampaikan beberapa kriteria yang diinginkan.
Ustadz Aad-sapaan akrab Adriano Rusfi- saat itu mencoba menjodohkan Gatot dengan Sutias. Karena saat itu Gatot dan Sutias dianggap yang paling senior. Ketika ditunjukkan foto, Gatot langsung menyetujuinya. “Karena saya sudah tau sebelumnya. Jadi saya pilih Sutias,” ujar Gatot sambil merapatkan duduknya ke Sutias yang mendampinginya.
Waktu Sutias ditanya apakah langsung menerima perjodohan tersebut saat ditujukkan foto, Gatot pun langsung nyeletuk. “Pasti langsung (mau),” kata Gatot sambil cubit Sutias. Sutias pun membalas dengan menyentuh lembut pipi Gatot.
“Kita langsung menerima karena pilihan guru tentu yang terbaik. Apalagi saat itu memang sudah waktunya,” ujar Sutias.
Saat ditanya apakah tertarik juga dengan kegantengan Gatot, Sutias malah balik bertanya ke wartawan. Gatot pun kembali nyeletuk bahwa saat itu banyak yang tertarik dengannya. “Waktu itu banyak yang minat lho,” ujarnya penuh percaya diri sambil menyentuh lembut pipi Sutias. Sejurus kemudian, Sutias membalas mencubit Gatot karena geram dengan celetukan tersebut. Mereka lalu tersenyum.
Karena sudah ada persetujuan di antara keduanya, Gatot pun langsung meminang Sutias ke rumah orang tuanya di Pematangsiantar. Hingga akhirnya pada Mei 1990 keduanya melangsungkan pernikahan.
“Itu pernikahan pertama yang digelar di Medan yang mempelai pria dan perempuannya duduk terpisah,” kenang Gatot sambil tersenyum ke arah Sutias.
Mas kawinnya saat itu sajadah dan pakaian muslim. “Nggak ada emasnya ya waktu itu?” tanya Gatot sambil menggoda Sutias.
“Ya masnya kan yang ini,” balas Sutias sambil memegang pipi Gatot yang mulai kelihatan malu-malu.
Suasana tengah malam yang dingin saat itu seakan mulai berubah penuh keakraban. Ketika ditanya apakah setiap hari keduanya tetap menjaga hubungan yang harmonis, Sutias pun mengatakan bahwa kemesraan itu cukup ditunjukkan di rumah. Tidak perlu di bawa ke ruang publik.
Karena itu pula Sutias mengaku jarang mau pergi sama dengan suaminya jika diajak ke suatu acara. Karena terkadang suka diminta untuk bernyanyi. “Saya ini kan bukan penyanyi, tapi pendakwah. Kalau yang mesra-mesra di rumah aja,” katanya.
Kini, pasangan aktivis dakwah tersebut telah dikarunia lima orang anak perempuan yang mulai beranjak dewasa.
Sutias pun mengakui, selama Gatot menjadi Plt Gubernur Sumut, banyak cobaan yang datang. Namun semua bisa dilalui karena keluarga ini saling support, saling mencintai dan saling mengingatkan untuk selalu lurus berjalan di muka bumi yang hanya sebentar.
Cobaan serupa juga muncul saat isu poligami dihembuskan lawan-lawan politik jelang Pilgubsu. Dengan tenang dan tersenyum Gatot dan Sutias mengaku tidak risau dengan isu tersebut. Sutias sendiri baru menanyakan isu poligami ini ke suaminya lebih kurang sebulan setelah isu itu bergulir beberapa bulan silam. “Sebulan berikutnya baru ditanya. Ya saya hanya bilang percaya saya atau orang lain?” kata Gatot sembari menepis isu itu.
“Setelah gagal isu poligami di Medan, baru-baru ini isunya diubah jadi saya poligami di Jakarta. Padahal lihat saja, waktu saya lebih banyak di sini (Medan, pen),” kata Gatot.
Bagi Sutias, Gatot sampai hari ini masih kekasih sejatinya. Bapak dari lima anak perempuan mereka yang kian beranjak dewasa. Dan yang membuat Sutias percaya isu tersebut tak mendasar, karena hingga detik ini lelaki kelahiran Magelang, 11 Juni 1962 itu masih tetap hangat dan mesra dalam keluarga mereka.
Kebersamaan dalam keluarga juga tetap tak ada perubahan. Gatot masih suka nonton bersama anak-anak dan Sutias di rumah untuk mengisi waktu luang.
“Jika ada poligami sudah pasti ada perubahan sikap dan waktu untuk keluarga. Alhamdulillah sejauh ini sikap dan waktu Pak Gatot masih sama hangatnya untuk kami semua,” tutur Sutias.
Menurut Sutias, isu poligami itu hanya bagian dari resiko jabatan yang diamanahkan saat ini. “Biasa saja tidak terlalu khawatir. Kalau cemburu-cemburu juga biasa, namanya cinta,” ujar Sutias disambut cubitan oleh Gatot.
Suasana perbincangan saat itu benar-benar berbeda. Gatot yang selama ini cukup menjaga image jika berbicara, kali ini ceplas-ceplos sambil menunjukkan sikap manja kepada istrinya tercinta.