Pengertian Ranah
Penilaian Kognitif - Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup
kegiatan mental (otak). Menurut Bloom, segala upaya yang menyangkut aktivitas
otak adalah termasuk dalam ranah kognitif. Ranah kognitif berhubungan
dengan kemampuan berfikir, termasuk didalamnya kemampuan menghafal, memahami,
mengaplikasi, menganalisis, mensintesis, dan kemampuan mengevaluasi. Dalam
ranah kognitif itu terdapat enam aspek atau jenjang proses berfikir, mulai dari
jenjang terendah sampai dengan jenjang yang paling tinggi. Keenam jenjang atau
aspek yang dimaksud adalah:
·
Pengetahuan/hafalan/ingatan (knowledge)
Adalah kemampuan
seseorang untuk mengingat-ingat kembali (recall) atau mengenali kembali
tentang nama, istilah, ide, rumus-rumus, dan sebagainya, tanpa mengharapkan
kemampuan untuk menggunkannya. Pengetahuan atau ingatan adalah merupakan proses
berfikir yang paling rendah.
Salah satu contoh hasil
belajar kognitif pada jenjang pengetahuan adalah dapat menghafal surat
al-‘Ashar, menerjemahkan dan menuliskannya secara baik dan benar, sebagai salah
satu materi pelajaran kedisiplinan yang diberikan oleh guru Pendidikan Agama
Islam di sekolah.
·
Pemahaman (comprehension)
Adalah kemampuan
seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui
dan diingat. Dengan kata lain, memahami adalah mengetahui tentang sesuatu dan
dapat melihatnya dari berbagai segi. Seseorang peserta didik dikatakan
memahami sesuatu apabila ia dapat memberikan penjelasan atau memberi uraian
yang lebih rinci tentang hal itu dengan menggunakan kata-katanya sendiri.
Pemahaman merupakan jenjang kemampuan berfikir yang setingkat lebih tinggi dari
ingatan atau hafalan.
Salah satu contoh hasil
belajar ranah kognitif pada jenjang pemahaman ini misalnya: Peserta didik atas
pertanyaan Guru Pendidikan Agama Islam dapat menguraikan tentang makna
kedisiplinan yang terkandung dalam surat al-‘Ashar secara lancar dan jelas.
·
Penerapan (application)
Adalah kesanggupan
seseorang untuk menerapkan atau menggunakan ide-ide umum, tata cara ataupun metode-metode,
prinsip-prinsip, rumus-rumus, teori-teori dan sebagainya, dalam situasi yang
baru dan kongkret. Penerapan ini adalah merupakan proses berfikir setingkat
lebih tinggi ketimbang pemahaman.
Salah satu contoh hasil
belajar kognitif jenjang penerapan misalnya: Peserta didik mampu memikirkan
tentang penerapan konsep kedisiplinan yang diajarkan Islam dalam kehidupan
sehari-hari baik dilingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat.
·
Analisis (analysis)
Adalah kemampuan
seseorang untuk merinci atau menguraikan suatu bahan atau keadaan menurut
bagian-bagian yang lebih kecil dan mampu memahami hubungan di antara
bagian-bagian atau faktor-faktor yang satu dengan faktor-faktor lainnya.
Jenjang analisis adalah setingkat lebih tinggi ketimbang jenjang aplikasi.
Contoh: Peserta didik
dapat merenung dan memikirkan dengan baik tentang wujud nyata dari kedisiplinan
seorang siswa dirumah, disekolah, dan dalam kehidupan sehari-hari di
tengah-tengah masyarakat, sebagai bagian dari ajaran Islam.
·
Sintesis (syntesis)
Adalah kemampuan berfikir
yang merupakan kebalikan dari proses berfikir analisis. Sisntesis merupakan
suatu proses yang memadukan bagian-bagian atau unsur-unsur secara logis,
sehingga menjelma menjadi suatu pola yang yang berstruktur atau bebrbentuk pola
baru. Jenjang sintesis kedudukannya setingkat lebih tinggi daripada jenjang
analisis. Salah satu jasil belajar kognitif dari jenjang sintesis ini adalah:
peserta didik dapat menulis karangan tentang pentingnya kedisiplinan
sebagiamana telah diajarkan oleh islam.
·
Penilaian/penghargaan/evaluasi (evaluation)
Adalah merupakan jenjang
berpikir paling tinggi dalam ranah kognitif dalam taksonomi Bloom.
Penilian/evaluasi disini merupakan kemampuan seseorang untuk membuat
pertimbangan terhadap suatu kondisi, nilai atau ide, misalkan jika seseorang
dihadapkan pada beberapa pilihan maka ia akan mampu memilih satu pilihan yang
terbaik sesuai dengan patokan-patokan atau kriteria yang ada.
Ciri-ciri Ranah Penilaian
Kognitif - Aspek kognitif berhubungan dengan kemampuan berfikir termasuk di
dalamnya kemampuan memahami, menghafal, mengaplikasi, menganalisis, mensistesis
dan kemampuan mengevaluasi. Menurut Taksonomi Bloom (Sax 1980), kemampuan
kognitif adalah kemampuan berfikir secara hirarki yang terdiri dari
pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi.
