Salah satu momen penting di bulan Oktober adalah hari Sumpah Pamuda. Hari bersejarah yang diperingati tiap tanggal 28 Oktober ini dianggap sebagai tonggak bersatunya pemuda di negeri ini. Peristiwa berkumpulnya perwakilan pemuda dari seluruh wilayah Indonesia pada Kongres I akhirnya membuahkan Sumpah Pemuda yang diikrarkan pada Konggres II di Jakarta. Tiga janji yang diikrarkan dalam Sumpah Pemuda ini merupakan energi besar yang mampu mempersatukan seluruh pemuda di Indonesia untuk berjuang melawan penjajah Belanda pada saat itu. Perjuangan yang awalnya hanya bersifat kedaerahan menjadi bersifat nasional. Tentunya ini menguntungkan bagi perjuangan mengusir penjajahan.
Bagaimana dengan sekarang?
Kemerdekaan Indonesia yang sudah 66 tahun ternyata telah melunturkan semangat Sumpa Pemuda dalam diri pemuda Indonesia. Bahkan isi sumpahnya pun sudah banyak dilupakan. Mengapa? Sumpah Pemuda lahir lebih didasari semangat mengusir pejajahan dari bumi Idonesia. Begitu penjajah sudah terusir, maka semangat itu akan terkikis oleh waktu dan bahkan hilang. Bahkan saat ini, Negara telah gagal dalam upaya melakukan integrasi social yang dibuktikan dengan munculnya benih – benih perpecahan seperti papua, Maluku dan berbagai wilayah Indonesia lainnya bahkan perang antar suku pun sering terjadi. Hal ini dikarenakan ikatan yang mengikat bangsa ini adalah ikatan yang bersifat temporal yang tidak lain adalah ikatan nasionalisme dan patriotisme (yang diikrarkan dalam sumpah pemuda 83 tahun silam).
Kemerdekaan Indonesia yang sudah 66 tahun ternyata telah melunturkan semangat Sumpa Pemuda dalam diri pemuda Indonesia. Bahkan isi sumpahnya pun sudah banyak dilupakan. Mengapa? Sumpah Pemuda lahir lebih didasari semangat mengusir pejajahan dari bumi Idonesia. Begitu penjajah sudah terusir, maka semangat itu akan terkikis oleh waktu dan bahkan hilang. Bahkan saat ini, Negara telah gagal dalam upaya melakukan integrasi social yang dibuktikan dengan munculnya benih – benih perpecahan seperti papua, Maluku dan berbagai wilayah Indonesia lainnya bahkan perang antar suku pun sering terjadi. Hal ini dikarenakan ikatan yang mengikat bangsa ini adalah ikatan yang bersifat temporal yang tidak lain adalah ikatan nasionalisme dan patriotisme (yang diikrarkan dalam sumpah pemuda 83 tahun silam).
Meskipun sama-sama lahir dari naluri mempertahankan diri. Dalam patriotisme, perasaan yang dominan adalah upaya untuk mempertahankan diri dari ancaman luar, sementara dalam nasionalisme yang dominan adalah keinginan yang muncul dari kecintaan akan kekuasaan, terutama atas bangsa-bangsa lain. Pada awalnya keinginan mempertahankan diri atau mencintai kekuasaan adalah sah-sah saja. Namun kemudian, ia menjadi berbahaya tatkala dijadikan sebagai ikatan untuk mempersatukan manusia atas dasar ras/etnik sebagai sesuatu yang paling suci dan paling tinggi.
Nasionalismelah yang menyebabkan konflik terus-menerus, karena satu nation (bangsa/suku) sering bersaing untuk saling menguasai dan menaklukkan bangsa/suku yang lain. Semangat nasionalisme ini pula yang turut mendompleng ambisi bangsa-bangsa kapitalis untuk melakukan kolonialisasi yang penuh darah atas bangsa-bangsa lain. Sama halnya nasionalisme yang merusak, patriotisme merupakan ikatan yang lemah, rapuh dan tidak kekal. Pasalnya, patriotisme akan muncul kalau ada ancaman/musuh dari luar. Setelah ancaman/musuh ini hilang, pudarlah ikatan ini; Di beberapa negara patriotisme menjadi senjata ampuh untuk melawan kolonialisme, namun menjadi lumpuh setelah penjajah lenyap. Ironisnya, kaum patriotis dan kaum nasionalis ini kemudian menerima dan mengadopsi sistem politik, ekonomi, dan pemerintahan warisan bangsa penjajah. Walhasil penjajahan sesungguhnya masih langgeng hingga kini. Lagipula, nasionalisme maupun patriotisme tidak memiliki konsepsi untuk menyelesaikan persoalan kehidupan. Rasa kesatuan kebangsaan hanya dimanfaatkan untuk memadukan kekuatan demi mengusir penjajah dan tidak dijabarkan dalam strategi penataan struktur sosial, politik, dan ekonomi yang merealisasikan kesatuan dan kedaulatan bangsa-bangsa pasca penjajahan.
Pandangan Islam Tentang Nasionalisme
|
Oleh karena itu, ikatan yang terkuat bagi suatu masyarakat/bangsa adalah ikatan ideologis yang memiliki solusi komprehensif atas seluruh persoalan manusia. Untuk itu, dalam konteks dunia Islam, ideologi Kapitalisme hanya akan bisa dilawan dengan ideologi islam, bukan dengan nasionalisme.
