Bertahun-tahun mengembara. Berpetualang untuk mencari cinta. Menjadi petualang unggul dalam bercinta. Sayang, baru kemudian menyadari bahwa cinta itu tidak perlu dicari. Cinta itu selama ini ada.
Sebut saja dia “Kay”. Kay adalah salah satu sahabat saya yang sudah saling kenal sejak saya masih sekolah. Dulu kami tidak terlalu dekat. Baru sekitar tiga belasan tahun terakhir kami menjadi sahabat. Usia kami memang berjarak cukup jauh. Dua belas tahun bedanya.
Kay memiliki wajah yang sangat tampan. Matanya sayu. Berbadan tegap. Berperut six pack. Tingginya pun sangat ideal. 180 cm. Selalu berdandan menarik. Bisa masuk kategori pria modis yang klimis. Semuanya selalu tampak rapih dan bersih. Perempuan mana yang tidak suka untuk memandanginya? Pria mana juga yang tidak cemburu melihatnya?
Kay juga seorang pria yang sangat beruntung. Terlahir dari keluarga yang memiliki segala kemewahan. Kesempatan untuk bisa meraih segala mimpi sangatlah besar. Dunia mana yang belum dijelajahinya? Itu yang sering saya tanyakan kepadanya. Dia pasti tertawa setiap kali saya menanyakannya. Tidak pernah bisa dia menjawabnya.
Satu lagi yang membuatnya banyak diberikan dan mendapatkan cinta. Dia sangat pandai menangkap momentum lewat jepretan kamera. Karya-karyanya sangat saya kagumi. Terutama bila dia menangkap keindahan perempuan. Ampun, deh!!! Gila banget!!! Keren!!! Seleranya sangat luar biasa!!!
Sebetulnya saya menulis ini karena saya sedang rindu dengannya. Sudah cukup lama juga kami tidak bertemu. Hanya lewat telpon dan SMS saja. Saya rindu dengan segala kisah petualangan cinta yang diceritakannya. Sangat menarik untuk saya pelajari dan pahami. Maklum, selalu saja ada kehebohan. Seru jadinya. Ditambah dengan kekhawatiran atas apa yang sedang terjadi dengannya. Tambah semakin rindu, deh!!!
Saya masih ingat sewaktu dia berpacaran dengan enam perempuan sekaligus. Saya yang pusing sendiri. Dia selalu saja sengaja memperkenalkan semua perempuan itu kepada saya agar bisa mendapatkan alasan untuk bisa sembunyi. “Kalau sama kamu,kan, mereka tidak mungkin bisa cemburu. Mereka tahu, kok, gilanya kamu! Tinggal bilang saja sedang pergi sama Mariska. Beres!” begitu katanya. Sialan!!! Hahaha….
Pernah juga dia bercerita saat dia tertangkap basah oleh orang tua pacarnya saat sedang bersetubuh di ruang tamu pacarnya itu. Aduh!!! Ampun banget, deh!!! Untung tidak kemudian diarak telanjang bulat dan dipaksa untuk menikahi pacarnya itu. Orang tua pacarnya itu agak-agak juga, sih!!! Masa dikasih deposito langsung berhenti nyap-nyap. Aneh!!!
Yang paling membuat saya sakit kepala adalah ketika dia pacaran dengan seorang perempuan asing. Waktu itu kebetulan dia sedang berlibur panjang di salah satu negara tempat saya bersekolah. Ceritanya saya diundang untuk pesta di rumah perempuan itu bersama teman-teman yang lain. Kebetulan memang tidak ada orang Indonesia yang lain selain saya dan Kay, soalnya pestanya juga ala mereka banget. Mengerti, kan, ya?!
Nah, sewaktu saya ingin ke kamar kecil. Tidak sengaja saya masuk ke dalam sebuah kamar. Pintu memang tidak terkunci dan saya juga sedang agak error malam itu. Dibukalah pintu itu. Alangkah terkejutnya saya!!! Kay, pacarnya, dan ibu perempuan itu sedang bertiga tanpa busana di atas ranjang!!! Lemas banget, deh!!! Malu banget melihatnya!!! Kagetnya setengah mati!!! Kok?! Kok?! Kok?! Jadi bingung sendiri!!!
Setelah bertahun-tahun dia menjadi petualang cinta, akhirnya dia gelisah sendiri. Paling tidak itu yang diceritakannya pada saat kami berjumpa terakhir kali. Usianya sudah cukup untuk memiliki anak yang sudah menjadi mahasiswa. Ada malah temannya yang sudah menimang cucu. Jadi saja galau!!!
Ada seorang perempuan yang dulu pernah menjadi pacarnya. Mereka malah sempat hidup bersama selama dua tahun dan memiliki seorang anak. Biarpun mereka tidak terikat dalam sebuah ikatan pernikahan, namun anak itu mereka besarkan bersama. Anak itu tinggal bersama ibunya namun semua biaya ditanggung oleh Kay sebagai rasa tanggung jawabnya terhadap anak itu. Mereka pun sering bersama. Kalau gilanyanggak lagi kumat, ya!!!
Yang menyebabkan mereka tidak menikah adalah karena perbedaan keyakinan. Biar bagaimanapun mereka, mereka sama-sama memegang teguh keyakinannya. Saya tidak bisa bicara, deh, untuk urusan yang satu ini. Namun akhirnya saya bicara juga setelah Kay mengakui bahwa sebenarnya perempuan itu adalah cintanya. Begitu juga sebaliknya. Mereka sebetulnya sama-sama saling mencintai. Sama-sama tahu bahwa mereka sangat cinta. Apa yang dilakukannya dengan menjadi seorang petualang cinta hanyalah sebuah kemarahan belaka. Tidak bisa menerima fakta dan kenyataan. Menolak rasa di hati. Tidak mau jujur terhadap diri sendiri.
“Kamu seorang pengecut!”, kata saya.
Dia terperajat dengan perkataan saya. Dia langsung berubah menjadi sangat pendiam saat itu. Tidak lama kemudian pun air mata membasahi pipinya. Dia menangis. Bahu saya menjadi tempatnya bersandar.
“Iya. Saya pengecut. Saya malu,” dia kemudian berkata dengan sangat pelan dan lemah.
Saya tidak bicara apa-apa lagi setelah itu. Saya hanya memintanya untuk pergi sejenak dan memikirkan semuanya baik-baik. Meminta dia untuk menjadi seorang pria sejati. Seorang manusia yang sesungguhnya. Berpikir yang benar. Melakukan yang benar.
Sampai saat ini saya tidak pernah mau menanyakan apa yang telah terjadi dengan petualangan cinta dan cintanya itu. Saya masih menunggunya untuk bicara sendiri. Dia sudah cukup dewasa dan matang untuk mengambil keputusan sendiri. Saya tidak mau mempengaruhinya. Bila dia ingin, dia bisa. Bila tidak, ya, silahkan merasakan sendiri akibatnya. Wajar, kan?!
Pembelajaran dari kisah perjalanan asmara sang petulang cinta ini membuat saya menjadi berpikir dan bertanya, “Iya, ya, kenapa kita seringkali terlalu sibuk mencari alasan hanya untuk mengelabui diri sendiri? Toh, akhirnya yang rugi diri sendiri juga. Kenapa tidak jujur saja dari awal, ya?! Sebegitu sulit dan rumitnyakah untuk bisa menjadi seorang pemberani yang berani berkata dan bertindak jujur?! Sulitkah suara dalam hati itu didengar?!“.
Semoga saja ada manfaat dan hikmah yang bisa diambil dari kisah ini.