Monday, August 3, 2015

Suka Duka Istri Ke Dua


   Saat  saya mengenal laki-laki itu saya tahu kalau dia bukanlah pria lajang. Dia adalah ayah dari tiga anak yang sedang beranjak dewasa, sedang saya sendiri adalah perempuan korban perceraian, yang kini harus hidup sendiri bagai wanita single lagi. Bila sekarang dia berniat mengenal saya, pasti dia memiliki alasan kenapa dia melakukannya.
        Saat dia mulai berani menghubungi saya dan menunjukkan kalau dia begitu perhatian kepada saya, sikap tegaspun saya ambil. Saya bilang kepadanya kalau saya sedang mencari suami, bukan pacar. Saya tahu ketegasan ini hanya akan memposisikan diri saya pada dua kemungkinan yang sama-sama tidak enaknya. Kehilangan dia atau menjadi istri keduanya.

        Akhirnya diapun melamar saya menjadi istri keduanya tetapi tanpa sepengetahuan istri pertamanya dan keluarga besarnya. Sayapun mengingatkan dia akan konsekwensi yang akan dia hadapi kelak. Bila suatu saat istri pertama mengetahui hal ini, maka kemungkinan besar dia harus memilih salah satu dari kami. Karena saya tahu istri pertamanya tidak mau hidup dalam poligami.
       Akhirnya status sayapun berubah menjadi istri keduanya atau lebih tepatnya istri siri. Walaupun begitu ia sangat perhatian kepada saya. Semua kebutuhan saya terpenuhi dan kasih sayangnya tidak berkurang sedikitpun. Yang membedakan adalah, dia harus selalu tinggal bersama anak-anaknya di sana sedang saya di rumah ini sendiri. Walaupun dia bisa setiap saat datang, tetapi itupun hanya dalam jangka waktu yang begitu singkat. Komunikasi kami lebih banyak dilakukan lewat telepon.
       Tetapi lama-kelamaan saya merasakan ganjalan di hati. Kesepian mulai mendera saya. Saya memiliki suami tetapi seolah-olah saya single. Ada kala di mana malam tiba dan saya merasakan kesehatan saya terganggu, di saat itu ingin sekali saya melihat suami di samping saya menghibur dan memberikan ketenangan, tetapi saya tahu hal ini terlalu mahal untuk di dapat. Saat hari libur, saya harus merelakan suami pergi bersama istri dan anak-anaknya menghabiskan waktu mereka sebagai satu keluarga yang utuh. Sedang saya di sini  sendiri dan hanya ditemani si mbak. Terkadang saya cemburu bila mengingat suami saya sedang bersama istri pertamanya dan anak-anaknya. Saya juga ingin seperti itu. Menghabiskan hari-hari bersamanya tanpa harus dibatasi oleh waktu. Pergi berdua ke tempat-tempat yang saya senangi tanpa takut bertemu maduku.  Saya ingin menghabiskan malam dengan bercengkrama berdua dengannya setelah makan malam.  Semuanya hanya menjadi angan-angan di dalam pikiran saya saja. Membuat saya lelah memikirkannya.
       Ada saat-saat dimana saya merasa saya seolah-olah menjadi orang yang tersingkir. Saat kami baru saja bertemu, tiba-tiba dia mendapat kabar mengenai anaknya yang memerlukan kehadiran dirinya saat itu juga, maka sayapun harus rela ditinggal pergi. Atau saat di mana dia sakit, saya tidak bisa merawat dan menjaganya. Kalaupun suatu saat saya harus membesuknya di rumah sakit, saya harus berpura-pura menjadi orang lain di hadapan semua orang. Kehidupan berumah tangga macam apakah ini?
       Saya tahu dari awal inilah konsekwensi yang harus saya hadapi. Tetapi saya baru menyadari ternyata hal ini sangatlah tidak mudah dijalani. Jauh di lubuk hati saya terkadang saya menangis tetapi  apalah daya saya. Saya yang datang ke dalam kehidupan mereka dengan kesombongan di dalam diri saya kalau saya akan menyiapkan mental saya menghadapi semua konsekwensinya. Tetapi kenyataannya tidak semudah yang dibayangkan. Saya tetaplah seorang wanita yang punya rasa cemburu, saya juga ingin selalu dilindungi dan di jaga oleh laki-laki yang menjadi suami saya, saya inginkan kehadirannya setiap saat, menghabiskan waktu bersama seperti suatu keluarga yang utuh.
       Hanya kepada Allah lah saya berkeluh kesah dan memohon diberi kesabaran lebih banyak lagi.

PEMBELAJARAN IPA DI LUAR KELAS

IPA merupakan salah satu Mata Pelajaran yang mempunyai ruang lingkup sangat luas. Di dalam IPA dipelajari tentang sesuatu yang berhubungan ...