Hakikat Kematian
Imam Husein as berkata:
"Kematian tidak lebih dari sebuah jembatan yang mengantarkan kita dari segala kesulitan menuju surga dan nikmat yang abadi. Siapa dari kalian yang tidak ingin dipindahkan dari penjara ke gedung yang indah? Sementara kematian bagi musuh-musuhmu sama seperti orang yang dipindahkan dari gedung ke penjara dan tempat penyiksaan. Karena ayahku meriwayatkan dari Rasulullah Saw, beliau bersabda, ‘Dunia merupakan penjara bagi orang mukmin dan surga bagi orang kafir.' Dan kematian merupakan jembatan yang membawa orang mukmin ke surga dan orang kafir ke neraka." (Shaduq, Ma'ani al-Akhbar, Tehran, Dar al-Kitab al-Islamiyah, 1361, cet 2, hal 288)
Setiap manusia akan merasakan kematian dan meninggal dunia yang fana ini menuju tempat tinggal abadi. Kematian merupakan sebuah tahapan dari pengaturan ilahi dan gerak perpindahan manusia ke dunia akhirat. Dunia yang ditinggali saat ini bukan tempat asli dan abadi manusia, tapi hanya tempat ujian besar yang segera berakhir. Setelah berakhirnya ujian itu, manusia akan menuju akhirat dan mendapatkan tempatnya di sana sesuai dengan yang telah dilakukannya selama di dunia.
Dengan melihat dunia sebagai tempat ujian dan persinggahan sementara, ketakutan akan kematian berasal dari dua hal; tidak mengenal dengan benar hakikat kematian dan kebergantungan manusia dengan dunia. Dua sebab ini membuat manusia kesulitan untuk memisahkan dirinya dari dunia.
Tapi tidak demikian dengan orang-orang yang menjalani jalur kebenaran dan hakikat di dunia yang terbatas ini, dan tidak pernah lupa mengingat Allah dan menaatinya, maka mereka tidak pernah merasakan takut menghadapi kematian. Bahkan dalam banyak kasus mereka menyongsong kematian, sehingga ruh dan jiwa mereka yang terpenjara di dunia ini bebas terbang ke alam Malakut dan berada di surga yang abadi.
Bersegera Mencari Kebahagiaan
Imam Husein as berkata:
"Hiduplah dengan nilai-nilai akhlak dan bersegera meraih modal bagi kebahagiaan. Jangan menghitung-hitung perbuatan yang tidak dilakukan dengan segera." (A'lam ad-Din, hal 298, Bihar al-Anwar, jilid 75, hal 121) (IRIB Indonesia / Saleh Lapadi)