Pada tingkat pengetahuan,
peserta didik menjawab pertanyaan berdasarkan hafalan saja. Pada tingkat
pemahaman peserta didik dituntut juntuk menyatakan masalah dengan kata-katanya
sendiri, memberi contoh suatu konsep atau prinsip. Pada tingkat aplikasi,
peserta didik dituntut untuk menerapkan prinsip dan konsep dalam situasi yang
baru. Pada tingkat analisis, peserta didik diminta untuk untuk menguraikan
informasi ke dalam beberapa bagian, menemukan asumsi, membedakan fakta dan
pendapat serta menemukan hubungan sebab—akibat. Pada tingkat sintesis, peserta
didik dituntut untuk menghasilkan suatu cerita, komposisi, hipotesis atau
teorinya sendiri dan mensintesiskan pengetahuannya. Pada tingkat evaluasi,
peserta didik mengevaluasi informasi seperti bukti, sejarah, editorial,
teori-teori yang termasuk di dalamnya judgement terhadap hasil analisis untuk
membuat kebijakan.
Tujuan aspek kognitif
berorientasi pada kemampuan berfikir yang mencakup kemampuan intelektual yang
lebih sederhana, yaitu mengingat, sampai pada kemampuan memecahkan masalah yang
menuntut siswa untuk menghubungkan dan menggabungkan beberapa ide, gagasan,
metode atau prosedur yang dipelajari untuk memecahkan masalah tersebut.
Dengan demikian aspek kognitif
adalah sub-taksonomi yang mengungkapkan tentang kegiatan mental yang sering
berawal dari tingkat pengetahuan sampai ke tingkat yang paling tinggi yaitu
evaluasi. Aspek kognitif terdiri atas enam tingkatan dengan aspek belajar yang
berbeda-beda. Keenam tingkat tersebut yaitu:
1.
Tingkat pengetahuan (knowledge), pada tahap ini menuntut siswa
untuk mampu mengingat (recall) berbagai informasi yang telah diterima
sebelumnya, misalnya fakta, rumus, terminologi strategi problem solving dan
lain sebagianya.
2.
Tingkat pemahaman (comprehension), pada tahap ini kategori
pemahaman dihubungkan dengan kemampuan untuk menjelaskan
pengetahuan, informasi yang telah diketahui dengan kata-kata sendiri. Pada tahap ini peserta didik diharapkan menerjemahkan atau menyebutkan kembali yang telah didengar dengan kata-kata sendiri.
pengetahuan, informasi yang telah diketahui dengan kata-kata sendiri. Pada tahap ini peserta didik diharapkan menerjemahkan atau menyebutkan kembali yang telah didengar dengan kata-kata sendiri.
3.
Tingkat penerapan (application), penerapan merupakan kemampuan
untuk menggunakan atau menerapkan informasi yang telah dipelajari kedalam
situasi yang baru, serta memecahlcan berbagai masalah yang timbuldalam
kehidupan sehari-hari.
4.
Tingkat analisis (analysis), analisis merupakan kemampuan
mengidentifikasi, memisahkan dan membedakan komponen-komponen atau elemen suatu fakta, konsep, pendapat, asumsi, hipotesa atau kesimpulan, dan memeriksa setiap komponen tersebut untuk melihat ada atau tidaknya kontradiksi. Dalam tingkat ini peserta didik diharapkan menunjukkan hubungan di antara berbagai gagasan dengan cara membandingkan gagasan tersebut dengan standar, prinsip atau prosedur yang telah dipelajari.
mengidentifikasi, memisahkan dan membedakan komponen-komponen atau elemen suatu fakta, konsep, pendapat, asumsi, hipotesa atau kesimpulan, dan memeriksa setiap komponen tersebut untuk melihat ada atau tidaknya kontradiksi. Dalam tingkat ini peserta didik diharapkan menunjukkan hubungan di antara berbagai gagasan dengan cara membandingkan gagasan tersebut dengan standar, prinsip atau prosedur yang telah dipelajari.
5.
Tingkat sintesis (synthesis), sintesis merupakan kemampuan
seseorang dalam mengaitkan dan menyatukan berbagai elemen dan unsur pengetahuan
yang ada sehingga terbentuk pola baru yang lebih menyeluruh.
6.
Tingkat evaluasi (evaluation), evaluasi merupakan level tertinggi
yang mengharapkan peserta didik mampu membuat penilaian dan keputusan tentang
nilai suatu gagasan, metode, produk atau benda dengan menggunakan kriteria
tertentu.
Apabila melihat kenyataan
yang ada dalam sistem pendidikan yang diselenggarakan, pada umumnya baru
menerapkan beberapa aspek kognitif tingkat rendah, seperti pengetahuan,
pemahaman dan sedikit penerapan. Sedangkan tingkat analisis, sintesis dan
evaluasi jarang sekali diterapkan. Apabila semua tingkat kognitif diterapkan
secara merata dan terus-menerus maka hasil pendidikan akan lebih baik.
Tabel Kaitan antara
kegiatan pembelajaran dengan domain tingkatan aspek kognitif
No
|
Tingkatan
|
Deskripsi
|
1
|
Pengetahuan
|
Arti: Pengetahuan terhadap fakta, konsep, definisi, nama,
peristiwa, tahun, daftar, teori, prosedur,dll.
