Tujuan pendidikan memuat gambaran tentang nilai-nilai yang baik, luhur, pantas, benar, dan indah untuk kehidupan. Karena itu tujuan pendidikan memiliki dua fungsi yaitu memberi arah kepada segenap kegiatan pendidikan dan merupakan sesuatu yang ingin dicapai oleh segenap kegiatan pendidikan.
Sebagai suatu komponen pendidikan, tujuan pendidikan menduduki posisi penting diantara komponen-komponen pendidikan lainnya. Dapat dikatakan bahwa seluruh komponen dari seluruh kegiatan pendidikan dilakukan semata-mata terarah kepada atau ditujukan untuk pencapaian tujuan tersebut.
Namun sebagaimana berita yang admin kutip dari okezone.com bahwa saat ini pendidikan di Indonesia cenderung mengutamakan aspek kognitif dan mengabaikan aspek afektif seperti nilai budi luhur. Akibatnya, banyak manusia cerdas dan terampil namun kurang memiliki komitmen terhadap ucapan, sikap, perbuatan dan nilai-nilai budi pekerti.
Hal tersebut disampaikan Pendiri Yayasan Pendidikan Budi Luhur Cakti Djaetun HS. Dia pun sangat menekankan pentingnya nilai-nilai budi luhur yang dapat diaplikasikan atau diimplementasikan oleh semua civitas akademika.
“Berbicara mengenai budi luhur adalah tentang untuk mengajak orang menjadi baik. Dengan menjadi orang baik, maka kebaikan itu bukan hanya bermanfaat pada diri sendiri tetapi juga sesamanya,” kata Cakti.
Cakti menilai, kebudiluhuran juga sangat terkait dengan ibu. Alasannya, ibu memiliki peran sangat penting dalam pembangunan karakter sejak dari kandungan hingga dewasa.
“Oleh karena itu jika bangsa ini akan melakukan revolusi mental, maka kuncinya adalah Ibu,” paparnya.
Sehubungan dengan nilai-nilai luhur tersebut, maka perlu perubahan paradigma dalam pendidikan. Menurut Rektor Universitas Budi Luhur Jakarta, Hapsoro Tri Utomo, dosen dituntut untuk mampu mengintegrasikan nilai-nilai kebudiluhuran dalam mata kuliah.
Salah satu caranya adalah dengan kreatif dan inovatif dalam kegiatan belajar mengajar di kelas. Pasalnya, kata Hapsoro, kemajuan teknologi dan informasi saat ini menuntut setiap orang untuk kreatif agar tidak menjadi penonton, mengingat mulai 2015 telah diberlakukan Masyarakat Ekonomi Asean.
“Artinya ialah setiap orang terutama tenaga pendidik harus memiliki kemampuan lebih untuk bisa bersaing dan mampu menjadi contoh bagi para peserta didik,” imbuhnya.