SEBAGIAN besar pejabat di Indonesia mungkin lupa dengan isi Pasal 34 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Pasal tersebut berisi tentang fakir miskin dan anak terlantar. Tepatnya, fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara.
Pasal tinggan pasal dan undang-undang hanya sekadar melengkapi eksistensi satu negara. Terbukti, banyak fakir miskin dan anak-anak terlantar yang sama sekali tidak diperhatikan pemerintah. Padahal, masa depan mereka menjadi tanggung jawab negara.
Tengok kisah heroik dan kesatria Tasripin. Bocah berusia 12 tahun asal Banyumas, Jawa Tengah ini terpaksa bekerja untuk menghidupi tiga adiknya. Anak yang tidak memiliki ibu dan ditinggal bekerja oleh ayahnya ke Kalimantan ini rela meninggalkan sekolah demi kelanjutan hidup ketiga adiknya.
Setiap hari, Tasripin pergi ke sawah sejak pukul 07.00 WIB. Miris, perjuangan dari pagi hingga matahari terbenam hanya demi meraih Rp30 ribu. Uang itu langsung dibelikan beras dan sayur untuk makan sehar-hari ketiga adiknya. Bahkan Tasripin harus menyisihkan pendapatannya agar ketiga adiknya bisa jajan.
Keempat anak tersebut tinggal di rumah yang jauh dari rasa nyaman. Ukurannya bahkan hanya 5x7 meter, yang merupakan besar minimal kamar seorang yang ekonominya berkecukupan. Namun tidak membuat Tasripin cengeng apalagi mengemis kepada negara.
Nama Tasripin menjadi buah bibir setelah kisahnya diangkat media massa. Setelah itu, para pejabat daerah hingga Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberikan komentar bernada prihatin. Aneh bila ditelisik sikap para pejabat di negeri ini. Mengapa baru berlomba-lomba menunjukkan keprihatinan setelah kisah Tasripin dan keluarga menghiasi halaman surat kabar.
Lucu dan sangat konyol. Mengapa mereka tidak tergerak sejak mengetahui kondisi Tasripin yang sangat memperihatinkan. Apalagi, hak kehidupan layak dan pendidikan Tasripin beserta adik-adiknya ditanggung negara. Dengan kata lain, pejabat yang bertanggung jawab mengabaikan Pasal 34 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
Bukan saatnya pencitraan. Bangsa ini sudah muak dengan pencitraan. Rakyat Tasripin dan keluarga sangat membutuhkan aksi dari pemerintah, tanpa harus dipublikasi oleh media massa. Pasalnya, kelangsungan hidup layak dan pendidikan menjadi tanggung jawab negara.
Kondisi memilukan Tasripin terjadi karena pemerintah mengapaikan Pasal 34 UUD 1945 dan janji politiknya. Setelah duduk manis di singgasana, sebagian besar pemimpin di negeri ini lebih asik memikirkan kelompoknya, bukan rakyat miskin.
Mulai saat ini, sudah sepatutnya seluruh pemimpin di negeri ini mencontoh bagaimana sikap kesatria dan tanggung jawab yang ditunjukkan Tasripin. Turun ke lapangan dan melihat langsung rakyat yang sudah memilihnya menjadi pemimpin.
Anda setuju Tasripin pantas dinobatkan sebagai contoh bagi setiap pemimpin? Anda sebagai pemimpin lebih tahu jawabannya.
Pasal tinggan pasal dan undang-undang hanya sekadar melengkapi eksistensi satu negara. Terbukti, banyak fakir miskin dan anak-anak terlantar yang sama sekali tidak diperhatikan pemerintah. Padahal, masa depan mereka menjadi tanggung jawab negara.
Tengok kisah heroik dan kesatria Tasripin. Bocah berusia 12 tahun asal Banyumas, Jawa Tengah ini terpaksa bekerja untuk menghidupi tiga adiknya. Anak yang tidak memiliki ibu dan ditinggal bekerja oleh ayahnya ke Kalimantan ini rela meninggalkan sekolah demi kelanjutan hidup ketiga adiknya.
Setiap hari, Tasripin pergi ke sawah sejak pukul 07.00 WIB. Miris, perjuangan dari pagi hingga matahari terbenam hanya demi meraih Rp30 ribu. Uang itu langsung dibelikan beras dan sayur untuk makan sehar-hari ketiga adiknya. Bahkan Tasripin harus menyisihkan pendapatannya agar ketiga adiknya bisa jajan.
Keempat anak tersebut tinggal di rumah yang jauh dari rasa nyaman. Ukurannya bahkan hanya 5x7 meter, yang merupakan besar minimal kamar seorang yang ekonominya berkecukupan. Namun tidak membuat Tasripin cengeng apalagi mengemis kepada negara.
Nama Tasripin menjadi buah bibir setelah kisahnya diangkat media massa. Setelah itu, para pejabat daerah hingga Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberikan komentar bernada prihatin. Aneh bila ditelisik sikap para pejabat di negeri ini. Mengapa baru berlomba-lomba menunjukkan keprihatinan setelah kisah Tasripin dan keluarga menghiasi halaman surat kabar.
Lucu dan sangat konyol. Mengapa mereka tidak tergerak sejak mengetahui kondisi Tasripin yang sangat memperihatinkan. Apalagi, hak kehidupan layak dan pendidikan Tasripin beserta adik-adiknya ditanggung negara. Dengan kata lain, pejabat yang bertanggung jawab mengabaikan Pasal 34 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
Bukan saatnya pencitraan. Bangsa ini sudah muak dengan pencitraan. Rakyat Tasripin dan keluarga sangat membutuhkan aksi dari pemerintah, tanpa harus dipublikasi oleh media massa. Pasalnya, kelangsungan hidup layak dan pendidikan menjadi tanggung jawab negara.
Kondisi memilukan Tasripin terjadi karena pemerintah mengapaikan Pasal 34 UUD 1945 dan janji politiknya. Setelah duduk manis di singgasana, sebagian besar pemimpin di negeri ini lebih asik memikirkan kelompoknya, bukan rakyat miskin.
Mulai saat ini, sudah sepatutnya seluruh pemimpin di negeri ini mencontoh bagaimana sikap kesatria dan tanggung jawab yang ditunjukkan Tasripin. Turun ke lapangan dan melihat langsung rakyat yang sudah memilihnya menjadi pemimpin.
Anda setuju Tasripin pantas dinobatkan sebagai contoh bagi setiap pemimpin? Anda sebagai pemimpin lebih tahu jawabannya.