Tiap tahun, Malaysia diketahui menggelontorkan dana 70 ribu peso, atau setara Rp 53,3 juta ke Kesultanan Sulu di Filipina. Namun, menurut Menteri Luar Negeri Malaysia, Anifah Aman, uang itu bukan untuk pembayaran sewa Sabah, namun merupakan biaya penyerahan Sabah kepada Malaysia. Pemerintah negeri jiran ini tidak pernah mengakui klaim bahwa Sabah bukan milik Malaysia.
Ketika diwawancarai TV3 Malaysia, Anifah menegaskan bahwa perjanjian 1878 antara Dent Alfred dan Baron von Overbeck dari British North Borneo Company dan Sultan Sulu pada waktu itu menyatakan bahwa Sultan Sulu menyerahkan wilayah Borneo Utara secara permanen. Ahli waris kesultanan berhak menerima pembayaran tahunan 5.300 peso Meksiko. "Ini bukan pembayaran untuk sewa, tetapi sebagai bagian dari penyerahan," katanya.
Anifah menuding kelompok Jamalul Kiram III--yang dikirim dari Sulu untuk merebut kembali Sabah--adalah teroris, karena memasuki negara lain secara ilegal dan bersenjata. "Mereka yang tidak menghormati otoritas dan hak asasi manusia adalah teroris...apa yang telah terjadi tidak dapat diampuni," katanya.
Anifah menduga kekisruhan di Sabah ini didorong oleh masalah politik dalam negeri Malaysia. Pasalnya, sebuah laporan Reuters menemukan bahwa pengikut Jamalul Kiram III "telah diundang ke Sabah oleh politikus oposisi Malaysia untuk membahas masalah tanah." Anifah mengatakan ia telah mendesak pemerintah Filipina untuk menyelidiki klaim tersebut.
Presiden Filipina, Benigno Aquino III, sebelumnya mengatakan ada tanda-tanda konspirasi di balik keputusan pengikut Kiram untuk menuntut klaim mereka di Sabah. Dia menolak menyebutkan nama para konspirator yang dicurigai dengan alasan masih memerlukan lebih banyak bukti.