Contoh kegiatan belajar:
·
Mengemukakan arti
·
Menentukan lokasi
·
Mendriskripsikan sesuatu
·
Menceritakan apa yang terjadi
·
Menguraikan apa yang terjadi
|
2
|
Pemahaman
|
Arti:pengertian terhadap hubungan antar-faktor, antar konsep,
dan antar data hubungan sebab akibat penarikan kesimpulan
Contoh kegiatan belajar:
¨ Mengungkapakan gagasan dan pendapat dengan
kata-kata sendiri
¨ Membedakan atau membandingkan
¨ Mengintepretasi data
¨ Mendriskripsikan dengan kata-kata sendiri
¨ Menjelaskan gagasan pokok
¨ Menceritakan kembali dengan kata-kata
sendiri
|
3
|
Aplikasi
|
Arti: Menggunakan pengetahuan untuk memecahkan masalah atau
menerapkan pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari
Contoh kegiatan:
·
Menghitung kebutuhan
·
Melakukan percobaan
·
Membuat peta
·
Membuat model
·
Merancang strategi
|
4
|
Analisis
|
Artinya: menentukan bagian-bagian dari suatu masalah,
penyelesaian, atau gagasan dan menunjukkan hubungan antar bagian tersebut
Contoh kegiatan belajar:
·
Mengidentifikasi faktor penyebab
·
Merumuskan masalah
·
Mengajukan pertanyaan untuk mencari
informasi
·
Membuat grafik
·
Mengkaji ulang
|
5
|
Sintesis
|
Artinya: menggabungkan berbagai informasi menjadi satu
kesimpulan/konsepatau meramu/merangkai berbagai gagasan menjadi suatu hal
yang baru
Contoh kegiatan belajar:
v Membuat desain
v Menemukan solusi masalah
v Menciptakan produksi baru,dst.
|
6
|
Evaluasi
|
Arti: mempertimbangkan dan menilai benar-salah, baik-buruk,
bermanfaat-tidak bermanfaat
Contoh kegiatan belajar:
Mempertahankan pendapat
Membahas suatu kasus
Memilih solusi yang lebih baik
Menulis laporan,dst.
|
Pengertian Ranah Penilaian Afektif - Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai. Beberapa pakar mengatakan bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya bila seseorang telah memiliki kekuasaan kognitif tingkat tinggi. Ciri-ciri hasil belajar afektif akan tampak pada peserta didik dalam berbagai tingkah laku. Seperti: perhatiannnya terhadap mata pelajaran pendidikan agama Islam, kedisiplinannya dalam mengikuti mata pelajaran agama disekolah, motivasinya yang tinggi untuk tahu lebih banyak mengenai pelajaran agama Islam yang di terimanya, penghargaan atau rasa hormatnya terhadap guru pendidikan agama Islam dan sebagainya.
Ranah afektif menjadi
lebih rinci lagi ke dalam lima jenjang, yaitu:
(1) receiving
(2) responding
(3) valuing
(4) organization
(5) characterization by evalue or calue complex
1. Receiving atau
attending (= menerima atua memperhatikan)
Receiving atau attending
(= menerima atua memperhatikan), adalah kepekaan
seseorang dalam menerima rangsangan (stimulus) dari luar yang datang kepada
dirinya dalam bentuk masalah, situasi, gejala dan lain-lain. Termasuk dalam
jenjang ini misalnya adalah: kesadaran dan keinginan untuk menerima stimulus,
mengontrol dan menyeleksi gejala-gejala atau rangsangan yang datang dari luar.
Receiving atau attenting juga sering di beri pengertian sebagai kemauan untuk
memperhatikan suatu kegiatan atau suatu objek. Pada jenjang ini peserta didik
dibina agar mereka bersedia menerima nilai atau nilai-nilai yang di ajarkan
kepada mereka, dan mereka mau menggabungkan diri kedalam nilai itu atau
meng-identifikasikan diri dengan nilai itu. Contah hasil belajar afektif
jenjang receiving , misalnya: peserta didik bahwa disiplin wajib di tegakkan,
sifat malas dan tidak di siplin harus disingkirkan jauh-jauh.
2. Responding (=
menanggapi)
Responding (=
menanggapi) mengandung arti “adanya partisipasi aktif”. Jadi kemampuan
menanggapi adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk mengikut
sertakan dirinya secara aktif dalam fenomena tertentu dan membuat reaksi
terhadapnya salah satu cara. Jenjang ini lebih tinggi daripada jenjang
receiving. Contoh hasil belajar ranah afektif responding adalah peserta didik
tumbuh hasratnya untuk mempelajarinya lebih jauh atau menggeli lebih dalam
lagi, ajaran-ajaran Islam tentang kedisiplinan.
3. Valuing (menilai=menghargai)
Valuing (menilai=menghargai). Menilai atau menghargai artinya
mem-berikan nilai atau memberikan penghargaan terhadap suatu kegiatan atau
obyek, sehingga apabila kegiatan itu tidak dikerjakan, dirasakan akan membawa
kerugian atau penyesalan. Valuing adalah merupakan tingkat afektif yang lebih
tinggi lagi daripada receiving dan responding. Dalam kaitan dalam proses
belajar mengajar, peserta didik disini tidak hanya mau menerima nilai yang
diajarkan tetapi mereka telah berkemampuan untuk menilai konsep atau
fenomena, yaitu baik atau buruk. Bila suatu ajaran yang telah mampu
mereka nilai dan mampu untuk mengatakan “itu adalah baik”, maka ini berarti
bahwa peserta didik telah menjalani proses penilaian. Nilai itu mulai di camkan
(internalized) dalam dirinya. Dengan demikian nilai tersebut telah
stabil dalam peserta didik. Contoh hasil belajar efektif jenjang valuing adalah
tumbuhnya kemampuan yang kuat pada diri peseta didik untuk berlaku disiplin,
baik disekolah, dirumah maupun di tengah-tengah kehidupan masyarakat.
