Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dipastikan tidak akan berada di Jakarta pada hari Senin, 25 Maret 2013 tepat saat aksi yang disebut-sebut pihak istana sebagai upaya kudeta akan berlangsung.
Menurut keterangan resmi dari Kantor Staf Khusus Presiden Bidang Hubungan Internasional di Jakarta, Jumat (22/3/2013) kemarin, SBY akan memimpin pertemuan keempat Panel Tingkat Tinggi (High Level Panel) tentang Agenda Pembangunan Pasca-2015 di Bali, 25--27 Maret.
Indonesia menjadi tuan rumah pertemuan itu setelah sebelumnya rangkaian HLP dilaksanakan di New York (September 2012), London (November 2012), dan di Monrovia pada Januari 2013.
"Pertemuan Bali merupakan bagian penting dari rangkaian proses penyusunan agenda pembangunan pasca-2015," kata Staf Khusus Presiden Bidang Hubungan Internasional Teuku Faizasyah.
Dengan disepakatinya elemen-elemen serta prinsip-prinsip dari kemitraan global dan perangkat-perangkat implementasinya, menurut Faizasyah, terdapat peluang yang lebih besar dan lebih pasti bagi realisasi agenda pembangunan baru tersebut.
"Pengalaman MDGs (Tujuan Pembangunan Milenium) menunjukkan bahwa suatu agenda pembangunan pasca-2015 memerlukan dukungan kemitraan global dan tersedianya perangkat-perangkat implementasi," katanya.
Menurut dia, tanpa kedua elemen tersebut, pencapaian agenda pembangunan baru tidak akan optimal.
Pertemuan keempat Panel Tingkat Tinggi itu akan dipimpin bersama oleh Presiden Yudhoyono dan Presiden Liberia Ellen Johnson Sirleaf. Perdana Menteri Inggris David Cameron sebagai salah satu ketua bersama lainnya tidak dapat hadir di Bali karena perkembangan di dalam negeri Inggris yang mengharuskan kehadiran PM Cameron.
Seperti diberitakan sebelumnya aksi besar yang merupakan rangkaian dari ultimatum Majelis Kedaulatan Rakyat Indonesia (MKRI) pada 25 Maret 2013 belakangan didengungkan sebagai upaya kudeta kepada Presiden SBY.
MKRI sendiri menegaskan bahwa aksi mereka bukanlah kudeta. Sekjend MKRI Adhie Massardi bahkan menyatakan bahwa aksi tersebut adalah aksi damai untuk menyuarakan kehendak masyarakat yang berbeda dengan kehendak pemerintah.
"Tuntutannya pasti berseberangan dengan kehendak pemerntahan SBY, itu pasti. Kami minta SBY turun, pembentukan segera pemerintahan transisi dan Nasionalisasi aset tambang, migas dan perkebunan. Tapi bukankah demonstrasi itu bagian dari demokrasi, dan perbedaan itu wajar dalam masyarakat yang diklaim sudah demokratis. Jadi kenapa takut," sergah Adhie dalam perbincangan dengan wartawan, kemarin
Indonesia menjadi tuan rumah pertemuan itu setelah sebelumnya rangkaian HLP dilaksanakan di New York (September 2012), London (November 2012), dan di Monrovia pada Januari 2013.
"Pertemuan Bali merupakan bagian penting dari rangkaian proses penyusunan agenda pembangunan pasca-2015," kata Staf Khusus Presiden Bidang Hubungan Internasional Teuku Faizasyah.
Dengan disepakatinya elemen-elemen serta prinsip-prinsip dari kemitraan global dan perangkat-perangkat implementasinya, menurut Faizasyah, terdapat peluang yang lebih besar dan lebih pasti bagi realisasi agenda pembangunan baru tersebut.
"Pengalaman MDGs (Tujuan Pembangunan Milenium) menunjukkan bahwa suatu agenda pembangunan pasca-2015 memerlukan dukungan kemitraan global dan tersedianya perangkat-perangkat implementasi," katanya.
Menurut dia, tanpa kedua elemen tersebut, pencapaian agenda pembangunan baru tidak akan optimal.
Pertemuan keempat Panel Tingkat Tinggi itu akan dipimpin bersama oleh Presiden Yudhoyono dan Presiden Liberia Ellen Johnson Sirleaf. Perdana Menteri Inggris David Cameron sebagai salah satu ketua bersama lainnya tidak dapat hadir di Bali karena perkembangan di dalam negeri Inggris yang mengharuskan kehadiran PM Cameron.
Seperti diberitakan sebelumnya aksi besar yang merupakan rangkaian dari ultimatum Majelis Kedaulatan Rakyat Indonesia (MKRI) pada 25 Maret 2013 belakangan didengungkan sebagai upaya kudeta kepada Presiden SBY.
MKRI sendiri menegaskan bahwa aksi mereka bukanlah kudeta. Sekjend MKRI Adhie Massardi bahkan menyatakan bahwa aksi tersebut adalah aksi damai untuk menyuarakan kehendak masyarakat yang berbeda dengan kehendak pemerintah.
"Tuntutannya pasti berseberangan dengan kehendak pemerntahan SBY, itu pasti. Kami minta SBY turun, pembentukan segera pemerintahan transisi dan Nasionalisasi aset tambang, migas dan perkebunan. Tapi bukankah demonstrasi itu bagian dari demokrasi, dan perbedaan itu wajar dalam masyarakat yang diklaim sudah demokratis. Jadi kenapa takut," sergah Adhie dalam perbincangan dengan wartawan, kemarin