Awal Kehidupan Sosial Ekonomi dan Budaya di Indonesia- Manusia
adalah mahluk yang memiliki perbedaan dengan binatang. Perbedaan utama
manusia dengan binatang adalah manusia memiliki akal sedangkan binatang
tidak. Akal yang dimiliki oleh manusia itulah yang menjadi penyebab
utama kehidupan manusia mengalami perkembangan. Perkembangan ini terjadi ketika manusia berinteraksi dengan lingkungan alam.
Dengan akal yang dimilikinya, manusia
mencoba memecahkan tantangan alam yang dihadapinya. Sedangkan binatang,
dalam menghadapi tantangan cenderung melakukan adaptasi secara fisik.
Misalnya di daerah yang beriklim dingin binatang memiliki kulit yang
tebal, di dalam air binatang memiliki sirip dan insang untuk bernapas,
dan yang lainnya. Binatang yang tidak mampu beradaptasi dengan alam
cenderung akan punah. Adaptasi yang dilakukan oleh manusia dalam
berinteraksi dengan tantangan alam, lebih banyak menggunakan akal.
Manusia dengan akal yang dimilikinya, mencoba berpikir bagaimana
memecahkan tantangan hidup yang dihadapi yang disebabkan oleh kondisi
alam. Jawaban yang dilakukan oleh manusia dalam menghadapi tantangan
tersebut, yaitu dengan menciptakan berbagai peralatan hidup. Manusia
secara fisik tidak melakukan adaptasi seperti yang terjadi pada
binatang. Perkembangan yang terjadi justru pada alat-alat kehidupan yang
digunakan. Dari zaman ke zaman, peralatan kehidupan manusia
berkembangan. Perkembangan itu terjadi, mulai dari yang sederhana hingga
yang kompleks. Perubahan terjadi mulai dari bahan yang digunakan hingga
pada bentuk, misalnya mulai dari bahan yang menggunakan batu, tulang,
kayu, hingga logam dan besi. Dari segi bentuk, mulai dari yang kasar
hingga yang halus, mulai dari bentuk hiasan yang sederhana hingga
menjadi hiasan yang indah. Peralatan-peralatan yang diciptakan oleh
manusia merupakan hasil kebudayaannya.
Perkembangan
kehidupan manusia, terjadi bukan hanya pada hubungan manusia dengan
lingkungan alam. Interaksi di antara sesama manusia mengalami
perkembangan pula. Interaksi ini terjadi disebabkan oleh adanya saling
membutuhkan di antara individu-individu, karena secara fitrahnya manusia
merupakan makhluk sosial. Tidak ada manusia yang bisa hidup sendiri.
Interaksi manusia akan melahirkan bentuk kehidupan sosial, ekonomi, dan
keluarga.
Kebutuhan yang menjadi
dasar hubungan antarmanusia dapat berupa kebutuhan yang bersifat materi
maupun nonmateri. Kebutuhan nonmateri, misalnya kebutuhan biologis.
Hubungan manusia yang berdasar pada kebutuhan biologis akan melahirkan
suatu perkawinan, yang kemudian membentuk suatu keluarga. Pembentukan
keluarga akan berkembang pada pembentukan kelompok masyarakat yang lebih
luas. Di antara anggota keluarga atau kelompok masyarakat akan terjadi
ketergantungan kebutuhan materi. Hubungan materi ini akan melahirkan
kehidupan ekonomi. Kebutuhan ekonomi dalam suatu kelompok keluarga
dilakukan biasanya melalui pembagian kerja. Pada kelompok keluarga
manusia purba, biasanya kaum laki-laki mencari berburu ke hutan mencari
binatang untuk dijadikan makanannya. Mereka berburu secara berkelompok,
dengan tujuan demi keamanan. Sedangkan kaum wanita dan anak-anak
biasanya hanya mencari makanan atau tumbuh-tumbuhan di sekitar tempat
tinggal sementara mereka. Kehidupan sosial dan ekonomi merupakan dua
aspek kehidupan yang saling berkait. Sebagaimana telah dikemukakan,
kehidupan manusia purba mencari makanan secara berkelompok. Dalam
mencari makanan ini pun kemudian mengalami perkembangan. Semula mereka
bergantung pada alam, lambat laun mereka mengolah sumber makanan yang
disediakan oleh alam.
Hal ini terjadi
disebabkan sumber makanan yang disediakan oleh alam memiliki
ketersediaan yang menipis dan terbatas. Dampak dari ini pula, manusia
mengalami perkembangan dalam hal tempat tinggal. Semula, hidupnya
berpindah-pindah, kemudian menjadi menetap. Dengan demikian kehidupan
sosial ekonomi pun mengalami perubahan.
