Malam ini adalah malam terakhirku berada di rumah kakek, setelah memasukkan pakaian dan barang barang yang akan kubawa pulang ke dalam tas ransel, aku melangkah ke luar kamar dan langsung berjalan keluar rumah. Di bangku panjang yang ada di samping rumah saya duduk sambil memandang langit yang terang benderang bermandikan cahaya purnama.
Sedang asyik asyiknya menikmati keindahan bulan purnama, kudengar suara canda tawa gadis gadis desa dari arah barat, tak berapa lama melintaslah rombongan gadis gadis itu di jalan yang ada beberapa meter dari tempat dudukku Beberapa saat salah seorang dari mereka menatap ke arahku. melempar senyum kemudian menunduk dan berjalan meneruskan langkahnya bersama teman temannya.
Sedang asyik asyiknya menikmati keindahan bulan purnama, kudengar suara canda tawa gadis gadis desa dari arah barat, tak berapa lama melintaslah rombongan gadis gadis itu di jalan yang ada beberapa meter dari tempat dudukku Beberapa saat salah seorang dari mereka menatap ke arahku. melempar senyum kemudian menunduk dan berjalan meneruskan langkahnya bersama teman temannya.
Aku masih duduk di bangku sambil menatap ke arah rombongan gadis gadis yang semakin jauh, seraut wajah imut dan senyum simpul gadis berkerudung putih itu selalu menari nari di depan mataku.
Pertama kali aku bertemu gadis itu ketika aku sedang membeli sabun mandi di warung yang ada di sebelah barat rumah kakekku seminggu yang lalu, waktu itu warung yang menjual segala keperluan sehari hari itu sepi tidak ada penjaganya dan aku pun memanggil dengan suara agak keras.
“Bu… bu.. bu…!” panggilku setengah berteriak, tak berapa lama kudengar langkah kaki dari bagian dalam warung itu, dan… betapa bergemuruh hatiku ketika melihat seorang gadis berkerudung putih yang keluar dari ruang dalam warung itu Sudah sering aku melihat gadis cantik tapi entah mengapa ketika aku bertemu pandang dengan gadis ini ada getar getar aneh yang menjalar tak karuan dalam hatiku.
Wajahnya yang imut, senyum manis dipadu dengan lesung pipinya semakin membuat aku terpana, entah sudah berapa lama kami hanya diam beradu pandang.
“Beli apa dik” suara itu membuat kami tersadar, kulihat seorang wanita setengah baya sudah berada di samping gadis berkerudung putih itu, “beli sabun mandi bu” jawabku tergagap, entah mengapa mukaku terasa begitu panas dan sekilas kulihat kedua pipi gadis itu berubah menjadi kemerah merahan.
Sejak saat itulah kami selalu saling curi pandang ketika bertemu, walaupun sampai saat ini kami berdua belum pernah berbicara walau hanya sepatah kata.
“He…! Ngelamunin siapa malam malam begini nanti kesambet lho…!” kata bulik rini membuyarkan lamunanku.
“Ah bulik ini ngagetin aryo saja” kataku sambil menoleh ke arah bulik rini yang berjalan menghampiriku Setelah duduk di sebelahku bulik rini berkata
“Dia itu namanya shinta dari jakarta keponakan om agus yang buka warung kelontong itu lho, dia sudah dua bulan disini sedang praktek menjadi dokter kandungan, kalau kamu suka bisa bulik bilangin ke dia, kelihatannya dia juga suka sama kamu atau kamu bisa buat surat untuknya disertai sebuah hadiah, besok kamu berikan sebelum kamu pulang ke rembang”.
“Bulik ini ngomong apa sih… apa jangan jangan bulik yang lagi kesambet ya…?” Kataku pura pura tidak tahu.
Bulik rini tersenyum memandangku, rambut panjangnya yang agak keriting bergoyang mengombak diterpa semilir angin malam “Bulik juga pernah muda yo… bulik tahu apa yang kamu rasakan… mumpung dia masih sendiri jangan lama lama nanti disambar orang baru tahu rasa” kata bulik rini, sesaat kemudian bulik rini beranjak menuju ke dalam rumah.
“Untuk saat ini biarlah cintaku dan cintamu tumbuh dan bersemi dalam hening dan sunyinya kediaman, nanti bila saatnya tiba aku ingin cinta kita menggema memenuhi ruang dalam dunia ini” kata batin sekaligus doaku dalam hati.
Sejenak ku lihat bulan purnama yang bercahaya semakin terang dan indah, seterang dan seindah hatiku yang sedang ditumbuhi bunga bunga cinta.