Sunday, March 10, 2013

Mengukur Kesuksesan Hidup


Seringkali kebanyakan orang mengukur kesuksesan hidup secara linier. Para orang tua mengukur kesuksesan anak dengan ranking dan nilai raport. Seorang anak dinilai sukses apabila ia menjadi ranking satu dikelas atau memiliki nilai 9 dan 10. Masyarakat menilai seseorang itu pintar ketika memiliki gelar sarjana atau profesor.
Padahal, cara menilai kesuksesan hidup yang demikian itu sangat tidak ideal bagi otak kanan. Sempitnya pemahaman tentang kesuksesan hidup menyembabkan sempitnya ruang untuk berkembang.
Apakah cara mengukur kesuksesan hidup yang banyak kita temui saat ini itu cukup adil? Adilkah kita menilai pencapaian prestasi seseorang hanya dari satu faktor, yaitu kemampuan otak kirinya yang berupa nilai ijazah/raport?
Apakah dapat dijamin mereka yang selalu ranking satu dikelas, memiliki nilai ijazah yang baik, punya gelar profesor akan memiliki kehidupan yang sukses? Apakah mereka yang memiliki jabatan tinggi pasti sukses? Apakah mereka yang memiliki uang banyak, aset dan perusahaan yang banyak kehidupannya selalu mulus dan sukses?
Pada kenyataannya , kehidupan ini tidak sama dengan deret ukur. Tidak selamanya potensi dan prestasi yang dicapai oleh otak kiri akan memberikan kesuksesan kepada seseorang. Demikian juga otak kanan. Kita perlu memberikan perlakuan terhadap keduanya secara seimbang. Karena keduanya sama-sama berperan dalam kesuksesan hidup kita.
Hidup ini bukanlah matematika dimana 1+1=2, namun matematika adalah bagian dari hidup. Maka, kesimpulannya adalah untuk mengukur kesuksesan hidup seseorang diperlukan pemikiran yang luas dan berimbang

PEMBELAJARAN IPA DI LUAR KELAS

IPA merupakan salah satu Mata Pelajaran yang mempunyai ruang lingkup sangat luas. Di dalam IPA dipelajari tentang sesuatu yang berhubungan ...