Asrama polisi di Jalan HM Joni Blok Q No12, Medan Denai, Rabu (23/1) pukul 07.00 WIB, mendadak heboh. Brigadir Andreas Hutabarat (32) ditemukan tewas tergantung di kamar rumahnya. Kematian korban diduga terkait dengan pengakuan sang istri, Monira boru Napitupulu alias Bora (24), kalau anak yang dilahirkannya merupakan benih pria lain.
Penemuan jenazah personil Sat Sabhara Polresta Medan itu pertama kali diketahui bapaknya, H Hutabarat (71). Pagi itu, sang bapak berusaha membangunkan Andreas agar bersiap-siap berangkat kerja.
Namun berulang kali dipanggil, Andreas tak juga menyahut. Curiga, naluri polisi H Hutabarat pun muncul. Pensiunan juru periksa (juper) Poldasu itu pun mencongkel pintu kamar Andreas dengan sebilah parang.
Setelah pintu terbuka, alangkah terkejutnya Purnawirawan polisi berpangkat Pelda itu. Anak lelaki yang menjadi penerusnya di kepolisian itu telah meregang nyawa dengan leher terikat tali yang tergantung di plafon kamar.
Melihat hal itu, H Hutabarat pun memberitahukan pada tetangga dan keluarga, selanjutnya dilapor kepihak kepolisian. Petugas kepolisian dari Polsek Medan Area pun datang ke lokasi. Namun jenazah Andreas baru diturunkan dari gantungan tali timba itu, setelah kedatangan tim identifikasi dari Polresta Medan.
Dalam kasus ini pihak keluarga mempersalahkan Bora, yang belum genap setahun dinikahi Andreas.
“Ini semua salah dia (Bora). Karena dia lah anakku jadi kayak gini. Nggak nyangka aku kok senekat ini dia (Andreas),” ucap H Hutabarat.
Pernikahan Andreas dan Bora, lanjut H Hutabarat, berlangsung tak lama. Sehari dinikahkan tepatnya Jumat, 13 April 2012. Sabtu, 14 April 2012 sore Bora kabur. Usia pernikahan yang hanya berumur sehari itu pun diawali dengan pertengkaran.
Sebab H Hutabarat menjelaskan, anaknya saat itu menikahi wanita yang tengah hamil 4 bulan. Dan pihak keluarganya sudah menentang pernikahan itu terjadi.
Namun kekerasan hati Andreas untuk tetap memperistri Bora membuat orangtua dan saudara-saudaranya tak bisa berbuat apa-apa.
“Memang jahat kali lah istrinya itu. Menikah dengan anakku hanya untuk dapatkan status biar anak yang dikandungnya itu punya bapak. Setelah itu ditinggalkannya aja anakku, sampe stres dia memikirkannya,” jelas H Hutabarat, menegaskan kebesaran hati Andreas menutupi aib keluarga Bora.
Kisah asmara Andreas dan Bora sendiri bermula dari perjodohan yang dilakukan pihak keluarga Bora. Pertemuan antara korban dengan Bora bermula pada pertengahan Desember 2011. Setelah 3 bulan pacaran, keduanya memilih menikah di Wisma Bhakti Jalan AR Hakim Kec Medan Denai.
“Kalau orang ini dijodohkan sama salah seorang keluarga dari si Bora (istri), dan dari pertama aku memang udah nggak suka dengannya. Karena kudengar dari keluarga yang nggak baik-baik. Tapi anakku ini tetap ngotot dan marah kalau dibilang. Karena ini keputusannya, kami dukung,” jelasnya lagi.
“Kalau orang ini dijodohkan sama salah seorang keluarga dari si Bora (istri), dan dari pertama aku memang udah nggak suka dengannya. Karena kudengar dari keluarga yang nggak baik-baik. Tapi anakku ini tetap ngotot dan marah kalau dibilang. Karena ini keputusannya, kami dukung,” jelasnya lagi.
Setelah kabur, Bora sempat muncul dengan mendatangi Andreas. Kedatangan Bora ke kantor polisi, tempat Andreas bekerja, saat itu hanya untuk memberitahukan kalau anak yang dilahirkan bukan anak Andreas.
“Memang nggak ada otaknya perempuan itu. Sudah pergi gitu aja ninggalin anakku, terus tiba-tiba dia (Bora) datang ke kantor sambil marah-marah dan mengatakan kalau anak itu bukan lah anak dari anakku. Apa maksudnya itu, buat malu keluarga kami semua, dan membuat anakku semakin stres,” ujar H. Hutabara menguak persoalan berat yang dihadapi anaknya.
“Kalau datang dia (Bora) itu sekarang, ku cincang. Biar aku masuk penjara, udah kesal kali aku sama perempuan itu. Gara-gara dia anakku kayak gini, sampe nekat bunuh diri,” ungkapnya dengan nada marah.
Sejak perkenalan dengan Bora, sikap Andreas berubah. Menjadi pemarah dan sering murung, dan hal inilah yang membuat pihak keluarga menjadi curiga kalau korban diguna-guna oleh Bora.
“Semenjak kenal dengan perempuan itu (Bora), berubah kali dia (korban). Sifatnya jadi pemarah, apa yang kami bilang nggak pernah lagi didengar, kalau kami bilang jangan sama perempuan itu, langsung marah dia. Katanya kami ini pihak keluarga halang-halangi dia untuk nikah. Pokoknya berubah lah sifatnya,” tambahnya.
Pantauan di lokasi kejadian, kediaman korban mulai diramaikan pihak saudara, tetangga dan kerabat keluarga, untuk melayat jenazah korban