Memang banyak informasi aktual yang bisa diangkat menjadi sebuah tulisan. Namun, seringkali pula mengalami kesulitan untuk mengeksplorasi lebih jauh. Lebih-lebih jika tulisan yang dibaca, entah itu dari media virtual maupun cetak, dinilai jauh lebih dahsyat dan tajam analisisnya. Tak ayal lagi, animo menulis pun jadi surut. Lantaran tak ingin masuk dalam kategori “blogger latah”, tak jarang sang blogger lebih banyak berdiam diri dan surut seleranya untuk menulis.
Situasi seperti itu seringkali saya alami. Pada saat-saat tertentu, saya benar-benar berada di titik kulminasi kejenuhan. Tak tahu tulisan macam apa yang mesti diangkat menjadi sebuah postingan. Lebih-lebih jika kebetulan pekerjaan offline sedang menanti untuk diselesaikan. Maka, mau atau tidak, saya lebih mendahulukan pekerjaan offline ketimbang meng-update tulisan. Sangat beralasan jika grafik arsip tulisan setiap bulan di blog ini pun mengalami pasang-surut.
Meng-update postingan di blog jelas berbeda dengan meng-update status di sebuah jejaring sosial. Postingan di blog seringkali membutuhkan kedalaman analisis, kepekaan intuitif, bahkan juga sentuhan kreativitas dan imajinasi sesuai dengan tema postingan yang diangkat. Ia tidak bisa dihasilkan sambil lalu berdasarkan kesan sesaat. Sungguh berbeda ketika seseorang meng-update status di jejaring sosial. Ia tidak harus melalui proses yang terlalu rumit dan panjang. Bahkan, ketika seseorang baru saja bangun tidur sambil menguap sudah cukup baginya untuk mengetikkan beberapa karakter di dinding akun jejaring sosialnya.
Bisa jadi lantaran kemudahannya dalam meng-update status, di tengah peradaban yang membuat banyak orang ingin serba cepat, bahkan instan seperti saat ini, banyak orang berbondong-bondong menyerbu jejaring sosial. Bahkan, blogger yang notabene sudah memiliki “jam terbang” cukup lumayan akhirnya bisa kepincut juga untuk tenggelam ke dalam riuh-nya jejaring sosial ketika berada di titik kejenuhan.
“Penyakit” jenuh ngeblog bisa jadi tak akan menjangkiti blogger yang telah sukses meraup dolar dari blognya. Rutinitas “kejar tayang” untuk memburu dolar menjadi sebuah tuntutan. Namun, buat blogger amatiran seperti saya, “penyakit” semacam itu seringkali datang tak terduga. Apakah Sampeyan juga pernah mengalami hal yang sama?