4. Organization
(=mengatur atau mengorganisasikan)
Organization (=mengatur
atau mengorganisasikan), artinya memper-temukan perbedaan nilai sehingga
terbentuk nilai baru yang universal, yang membawa pada perbaikan umum. Mengatur
atau mengorganisasikan merupakan pengembangan dari nilai kedalam satu sistem
organisasi, termasuk didalamnya hubungan satu nilai denagan nilai lain.,
pemantapan dan perioritas nilai yang telah dimilikinya. Contoh nilai efektif
jenjang organization adalah peserta didik mendukung penegakan disiplin nasional
yang telah dicanangkan oleh bapak presiden Soeharto pada peringatan hari
kemerdekaan nasional tahun 1995.
5. Characterization by evalue or calue
complex (karakterisasi dengan suatu nilai atau komplek nilai)
Characterization by evalue or calue complex (=karakterisasi dengan suatu nilai atau
komplek nilai), yakni keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki oleh
seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya. Disini
proses internalisasi nilai telah menempati tempat tertinggi dalal suatu hirarki
nilai. Nilai itu telah tertanam secara konsisten pada sistemnya dan telah
mempengaruhi emosinya. Ini adalah merupakan tingkat efektif tertinggi, karena
sikap batin peserta didik telah benar-benar bijaksana. Ia telah memiliki
phyloshopphy of life yang mapan. Jadi pada jenjang ini peserta didik telah
memiliki sistem nilai yang telah mengontrol tingkah lakunya untuk suatu waktu
yang lama, sehingga membentu karakteristik “pola hidup” tingkah lakunya
menetap, konsisten dan dapat diramalkan.
Secara skematik kelima
jenjang afektif sebagaimana telah di kemukakan dalam pembicaraan diatas,
menurut A.J Nitko (1983) dapat di gambarkan sebagai berikut:
Ranah afektif tidak dapat
diukur seperti halnya ranah kognitif, karena dalam ranah afektif kemampuan yang
diukur adalah: Menerima (memperhatikan), Merespon, Menghargai,
Mengorganisasi, dan Karakteristik suatu nilai.
Skala yang digunakan
untuk mengukur ranah afektif seseorang terhadap kegiatan suatu objek
diantaranya skala sikap. Hasilnya berupa kategori sikap, yakni mendukung
(positif), menolak (negatif), dan netral. Sikap pada hakikatnya adalah
kecenderungan berperilaku pada seseorang. Ada tiga komponen sikap, yakni
kognisi, afeksi, dan konasi. Kognisi berkenaan dengan pengetahuan seseorang tentang objek yang
dihadapinya. Afeksi berkenaan dengan perasaan dalam menanggapi objek tersebut,
sedangkan konasiberkenaan
dengan kecenderungan berbuat terhadap objek tersebut. Oleh sebab itu,
sikap selalu bermakna bila dihadapkan kepada objek tertentu.
Skala sikap dinyatakan
dalam bentuk pernyataan untuk dinilai oleh responden, apakah pernyataan itu
didukung atau ditolaknya, melalui rentangan nilai tertentu. Oleh sebab itu,
pernyataan yang diajukan dibagi ke dalam dua kategori, yakni pernyataan positif
dan pernyataan negatif.
Salah satu skala sikap yang
sering digunakan adalah skala Likert. Dalam skala Likert, pernyataan-pernyataan
yang diajukan, baik pernyataan positif maupun negatif, dinilai oleh subjek
dengan sangat setuju, setuju, tidak punya pendapat, tidak setuju, sangat tidak setuju
Ciri-ciri Ranah Penilaian
Afektif - Pemikiran atau perilaku harus memiliki dua kriteria untuk
diklasifikasikan sebagai ranah afektif (Andersen, 1981:4). Pertama, perilaku
melibatkan perasaan dan emosi seseorang. Kedua, perilaku harus tipikal perilaku
seseorang. Kriteria lain yang termasuk ranah afektif adalah intensitas, arah,
dan target. Intensitas menyatakan derajat atau kekuatan dari perasaan. Beberapa
perasaan lebih kuat dari yang lain, misalnya cinta lebih kuat dari senang atau
suka. Sebagian orang kemungkinan memiliki perasaan yang lebih kuat dibanding
yang lain. Arah perasaan berkaitan dengan orientasi positif atau negatif dari
perasaan yang menunjukkan apakah perasaan itu baik atau buruk.
Misalnya senang pada
pelajaran dimaknai positif, sedang kecemasan dimaknai negatif. Bila intensitas
dan arah perasaan ditinjau bersama-sama, maka karakteristik afektif berada
dalam suatu skala yang kontinum. Target mengacu pada objek, aktivitas, atau ide
sebagai arah dari perasaan. Bila kecemasan merupakan karakteristik afektif yang
ditinjau, ada beberapa kemungkinan target. Peserta didik mungkin bereaksi
terhadap sekolah, matematika, situasi sosial, atau pembelajaran. Tiap unsur ini
bisa merupakan target dari kecemasan. Kadang-kadang target ini diketahui oleh seseorang
namun kadang-kadang tidak diketahui. Seringkali peserta didik merasa cemas bila
menghadapi tes di kelas. Peserta didik tersebut cenderung sadar bahwa target
kecemasannya adalah tes.
Ada 5 tipe karakteristik
afektif yang penting berdasarkan tujuannya, yaitu sikap, minat, konsep diri,
nilai, dan moral.
1. Sikap
Sikap merupakan suatu
kencendrungan untuk bertindak secara suka atau tidak suka terhadap suatu objek.
