Setelah melalui pro dan kontra akhirnya Kurikulum 2013 akan diimplementasikan pada tahun pelajaran 2013 / 2014. Dalam penetapan kurikulum baru ini pemerintah telah melakukan uji publik dengan melibatkan seluruh masyarakat, para pemerhati dan praktisi pendidikan. Diharapkan dengan adanya uji publik, dapat mengurangi turbulence yang akan terjadi manakala Kurikulum 2013 akan tinggal landas.
Transformasi diharapkan akan terjadi pada kurikulum 2013 nanti. Untuk itu dunia pendidikan harus menyikapi perubahan ini dengan sepenuh hati. Ada beberapa hal yang perlu kita sikapi saat kurikulum baru ini diberlakukan.
Standar Kompetensi Lulusan
Jika dalam kurikulum sebelumnya orientasi kompetensi lulusan lebih banyak diwarnai dari hasil Ujian Nasional yang begitu sarat dengan muatan kognisi maka dalam Kurikulum 2013 standar kompetensi lulusan lebih komprehensif dengan mengusung kompetensi sikap, ketrampilan dan kognisi.
Barangkali pemerintah sudah mulai worry dengan fenomena yang terjadi di masyarakat di mana nilai-nilai karakter belum sepenuhnya mendapat porsi yang cukup. Maraknya tawuran antar pelajar, korupsi berjamaah seolah menjadi warta yang mendominanasi hampir di seluruh media massa. Itulah mengapa kompetensi berbasis karakter ini menjadi pilar utama dalam Kurikulum 2013. Semoga saja pemerintah konsekuen dengan hal ini sehingga tidak lagi memberikan predikat lulus kepada siswa hanya dengan mengutamakan nilai Ujian Nasional, tetapi juga mempertimbangkan nilai-nilai karakter yang selama ini berada di urutan yang ke sekian. Dan ini bukan hanya dituntut kepada siswa, tetapi juga para pemangku kepentingan di dunia pendidikan, untuk memberikan teladan karakter yang baik dalam penyelernggaraan UN.
Standar Isi
Dalam Kurikulum 2013 beberapa mata pelajaran diintegrasikan satu sama lain. Hal ini bisa menjadi angin segar bagi kita, karena pada kurikulum sebelumnya begitu banyak mata pelajaran yang harus dipelajari peserta didik, namun kurang difahami makna atas apa yang mereka pelajari. Beberapa mata pelajaran yang diberikan kepada peserta didik, belum berorientasi pada minat dan atau tingkat usia mereka.
Dalam mengintegrasikan mata pelajaran diharapkan pemerintah sudah betul-betul mengkaji sesuai dengan satuan pendidikan, yang disetting secara berkesinambungan, sehingga tidak terjadi tumpang tindih dan yang terpenting mengandung kompetensi yang bermakna bagi hidup dan kehidupan peserta didik setelah mereka lulus.
Standar Proses
Setting Kurikulum 2013 memberikan waktu yang lebih banyak bagi pendidik dalam mendidik dan meng create proses pembelajaran. Diharapkan pembelajaran akan menjadi lebih menyenangkan dan memiliki makna. Untuk itulah para pendidik harus mampu menyikapi dengan terus mengembangkan kompetensinya. Penguasaan berbagai metode dan pemanfaatan TI rasanya sudah menjadi kebutuhan yang tidak dapat ditunda lagi. Pemilihan metode yang dapat memotivasi anak untuk aktif, kreatif, inovatif dan percaya diri, menjadi tantangan tersendiri bagi pendidik. Karena penggunaan metode konvensional dengan alokasi waktu yang lebih lama, akan membuat peserta didik menjadi cepat jenuh.
Pendekatan konsektual dengan memanfaatkan lingkungan dan berbagai sumber belajar bukan hanya sekedar tertuang dalam administrasi tapi benar-benar diimplementasikan di dalam proses pembelajaran.
