Thursday, October 16, 2014

Lekukan Bukit Nona, Permadani Penyejuk Mata

Lekukan Bukit Nona, Permadani Penyejuk Mata

LEKUK-lekuk Bukit Nona yang menghampar bagai permadani hijau menjadi penyejuk mata ketika peserta Jelajah Sepeda memasuki Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan. Perbukitan yang oleh warga lokal disebut Buttu Kabobong atau gunung erotis itu seolah menggoda penggowes menyerah pada tanjakan dan cuaca terik.
Susilawati (35) berusaha mengatur napasnya yang mulai tersengal ketika dihadang tanjakan menuju Desa Bamba Puang, Enrekang, Jumat (29/8/2014) siang. Gir depan dan belakang sepedanya diturunkan, perlahan dikayuhnya pedal dengan kecepatan konstan. Roda pun menggelinding perlahan menyusuri tanjakan.
”Saya tidak ingin terpancing dengan kecepatan pesepeda lain. Sebab, jika dipaksakan melebihi kekuatan saya, jantung yang berisiko. Jadi, mending roda berputar sedikit-sedikit asal maju terus,” kata perempuan yang merupakan salah satu peserta Kompas Jelajah Sepeda Manado-Makassar 2014.
Pengusaha peternakan ayam di Serang, Banten, itu menyatakan, kendati rute kemarin menanjak hingga ketinggian 1.053 meter di atas permukaan laut, fisik 50 peserta Jelajah Sepeda sebenarnya sudah mulai terbiasa. Fisik mereka semakin meningkat karena terbiasa dengan rute ekstrem yang menghadang sejak hari pertama.
”Kekuatan tubuh tidak terasa terus meningkat. Kondisi tubuh kami sebenarnya semakin terbiasa dengan rute-rute menanjak. Namun, cuaca yang panas terik memang menjadi hambatan utama. Tubuh jadi cepat lelah,” katanya.
Untuk mengantisipasi dehidrasi, para pesepeda harus minum cukup banyak. Agar tubuh terus dibasahi cairan, mereka minum sedikit-sedikit, tetapi sering.
Hanya saja, sejumlah pesepeda terpaksa menyerah dan dievakuasi dengan mobil, terutama ketika memasuki tanjakan di Desa Bamba Puang. Sebelumnya, mereka beristirahat sejenak untuk menikmati panorama bukit yang indah dari sejumlah warung kopi di desa tersebut.
Bukit Nona atau dalam bahasa setempat disebut Buttu Kabobong berarti sesuatu yang selayaknya disembunyikan. Bukit ini berada di sisi kiri jalan ketika meninggalkan Tana Toraja menuju arah Kota Enrekang. Sjamsu Alam (55), pengusaha warung makan di tepi jalan menuju Desa Bamba Puang, menuturkan, gigir gunung yang berlipat-lipat kerap diasosiasikan dengan alat kelamin wanita sehingga dinamakan Bukit Nona.
Hasil penelitian geologi dari Universitas Hasanuddin, Makassar, pada 2001 menyatakan bahwa gunung ini terbentuk melalui proses cukup panjang dari batu pasir di dasar laut yang terangkat akibat tumbukan lempeng benua.
Bukit itu bisa disaksikan dari Vila Bambapuang. Kebanyakan turis yang akan mengunjungi Toraja biasanya menjadikan tempat ini persinggahan sejenak untuk menikmati pesona Bukit Nona. Namun, bagi mereka yang hendak bermalam, tersedia beberapa penginapan di sana.
Magnet wisata
Keindahan alam di Tana Toraja dan sekitarnya itu menjadi salah satu magnet wisatawan mengunjungi Sulawesi Selatan. Bupati Tana Toraja Theopilus Allorerung berharap, masuknya pesepeda Kompas Jelajah Sepeda Manado-Makassar 2014 akan menjadi hiburan tersendiri bagi warga Tana Toraja.
”Sebaliknya, kami juga berharap nantinya peserta jelajah sepeda ini menjadi duta-duta pariwisata bagi Tana Toraja. Bisa menceritakan keindahan Tana Toraja ke mana-mana,” ujarnya.
Kompleks pemakaman Lo’ko Mata, Lembang Tonga Riu, Kecamatan Sesean, Kabupaten Tana Toraja, Sulawesi Selatan, Rabu (30/4/2014).
Theopilus menambahkan, saat ini Tana Toraja terus menggenjot sektor pariwisata menjadi lebih variatif. Pemda saat ini sedang membangun patung Yesus Kristus setinggi 40 meter di Bukit Burake. Bukit ini nantinya diharapkan akan menjadi salah satu obyek wisata religi bagi wisatawan dalam dan luar negeri.
Jumlah wisatawan ke Tana Toraja sekitar 70.000 turis mancanegara per tahun. Adapun wisatawan dalam negeri mencapai ratusan ribu orang.
Selain menyajikan eksotisme rumah dan pemakaman adat Toraja, Tana Toraja juga memiliki sejumlah obyek wisata lain, seperti agrowisata alam Pango Pango di ketinggian 1.700 meter di atas permukaan laut dan sejumlah air terjun.
Keindahan alam dengan variasi pemandangan pada perjalanan Jelajah Sepeda etape ke-12 dari Toraja menuju Pinrang, Sulawesi Selatan, kemarin, menjadikan rute ini dapat disebut rute ”gado-gado”. Rute sejauh 140 kilometer itu menyajikan jalur tanjakan, turunan, dan landai. Suhu udara selama perjalanan juga merata, mulai dari hawa dingin hingga panas.
Pada rute Toraja-Pinrang, kemarin, cukup banyak peserta dievakuasi. Rute menanjak tidak hanya di Enrekang, tetapi juga menghadang ketika memasuki Pinrang. Selain cedera, sejumlah pesepeda dievakuasi karena kelelahan dan otot kakinya tertarik. Mungkin saja mereka juga terlalu terlena dengan pesona lekukan Bukit Nona

PEMBELAJARAN IPA DI LUAR KELAS

IPA merupakan salah satu Mata Pelajaran yang mempunyai ruang lingkup sangat luas. Di dalam IPA dipelajari tentang sesuatu yang berhubungan ...