Sikap dapat dibentuk melalui cara mengamati dan menirukan sesuatu yang positif,
kemudian melalui penguatan serta menerima informasi verbal. Perubahan sikap
dapat diamati dalam proses pembelajaran, tujuan yang ingin dicapai, keteguhan,
dan konsistensi terhadap sesuatu. Penilaian sikap adalah penilaian yang
dilakukan untuk mengetahui sikap peserta didik terhadap mata pelajaran, kondisi
pembelajaran, pendidik, dan sebagainya.
Menurut Fishbein dan
Ajzen (1975) sikap adalah suatu predisposisi yang dipelajari untuk merespon
secara positif atau negatif terhadap suatu objek, situasi, konsep, atau orang.
Sikap peserta didik terhadap objek misalnya sikap terhadap sekolah atau
terhadap mata pelajaran. Sikap peserta didik ini penting untuk ditingkatkan
(Popham, 1999). Sikap peserta didik terhadap mata pelajaran, misalnya bahasa
Inggris, harus lebih positif setelah peserta didik mengikuti pembelajaran
bahasa Inggris dibanding sebelum mengikuti pembelajaran. Perubahan ini
merupakan salah satu indikator keberhasilan pendidik dalam melaksanakan proses
pembelajaran. Untuk itu pendidik harus membuat rencana pembelajaran termasuk
pengalaman belajar peserta didik yang membuat sikap peserta didik terhadap mata
pelajaran menjadi lebih positif.
2. Minat
Menurut Getzel (1966),
minat adalah suatu disposisi yang terorganisir melalui pengalaman yang
mendorong seseorang untuk memperoleh objek khusus, aktivitas, pemahaman, dan
keterampilan untuk tujuan perhatian atau pencapaian. Sedangkan menurut kamus
besar bahasa Indonesia (1990: 583), minat atau keinginan adalah kecenderungan
hati yang tinggi terhadap sesuatu. Hal penting pada minat adalah intensitasnya.
Secara umum minat termasuk karakteristik afektif yang memiliki intensitas
tinggi.
Penilaian minat dapat
digunakan untuk:
·
mengetahui minat peserta didik sehingga mudah untuk
pengarahan dalam pembelajaran,
·
mengetahui bakat dan minat peserta didik yang sebenarnya,
·
pertimbangan penjurusan dan pelayanan individual peserta didik,
·
menggambarkan keadaan langsung di lapangan/kelas,
Mengelompokkan didik yang
memiliki peserta minat sama, f. acuan dalam menilai kemampuan peserta didik
secara keseluruhan dan memilih metode yang tepat dalam penyampaian materi,
·
mengetahui tingkat minat peserta didik terhadap pelajaran yang
diberikan
pendidik,
·
bahan pertimbangan menentukan program sekolah,
·
meningkatkan motivasi belajar peserta didik.
3. Konsep Diri
Menurut Smith, konsep
diri adalah evaluasi yang dilakukan individu terhadap kemampuan dan kelemahan
yang dimiliki. Target, arah, dan intensitas konsep diri pada dasarnya seperti
ranah afektif yang lain. Target konsep diri biasanya orang tetapi bisa juga
institusi seperti sekolah. Arah konsep diri bisa positif atau negatif, dan
intensitasnya bisa dinyatakan dalam suatu daerah kontinum, yaitu mulai dari
rendah sampai tinggi.
Konsep diri ini penting
untuk menentukan jenjang karir peserta didik, yaitu dengan mengetahui kekuatan
dan kelemahan diri sendiri, dapat dipilih alternatif karir yang tepat bagi
peserta didik. Selain itu informasi konsep diri penting bagi sekolah untuk
memberikan motivasi belajar peserta didik dengan tepat.
Penilaian konsep diri
dapat dilakukan dengan penilaian diri. Kelebihan dari penilaian diri adalah
sebagai berikut:
·
Pendidik mampu mengenal kelebihan dan kekurangan peserta didik.
·
Peserta didik mampu merefleksikan kompetensi yang sudah dicapai.
·
Pernyataan yang dibuat sesuai dengan keinginan penanya.
o
Memberikan motivasi diri dalam hal penilaian kegiatan
peserta
didik.
o
Peserta didik lebih aktif dan berpartisipasi dalam proses
pembelajaran.
o
Dapat digunakan untuk acuan menyusun bahan ajar dan mengetahui
standar input peserta didik.
o
Peserta didik dapat mengukur kemampuan untuk mengikuti
pembelajaran.
o
Peserta didik dapat mengetahui ketuntasan belajarnya.
o
Melatih kejujuran dan kemandirian peserta didik.
o
Peserta didik mengetahui bagian yang harus diperbaiki.
o
Peserta didik memahami kemampuan dirinya.
o
Pendidik memperoleh masukan objektif tentang daya serap peserta
didik.
o
Mempermudah pendidik untuk melaksanakan remedial, hasilnya dapat
untuk instropeksi pembelajaran yang dilakukan.
o
Peserta didik belajar terbuka dengan orang lain.
o
Peserta didik mampu menilai dirinya.
o
Peserta didik dapat mencari materi sendiri.
o
Peserta didik dapat berkomunikasi dengan temannya.
4. Nilai
Nilai menurut Rokeach
(1968) merupakan suatu keyakinan tentang perbuatan, tindakan, atau perilaku
yang dianggap baik dan yang dianggap buruk. Selanjutnya dijelaskan bahwa sikap
mengacu pada suatu organisasi sejumlah keyakinan sekitar objek spesifik atau
situasi, sedangkan nilai mengacu pada keyakinan.
Target nilai cenderung
menjadi ide, target nilai dapat juga berupa sesuatu seperti sikap dan perilaku.