Sebagai contoh di satuan pendidikan SMK, ketika peserta didik dituntut untuk memiliki kompetensi sesuai dengan program keahliannya,maka kegiatan kunjungan ke industri, Praktek Kerja Industri atau magang merupakan satu rangkaian yang terintegrasi dalam proses pencapaian kompetensi. Tentu saja hal ini tidak lepas dari peran pemerintah bagaimana mensinergikan antara kompetensi yang dibutuhkan oleh Dunia Usaha dan Dunia Industri (DUDI) dengan kompetensi yang diajarkan di dunia pendidikan khususnya SMK.
Sudah saatnya pemerintah tidak lagi berorientasi pada penambahan prosentase jumlah SMK tapi harus mulai memikirkan link and match antara lulusan SMK dengan kebutuhan Sumber Daya Manusia di DUDI.
Sistem Evaluasi
Dari sisi evaluasi Kurikulum 2013 lebih menekankan pada penilaian otentik berupa portofolio. Sehingga kompetensi peserta didik tidak hanya dipotret melalui hasil tes tertulis baik formatif maupun sumatif saja tapi bagaimana mereka melewati proses pendidikan yang didokumentasikan dalam sebuah portofolio peserta didik.
Sehingga pada saat final evaluasi tidak ada lagi istilah adanya pemberian “syafaat nilai“ agar peserta didik dianggap kompeten. Tetapi perbaikan yang berkelanjutan atas kompetensi siswa akan menjadi sebuah tuntutan dalam proses pendidikan yang lebih komprehensif.
Berdasarkan keempat hal tersebut di atas bila kita tarik benang merah dari Kurikulum 2013 adalah adanya pergeseran kompetensi lulusan yang lebih menekankan pada pencapaian kompetensi pendidik berbasis karakter, bukan hanya berorientasi pada kognisi. Untuk itu peran seorang pendidik yang profesional menjadi sangat penting. Tapi mestinya pemerintah tidak perlu ragu lagi, karena seiring berjalannya waktu label pendidik profesional semakin meningkat, ini dapat dilihat dari jumlah penerima sertifikat guru profesional yang kian bertambah. Tinggal sekarang bagaiman para pahlawan tanpa tanda jasa ini menyikapi, apakah perubahan ini hanya disikapi dengan “wait and see, action if instruction atau change of chance“ . Bagaimanapun juga ujung pengendali proses pendidikan berada di tangan seorang guru. Demikian juga sukses dan tidaknya implementasi Kurikulum 2013 sangat tergantung dari para guru dalam mengejawantahkan amanah kurikulum baru ini.
Transformasi diharapkan akan terjadi pada kurikulum 2013 nanti. Untuk itu dunia pendidikan harus menyikapi perubahan ini dengan sepenuh hati. Ada beberapa hal yang perlu kita sikapi saat kurikulum baru ini diberlakukan.
Standar Kompetensi Lulusan
Jika dalam kurikulum sebelumnya orientasi kompetensi lulusan lebih banyak diwarnai dari hasil Ujian Nasional yang begitu sarat dengan muatan kognisi maka dalam Kurikulum 2013 standar kompetensi lulusan lebih komprehensif dengan mengusung kompetensi sikap, ketrampilan dan kognisi.
Barangkali pemerintah sudah mulai worry dengan fenomena yang terjadi di masyarakat di mana nilai-nilai karakter belum sepenuhnya mendapat porsi yang cukup. Maraknya tawuran antar pelajar, korupsi berjamaah seolah menjadi warta yang mendominanasi hampir di seluruh media massa. Itulah mengapa kompetensi berbasis karakter ini menjadi pilar utama dalam Kurikulum 2013. Semoga saja pemerintah konsekuen dengan hal ini sehingga tidak lagi memberikan predikat lulus kepada siswa hanya dengan mengutamakan nilai Ujian Nasional, tetapi juga mempertimbangkan nilai-nilai karakter yang selama ini berada di urutan yang ke sekian. Dan ini bukan hanya dituntut kepada siswa, tetapi juga para pemangku kepentingan di dunia pendidikan, untuk memberikan teladan karakter yang baik dalam penyelernggaraan UN.
Standar Isi
Dalam Kurikulum 2013 beberapa mata pelajaran diintegrasikan satu sama lain. Hal ini bisa menjadi angin segar bagi kita, karena pada kurikulum sebelumnya begitu banyak mata pelajaran yang harus dipelajari peserta didik, namun kurang difahami makna atas apa yang mereka pelajari. Beberapa mata pelajaran yang diberikan kepada peserta didik, belum berorientasi pada minat dan atau tingkat usia mereka.