Kebutuhan
nonmateri lainnya yaitu kepercayaan. Kehidupan kepercayaan manusia pun
mengalami perkembangan. Suatu kepercayaan pada manusia, biasanya timbul
disebabkan adanya keyakinan pada diri manusia terhadapnya
kekuatan-kekuatan gaib yang menguasai kehidupan manusia. Kekuatan gaib
tersebut dapat dipersonifikasikan ke dalam benda-benda fisik yang ada di
sekitarnya, misalnya pohon, batu, bahkan juga binatang. Benda-benda
tersebut dianggap keramat. Sebagai wujud adanya kepercayaan maka
lahirlah kegiatan-kegiatan ritual atau upacara-upacara penyembahan.
Upacara penyembahan pun mengalami perkembangan mulai dari menyembah
terhadap benda-benda yang dianggap memiliki kekuatan yang gaib, sampai
dengan mempercayai adanya Dewa dan Tuhan.
Masa berburu dan mengumpulkan makanan
Masa ini merupakan awal tahapan kehidupan manusia dalam bidang kehidupan sosial ekonomi. Pada masa berburu dan mengumpulkan makanan menghasilkan alat-alat yang digunakan untuk menopang kehidupannya. Selain itu, pada masa ini menghasilkan pula sistem kepercayaan.
Masa ini merupakan awal tahapan kehidupan manusia dalam bidang kehidupan sosial ekonomi. Pada masa berburu dan mengumpulkan makanan menghasilkan alat-alat yang digunakan untuk menopang kehidupannya. Selain itu, pada masa ini menghasilkan pula sistem kepercayaan.
a. Kehidupan sosial-ekonomi Masa berburu
Kehidupan manusia pada masa ini, belum melakukan pengolahan terhadap sumber-sumber daya alam. Ketergantungan manusia terhadap alam sangat tinggi, mereka memakan makanan yang sudah disediakan oleh alam. Cara yang mereka lakukan untuk mendapat makanan yaitu dengan berburu dan mengumpulkan makanan. Berburu dan mengumpulkan makanan merupakan cara yang mereka lakukan untuk mempertahankan hidupnya. Apabila persediaan makanan yang terdapat pada alam di mana mereka tinggal, maka tempat tersebut akan mereka tinggalkan. Oleh sebab itu, kehidupan manusia pada masa ini berpindah-pindah (nomaden), tidak memiliki tempat tinggal.
Kehidupan manusia pada masa ini, belum melakukan pengolahan terhadap sumber-sumber daya alam. Ketergantungan manusia terhadap alam sangat tinggi, mereka memakan makanan yang sudah disediakan oleh alam. Cara yang mereka lakukan untuk mendapat makanan yaitu dengan berburu dan mengumpulkan makanan. Berburu dan mengumpulkan makanan merupakan cara yang mereka lakukan untuk mempertahankan hidupnya. Apabila persediaan makanan yang terdapat pada alam di mana mereka tinggal, maka tempat tersebut akan mereka tinggalkan. Oleh sebab itu, kehidupan manusia pada masa ini berpindah-pindah (nomaden), tidak memiliki tempat tinggal.
Jenis
makanan yang mereka buru adalah binatang di hutan. Selain binatang di
hutan, mereka juga di sungai, danau, atau pantai melakukan penangkapan
ikan. Hasil buruan baik binatang dari hutan maupun hasil tangkapan ikan,
tidak mereka olah menjadi masakan sebagaimana layaknya hidangan makanan
sekarang. Ikan atau daging itu, mereka bakar untuk dimakan. Pada masa
ini, pengolahan makanan baru sebatas dibakar saja, karena mereka sudah
mengenal api.
Selain memakan binatang
buruan dan ikan, manusia pada masa ini sudah memakan tumbuh-tumbuhan.
Tumbuh-tumbuhan yang mereka makanan pada umumnya berupa umbi-umbian,
yang biasanya tumbuh di sekitar tempat tinggal mereka. Tumbuh-tumbuhan
itu langsung mereka makan mentah-mentah, tidak dimasak dahulu. Mereka
belum memiliki kemampuan menanak nasi.
Sebagaimana
telah dikemukakan, manusia purba hidup secara berkelompok. Hal ini
mereka lakukan pula ketika melakukan kegiatan berburu. Mereka
berkelompok dengan tujuan demi keamanan terutama dalam menghadapi
serangan dari binatang buas. Kalau dengan cara berkelompok perlindungan
mereka relatif lebih aman daripada pergi sendiri.
Hewan
dan makanan yang menjadi sumber penghidupan manusia purba, dicari pada
daerah-daerah tertentu. Untuk mendapatkan makanannya baik dari itu hewan
maupun tumbuh-tumbuhan, manusia purba hidup pada daerah-daerah tertentu
yang memungkinkan mereka mendapatkan makanan. Dengan demikian kegiatan
berburu atau mencari makanan dengan cara berpindah-pindah, bukan berarti
manusia purba ini selalu bepergian seenaknya, dengan tidak menimpati
suatu tempat. Mereka tetap menempati suatu daerah tertentu.