Arah nilai dapat positif dan dapat negatif. Selanjutnya intensitas nilai dapat
dikatakan tinggi atau rendah tergantung pada situasi dan nilai yang diacu.
Definisi lain tentang
nilai disampaikan oleh Tyler (1973:7), yaitu nilai adalah suatu objek,
aktivitas, atau ide yang dinyatakan oleh individu dalam mengarahkan minat,
sikap, dan kepuasan. Selanjutnya dijelaskan bahwa manusia belajar menilai suatu
objek, aktivitas, dan ide sehingga objek ini menjadi pengatur penting minat,
sikap, dan kepuasan. Oleh karenanya satuan pendidikan harus membantu peserta
didik menemukan dan menguatkan nilai yang bermakna dan signifikan bagi peserta
didik untuk memperoleh kebahagiaan personal dan memberi konstribusi positif
terhadap masyarakat.
5. Moral
Piaget dan Kohlberg
banyak membahas tentang per-kembangan moral anak. Namun Kohlberg mengabaikan
masalah hubungan antara judgement moral dan tindakan moral. Ia hanya mempelajari prinsip moral
seseorang melalui penafsiran respon verbal terhadap dilema hipotetikal atau
dugaan, bukan pada bagaimana sesungguhnya seseorang bertindak.
Moral berkaitan dengan
perasaan salah atau benar terhadap kebahagiaan orang lain atau perasaan
terhadap tindakan yang dilakukan diri sendiri. Misalnya menipu orang lain,
membohongi orang lain, atau melukai orang lain baik fisik maupun psikis. Moral
juga sering dikaitkan dengan keyakinan agama seseorang, yaitu keyakinan akan
perbuatan yang berdosa dan berpahala. Jadi moral berkaitan dengan prinsip,
nilai, dan keyakinan seseorang.
Ranah afektif lain yang
penting adalah:
·
Kejujuran: peserta didik harus belajar menghargai kejujuran
dalam berinteraksi dengan orang lain.
·
Integritas: peserta didik harus mengikatkan diri pada kode
nilai, misalnya moral dan artistik.
·
Adil: peserta didik harus berpendapat bahwa semua orang mendapat
perlakuan yang sama dalam memperoleh pendidikan.
·
Kebebasan: peserta didik harus yakin bahwa negara yang
demokratis memberi kebebasan yang bertanggung jawab secara maksimal kepada
semua orang.
Tabel Kaitan antara
kegiatan pembelajaran dengan domain tingkatan aspek Afektif
Tingkat
|
Contoh
kegiatan pembelajaran
|
Penerimaan
(Receiving)
|
Arti
: Kepekaan (keinginan menerima/memperhatikan) terhadap fenomena/stimult
menunjukkan perhatian terkontrol dan terseleksi
Contoh
kegiatan belajar :
-sering
mendengarkan musik
-
senang membaca puisi
-
senang mengerjakan soal matematik
-
ingin menonton sesuatu
-
senang menyanyikan lagu
|
Responsi
(Responding)
|
Arti
: menunjukkan perhatian aktif melakukan sesuatu dengan/tentang fenomena
setuju, ingin, puas meresponsi (mendengar)
Contoh
kegiatan belajar :
1.
mentaati aturan
2.
mengerjakan tugas
3.
mengungkapkan perasaan
4.
menanggapi pendapat
5.
meminta maaf atas kesalahan
6.
mendamaikan orang yang bertengkar
7.
menunjukkan empati
8.
menulis puisi
9.
melakukan renungan
10.
melakukan introspeksi
|
Acuan
Nilai
(
Valuing)
|
Arti
: Menunjukkan konsistensi perilaku yang mengandung nilai, termotivasi
berperilaku sesuai dengan nilai-nilai yang pasti
Tingkatan
: menerima, lebih menyukai, dan menunjukkan komitmen terhadap suatu nilai
Contoh
Kegiatan Belajar :
·
mengapresiasi seni
·
menghargai peran
·
menunjukkan perhatian
·
menunjukkan alasan
·
mengoleksi kaset lagu, novel, atau barang antik
·
menunjukkan simpati kepada korban pelanggaran HAM
·
menjelaskan alasan senang membaca novel
|
Organisasi
|
Arti
: mengorganisasi nilai-nilai yang relevan ke dalam suatu sistem menentukan
saling hubungan antar nilai memantapkan suatu nilai yang dominan dan diterima
di mana-mana memantapkan suatu nilaimyang dominan dan diterima di mana-mana
Tingkatan
: konseptualisasi suatu nilai, organisasi suatu sistem nilai
Contoh
kegiatan belajar :
·
rajin, tepat waktu
·
berdisiplin diri mandiri dalam bekerja secara
independen
·
objektif dalam memecahkan masalah
·
mempertahankan pola hidup sehat
·
menilai masih pada fasilitas umum dan mengajukan saran
perbaikan
·
menyarankan pemecahan masalah HAM
·
menilai kebiasaan konsumsi
·
mendiskusikan cara-cara menyelesaikan konflik antar- teman
|
Contoh Pengukuran Ranah Penilaian Afektif - Dalam artikel Jufry sebelumnya telah di share mengenai Pengertian atau Definisi Ranah Penilaian Kognitif, Afektif dan juga ciri-ciri Ranah Penilaian Afektif. Nah, kali ini sobat Jufry semua, kali ini kita sedikit mencontek artikel kawan yang berisi contoh pengukuran ranah kognitif siswa. Well, kompetensi siswa dalam ranah afektif yang perlu dinilai utamanya menyangkut sikap dan minat siswa dalam belajar. Secara teknis penilaian ranah afektif dilakukan melalui dua hal yaitu:
a) laporan diri oleh
siswa yang biasanya dilakukan dengan pengisian angket anonim,
b) pengamatan sistematis
oleh guru terhadap afektif siswa dan perlu lembar pengamatan.