Dalam mengintegrasikan mata pelajaran diharapkan pemerintah sudah betul-betul mengkaji sesuai dengan satuan pendidikan, yang disetting secara berkesinambungan, sehingga tidak terjadi tumpang tindih dan yang terpenting mengandung kompetensi yang bermakna bagi hidup dan kehidupan peserta didik setelah mereka lulus.
Standar Proses
Setting Kurikulum 2013 memberikan waktu yang lebih banyak bagi pendidik dalam mendidik dan meng create proses pembelajaran. Diharapkan pembelajaran akan menjadi lebih menyenangkan dan memiliki makna. Untuk itulah para pendidik harus mampu menyikapi dengan terus mengembangkan kompetensinya. Penguasaan berbagai metode dan pemanfaatan TI rasanya sudah menjadi kebutuhan yang tidak dapat ditunda lagi. Pemilihan metode yang dapat memotivasi anak untuk aktif, kreatif, inovatif dan percaya diri, menjadi tantangan tersendiri bagi pendidik. Karena penggunaan metode konvensional dengan alokasi waktu yang lebih lama, akan membuat peserta didik menjadi cepat jenuh.
Pendekatan konsektual dengan memanfaatkan lingkungan dan berbagai sumber belajar bukan hanya sekedar tertuang dalam administrasi tapi benar-benar diimplementasikan di dalam proses pembelajaran.
Sebagai contoh di satuan pendidikan SMK, ketika peserta didik dituntut untuk memiliki kompetensi sesuai dengan program keahliannya,maka kegiatan kunjungan ke industri, Praktek Kerja Industri atau magang merupakan satu rangkaian yang terintegrasi dalam proses pencapaian kompetensi. Tentu saja hal ini tidak lepas dari peran pemerintah bagaimana mensinergikan antara kompetensi yang dibutuhkan oleh Dunia Usaha dan Dunia Industri (DUDI) dengan kompetensi yang diajarkan di dunia pendidikan khususnya SMK.
Sudah saatnya pemerintah tidak lagi berorientasi pada penambahan prosentase jumlah SMK tapi harus mulai memikirkan link and match antara lulusan SMK dengan kebutuhan Sumber Daya Manusia di DUDI.
Sistem Evaluasi
Dari sisi evaluasi Kurikulum 2013 lebih menekankan pada penilaian otentik berupa portofolio. Sehingga kompetensi peserta didik tidak hanya dipotret melalui hasil tes tertulis baik formatif maupun sumatif saja tapi bagaimana mereka melewati proses pendidikan yang didokumentasikan dalam sebuah portofolio peserta didik.
Sehingga pada saat final evaluasi tidak ada lagi istilah adanya pemberian “syafaat nilai“ agar peserta didik dianggap kompeten. Tetapi perbaikan yang berkelanjutan atas kompetensi siswa akan menjadi sebuah tuntutan dalam proses pendidikan yang lebih komprehensif.
Berdasarkan keempat hal tersebut di atas bila kita tarik benang merah dari Kurikulum 2013 adalah adanya pergeseran kompetensi lulusan yang lebih menekankan pada pencapaian kompetensi pendidik berbasis karakter, bukan hanya berorientasi pada kognisi. Untuk itu peran seorang pendidik yang profesional menjadi sangat penting. Tapi mestinya pemerintah tidak perlu ragu lagi, karena seiring berjalannya waktu label pendidik profesional semakin meningkat, ini dapat dilihat dari jumlah penerima sertifikat guru profesional yang kian bertambah. Tinggal sekarang bagaiman para pahlawan tanpa tanda jasa ini menyikapi, apakah perubahan ini hanya disikapi dengan “wait and see, action if instruction atau change of chance“ . Bagaimanapun juga ujung pengendali proses pendidikan berada di tangan seorang guru. Demikian juga sukses dan tidaknya implementasi Kurikulum 2013 sangat tergantung dari para guru dalam mengejawantahkan amanah kurikulum baru ini.