Lebih dari itu, dalam pandangan Islam, nasionalisme maupun patriotisme jelas diharamkan karena ini termasuk dalam kategori ashobiyah. Sebagaimna sabda Rasulullah SAW “barang siapa yang menyeru kepada ashobiyah maka dia bukan umatku, barang siapa yang berjuang untuk ashobiyah maka dia bukan umatku dan barang siapa yang mati karena ahobiyah maka dia bukan umatku” . Bahwa umat islam harus mempertahankan dirinya, itu memang benar. Namun, dorongannya bukanlah nasionalisme/patriotisme, tetapi karena perintah Allah SWT. Islam tidak melarang kaum muslim untuk meraih kekuasaan dan memperluas kekuasaan. Namun, kekuasaan dalam islam bukanlah kekuasaan itu sendiri. Tetapi untuk menerapkan syariah di tengah-tengah umat Islam sekaligus menyebarluaskan dakwah Islam ke seluruh dunia.
Ikatan nasionalisme ini semakin jelas keharamannya ketika menjadi tujuan tertinggi dan mengalahkan ikatan akidah islam. Dalam islam, ikatan tertinggi yang menyatukan manusia adalah akidah islam. Dengan tegas Allah SWT berfirman yang artinya: "sesungguhnya kaum mukmin itu bersaudara" (QS al-Hujurat [49] : 10). Artinya, bangsa atau etnis manapun, selama ia mukmin, adalah saling bersaudara.
Ikatan nasionalisme sesungguhnya telah memecah belah umat islam dalam negara bangsa (nation state) yang berbeda- beda. Padahal, sebelum itu mereka dipersatukan selama berabad-abad dalam wadah Daulah Islamiyah. Sepertinya sikap mementingkan keselamatan bangsa sendiri ini akan menyelamatkan. Tetapi Nyatanya tidak. Tindakan seperti itu justru akan memperkuat penjajah kapitalis seperti AS untuk memperluas penjajahannya. Diamnya umat islam karena lebih mendahulukan kepentingan bangsanya membuat AS secara leluasa menyerang negeri-negeri islam dulu hingga sekarang seperti Afganistan dan Irak sekaligus mendukung Israel menyerang palestina. Iran pun berada dalam ancaman AS. Bukan mustahil, Indonesia adalah giliran selanjutnya. Hal ini sebenarnya sudah diperingatkan oleh Rasulullah SAW melalu sabdanya yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Imam Ahmad yaitu “ Kelak umat lain akan mengerumuni kalian seperti orang-orang kelaparan yang mengerumuni hidangan”. Salah seorang sahabat bertanya,” apakah ketika itu jumlah kami sedikit yaa Rasul?”. Rasul menjawab,”Tidak! Ketika itu jumlah kalian banyak namun kalian bagaikan buih di lautan...” (HR Abu Dawud & Ahmad)
Namun, perlu juga kita tegaskan, menolak nasionalisme sebagai paham bukan berarti kita tidak mencintai bangsa. Perjuangan kaum muslimin seharusnya untuk menolak kapitalisme sekaligus berupaya menerapkan syariah Islam dalam wadah Khilafah justru didorong oleh rasa cinta kepada bangsa ini. Bukankah akibat penerapan ideologi kapitalisme bangsa ini termasuk bangsa-bangsa lain di dunia islam menderita? Bukankah pula hanya syariah Islam yang akan menjadi solusinya? Bukankah sejarah telah menunjukan selama 14 abad lamanya syariat islam di terapkan, umat manusia (baik muslim maupun nonmuslim) hidup sejahtera dan mendapatkan hak- hak yang sama dibawah naungannya? Dan nonmuslim pun tidak di paksa untuk masuk agama islam.
Oleh karena itu menolak nasionalisme bukan berarti kita menginginkan negara dan bangsa ini terpecah-belah. Justru syariah Islam akan memperkuat sekaligus memperluas persatuan dan kesatuan bangsa dan negara ini. Sebab, syariah Islam telah mengharamkan setiap upaya pemisahan dan disintegrasi umat. Khilafah Islam akan menjadi negara global yang lintas bangsa, suku, warna kulit, bahkan agama. Ikatan yang mengikat mereka adalah ikatan ideologi bukan ikatan nasionalisme. Oleh karena itu maka sudah saatnya seluruh elemen masyarakat (terutama umat islam) dan para pemuda atau mahasiswa pada khususnya berjuang menegakkan syariah dan khilafah sebagai konsekuensi keimanan kita kepada Allah SWT.
Terselengaranya Kongres Mahasiswa Islam Indonesia yang dihadiri lebih dari 5000 mahasiswa Islam dari berbagai perguruan tinggi se-Indonesia yang bersumpah untuk perjuangkan syariah dan khilafah yang diselenggarakan oleh Badan Koordinasi Lembaga Dakwah Kampus (BKLDK) pada 18 Oktober 2009 yang lalu harus direspon positif karena sebagai wujud koreksi atas pergerakan mahasiswa atau pemuda yang selama ini ada dan momentum tonggak perubahan sejarah mahasiswa atau pemuda menuju kehidupan yang lebih baik.
Sumpah generasi muda negeri ini, telah menyatakan secara intelektual solusi mendasar atas segala persoalan yang menimpa negeri ini. Mereka menyatakan, bahwa syariah Islam dalam naungan Khilafah Islamiyyah sebagai solusi tuntas persoalan yang menimpa masyarakat Indonesia dan juga negeri-negeri Muslim lainnya. Semoga, Allah SWT mendengarkan sumpah yang telah mereka nyatakan. Semoga, sumpah ini menjadi titik awal kebangkitan para intelektual muda Muslim untuk menjadikan Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam. Insya Allah, Khilafah Rasyidah yang telah dijanjikan oleh Allah melalui sabda Rasulullah SAW tidak akan lama lagi segera berdiri, amin. Allahu Akbar! Wallah a’lam bi ash-shawab.