Ranah
afektif tidak dapat diukur seperti halnya ranah kognitif, karena dalam ranah
afektif kemampuan yang diukur adalah:
1.
Menerima (memperhatikan), meliputi kepekaan terhadap kondisi,
gejala, kesadaran, kerelaan, mengarahkan perhatian
2.
Merespon, meliputi merespon secara diam-diam,
bersedia merespon, merasa puas dalam merespon, mematuhi peraturan
3.
Menghargai, meliputi menerima suatu nilai, mengutamakan suatu
nilai, komitmen terhadap nilai
4.
Mengorganisasi, meliputi mengkonseptualisasikan nilai, memahami
hubungan abstrak, mengorganisasi sistem suatu nilai
Karakteristik suatu
nilai, meliputi falsafah hidup dan sistem nilai yang dianutnya. Contohnya
mengamati tingkah laku siswa selama mengikuti proses belajar mengajar
berlangsung.
Skala yang sering
digunakan dalam instrumen (alat) penilaian afektif adalah Skala Thurstone,
Skala Likert, dan Skala Beda Semantik.
Contoh Skala Thurstone:
Minat terhadap pelajaran sejarah
7
|
6
|
5
|
4
|
3
|
2
|
1
|
|
Saya senang balajar sejarah
|
|||||||
Pelajaran sejarah bermanfaat
|
|||||||
Pelajaran sejarah membosankan
|
|||||||
Dst….
|
Contoh Skala Likert:
Minat terhadap pelajaran sejarah
1.
Pelajaran sejarah bermanfaat
|
SS
|
S
|
TS
|
STS
|
1.
Pelajaran sejarah sulit
|
||||
1.
Tidak semua harus belajar sejarah
|
||||
1.
Sekolah saya menyenangkan
|
Keterangan:
SS : Sangat setuju
S : Setuju
TS : Tidak setuju
STS : Sangat tidak setuju
Contoh Lembar Penilaian
Diri Siswa
Minat Membaca
Nama Pembelajar:_____________________________
No
|
Deskripsi
|
Ya/Tidak
|
1
|
Saya lebih suka membaca dibandingkan dengan melakukan hal-hal
lain
|
|
2
|
Banyak yang dapat saya ambil hikmah dari buku yang saya baca
|
|
3
|
Saya lebih banyak membaca untuk waktu luang saya
|
|
4
|
Dst…………..
|
Pengertian Ranah Penilaian Psikomotor - Ranah psikomotor merupakan ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skill) tau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu. Ranah psikomotor adalah ranah yang berhubungan dengan aktivitas fisik, misalnya lari, melompat, melukis, menari, memukul, dan sebagainya. Hasil belajar ranah psikomotor dikemukakan oleh Simpson (1956) yang menyatakan bahwa hasil belajar psikomotor ini tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu. Hasil belajar psikomotor ini sebenarnya merupakan kelanjutan dari hasil belajar kognitif (memahami sesuatu) dan dan hasil belajar afektif (yang baru tampak dalam bentuk kecenderungan-kecenderungan berperilaku).
Hasi belajar kognitif dan
hasil belajar afektif akan menjadi hasil belajar psikomotor apabila peserta
didik telah menunjukkan perilaku atau perbuatan tertentu sesuai dengan makna
yang terkandung dalam ranah kognitif dan ranah afektif dengan materi
kedisiplinan menurut agama Islam sebagaimana telah dikemukakan pada pembiraan
terdahulu, maka wujud nyata dari hasil psikomotor yang merupakan
kelanjutan dari hasil belajar kognitif afektif itu adalah;
1.
Peserta didik bertanya kepada guru pendidikan agama Islam
tentang contoh-contoh kedisiplinan yang telah ditunjukkan oleh Rosulullah SAW,
para sahabat, para ulama dan lain-lain;
2.
Peseta didik mencari dan membaca buku-buku, majalah-majalah atau
brosur-brosur, surat kabar dan lain-lain yang membahas tentang
kedisiplinan;
3.
Peserta didik dapat memberikan penejelasan kepada teman-teman
sekelasnya di sekolah, atau kepada adik-adiknya di rumah atau kepada anggota
masyarakat lainnya, tentang kedisiplinan diterapkan, baik di sekolah, di rumah
maupun di tengah-tengah kehidupan masyarakat;
4.
Peserta didik menganjurkan kepada teman-teman sekolah atau
adik-adiknya, agar berlaku disiplin baik di sekolah, di rumah maupun di
tengah-tengah kehidupan masyarakat;
5.
Peserta didik dapat memberikan contoh-contoh kedisiplinan di
sekolah, seperti datang ke sekolah sebelum pelajaran di mulai, tertib dalam
mengenakan seragam sekolah, tertib dan tenag dalam mengikuti pelajaran, di
siplin dalam mengikuti tata tertib yang telah ditentukan oleh sekolah, dan
lain-lain;
6.
Peserta didik dapat memberikan contoh kedisiplinan di rumah,
seperti disiplin dalam belajar, disiplin dalam mennjalannkan ibadah shalat,
ibadah puasa, di siplin dalam menjaga kebersihan rumah, pekarangan, saluran
air, dan lain-lain;
7.