Gambar 4.2 Manusia Purba Sedang Mencari Makanan
Kehidupan
berburu menyebabkan manusia purba harus hidup berpindah-pindah. Mereka
belum memiliki rumah sebagai tempat tinggal yang permanen. Tempat yang
dijadikan tempat tinggal sementara adalah gua-gua. Manusia purba,
memilih tempat tinggal sementara, terutama daerah yang di sekitarnya
tersedia makanan. Misalnya mereka tinggal dekat sungai atau pantai yang
mudah untuk mencari ikan, atau hutan yang terdapat tumbuh-tumbuhan yang
bisa mereka makan atau dapat dijadikan tempat berburu binatang.
Dalam
berburu binatang, biasanya mereka menyusuri sungai yang dapat dijadikan
petunjuk jalan agar tidak tersesat. Sungai mereka susuri dengan cara
berjalan kaki, belum menggunakan perahu. Sedangkan di tepian pantai,
manusia purba memakan makanan yang terdapat di pantai. Makanan yang
mereka makan adalah kerang dan ikan laut. Teknik penangkapan ikan
dilakukan dengan alat sederhana, belum menggunakan perahu atau jaring
seperti sekarang. Mereka menggunakan tombak atau kail untuk menangkap
ikan.
b. Alat-alat yang digunakan Masa berburu
Batu,
tulang, dan kayu merupakan bahan-bahan yang digunakan oleh manusia
purba untuk membuat alat-alat. Temuan yang dilakukan oleh para ahli,
lebih banyak menemukan alat-alat dari batu dan tulang. Hal ini mungkin
disebabkan batu dan tulang merupakan bahan yang kuat, tidak mudah lapuk.
Sedangkan kayu merupakan bahan yang mudah lapuk, sehingga para ahli
tidak terlalu banyak menemukan alat-alat yang terbuat dari kayu. Bentuk
alat-alat yang ditemukan pada masa berburu ini masih dalam bentuk
sederhana. Batu yang digunakan masih kasar belum halus.
Penemuan
sejumlah alat dari batu ditemukan oleh von Koeningwald di Pacitan pada
tahun 1935. Alat yang ditemukan berupa kapak genggam. Jenis alat ini
serupa kapak tetapi tidak bertangkai. Alat ini disebut pula dengan
sebutan chopper. Penggunaan alat ini dilakukan dengan cara
digenggam. Bentuk kapak ini masih kasar, dan diperkirakan
Pithecantrhopus merupakan pendukung kebudayaan kapak genggam. Pendapat
ini didasarkan pada lapisan tempat ditemukannya kapak genggam. Kapak ini
ditemukan pada lapisan tanah yang sama dengan lapisan tanah
pithecanthropus. Kapak genggam ditemukan di berbagai daerah di
Indonesia, antara lain Pacitan, Bali, Flores, Sulawesi Selatan,
Kalimantan, dan Jawa Barat (Sukabumi dan Ciamis). Di luar Indonesia,
jenis kapak ini ditemukan di Vietnam, Filipina, Thailand, Malaysia,
Myanmar, dan Pakistan. Sezaman dengan Pithecanthropus, Sinanthropus Pekinensis yang ada di China meninggalkan juga jenis kapak genggam.
Gambar 4.3 Chopper atau alat genggam yang ditemukan di Pacitan
Di
daerah Ngandong dan Sidorejo ditemukan pula alat lainnya yang terbuat
dari tulang. Alat dari tulang itu banyak berasal dari tulang binatang
hasil buruan. Bagian tulang yang digunakan sebagai alat biasanya bagian
tanduk dan kaki. Fungsi dari alat ini dipergunakan untuk mengorek
umbi-umbian dari dalam tanah dan mengerat daging binatang. Tanduk atau
tulang yang diikatkan pada kayu dapat berfungsi sebagai tumbak untuk
berburu binatang atau menangkap ikan.
Gambar 4.4 Flakes dari Sangiran
Di daerah lainnya, yaitu Sangiran, Sulawesi Selatan, Maumere, dan Timor ditemukan alat-alat serpih yang dinamakan flakes.
Flakes ini sangat kecil sekali dan bentuknya ada yang seperti pisau,
gurdi, atau penusuk. Diperkirakan flakes ini digunakan untuk mengupas,
memotong, atau menggali makanan.
Kalau
dikaitkan dengan kehidupan manusia purba, kebudayaan kapak genggam
(chopper), alat tulang-tulang, dan flakes ini termasuk pada peninggalan
jenis manusia Pihecanthopus Erectus. Manusia jenis ini hidup pada masa Palaeolithikum atau zaman batu tua dengan ciri-ciri kebudayaan yang dihasilkan banyak terbuat dari batu yang masih kasar.
c. Sistem kepercayaan Masa berburu
Pada
masyarakat berburu dan mengumpulkan makanan, sistem kepercayaan pada
sesuatu yang luar biasa atau kekuatan di luar kehendak manusia,
tampaknya sudah ada. Hal itu dapat diketahui dari sisa-sisa penguburan
manusia yang telah meninggal dunia. Dengan demikian, mereka percaya,
bahwa ada suatu kehidupan lain setelah mati.