Peserta didik dapat memberikan contoh kedisiplinan di
tengah-tengah kehidupan masyarakat, seperti menaati rambu-rambu lalu lintas,
tidak kebut-kebutan, dengan suka rela mau antri waktu membeli karcis, dan
lain-lain, dan Peserta didik mengamalkan dengan konsekuen kedisiplinan dalam
belajar, kedisiplinan dalam beribadah, kedisiplinan dalam menaati peraturan
lalu lintas, dan sebagainya.
Ciri-ciri Ranah Penilaian
Psikomotor - Ranah psikomotor berhubungan dengan hasil belajar yang
pencapaiannya melalui keterampilan manipulasi yang melibatkan otot dan kekuatan
fisik. Ranah psikomotor adalah ranah yang berhubungan aktivitas fisik,
misalnya; menulis, memukul, melompat dan lain sebagainya.
Tabel Kaitan antara
kegiatan pembelajaran dengan domain tingkatan aspek Psikomotorik
Tingkat
|
Deskripsi
|
I. Gerakan Refleks
|
Arti: gerakan refleks adalah basis semua perilaku bergerak,
respons terhadap stimulus tanpa sadar.
Misalnya:melompat,menunduk,berjalan,menggerakkan leher dan
kepala, menggenggam, memegang
Contoh kegiatan belajar:
- mengupas mangga dengan pisau
- memotong dahan bunga
- menampilkan ekspresi yang berbeda
- meniru gerakan polisi lalulintas, juru parkir
- meniru gerakan daun berbagai tumbuhan yang diterpa angin
|
II Gerakan dasar (basic fundamental movements)
|
Arti: gerakan ini muncul tanpa latihan tapi dapat Diperhalus
melalui praktik gerakan ini terpola dan dapat ditebak
Contoh kegiatan belajar:
·
· contoh gerakan tak berpindah: bergoyang,
membungkuk, merentang, mendorong, menarik, memeluk, berputar
·
· contoh gerakan berpindah: merangkak, maju
perlahan-lahan, muluncur, berjalan, berlari, meloncat-loncat, berputar
mengitari, memanjat.
·
· Contoh gerakan manipulasi: menyusun
balok/blok, menggunting, menggambar dengan krayon, memegang dan melepas
objek, blok atau mainan.
·
· Keterampilan gerak tangan dan jari-jari:
memainkan bola, menggambar.
|
III. Gerakan Persepsi
( Perceptual obilities)
|
Arti : Gerakan sudah lebih meningkat karena dibantu kemampuan
perseptual
Contoh kegiatan belajar:
¨ menangkap bola, mendrible bola
¨ melompat dari satu petak ke petak lain dengan 1
kali sambil menjaga keseimbangan
¨ memilih satu objek kecil dari sekelompok objek
yang ukurannya bervariasi
¨ membaca melihat terbangnya bola pingpong
¨ melihat gerakan pendulun menggambar simbol
geometri
¨ menulis alfabet
¨ mengulangi pola gerak tarian
¨ memukul bola tenis, pingpong
¨ membedakan bunyi beragam alat musik
¨ membedakan suara berbagai binatang
¨ mengulangi ritme lagu yang pernah didengar
¨ membedakan berbagai tekstur dengan meraba
|
IV. Gerakan Kemampuan fisik (Psycal abilities)
|
Arti: gerak lebih efisien, berkembang melalui kematangan dan
belajar
Contoh kegiatan belajar:
menggerakkan otot/sekelompok otot selama waktu tertentu
berlari jauh
mengangkat beban
menarik-mendorong
melakukan push-up
kegiatan memperkuat lengan, kaki dan perut
menari
melakukan senam
melakukan gerakan pesenam, pemain biola, pemain bola
|
V. gerakan terampil (Skilled movements)
|
Arti: dapat mengontrol berbagai tingkat gerak – terampil,
tangkas, cekatan melakukan gerakan yang sulit dan rumit (kompleks)
Contoh kegiatan belajar:
·
melakukan gerakan terampil berbagai cabang
olahraga
·
menari, berdansa
·
membuat kerajinan tangan
·
menggergaji
·
mengetik
·
bermain piano
·
memanah
·
skating
·
melakukan gerak akrobatik
·
melakukan koprol yang sulit
|
VI. Gerakan indah dan kreatif
(Non-discursive communicatio)
|
Arti: mengkomunikasikan perasaan melalui gerakan
- gerak estetik:
gerakan-gerakan terampil yang efisien dan indah
- gerakan kreatif:
gerakan-gerakan pada tingkat tertinggi untuk mengkomunikasikan peran
Contoh kegiatan belajar:
v kerja seni yang bermutu
(membuat patung, melukis, menari baletr
v melakukan senam
tingkat tinggi
v bermain drama
(acting)
v keterampilan olahraga
tingkat tinggi
|
Contoh Pengukuran Ranah
Penilaian Psikomotor - Ada beberapa ahli yang
menjelaskan cara menilai hasil belajar psikomotor. Salah satunya adalah Ryan (1980) yang menjelaskan bahwa hasil belajar
keterampilan dapat diukur melalui:
1.
Pengamatan langsung dan penilaian tingkah laku peserta didik
selama proses pembelajaran praktik berlangsung,
2.
Sesudah mengikuti pembelajaran, yaitu dengan jalan memberikan
tes kepada peserta didik untuk mengukur pengetahuan, keterampilan, dan
sikap,
3.
Beberapa waktu sesudah pembelajaran selesai dan kelak dalam
lingkungan kerjanya.
Sementara itu Leighbody (1968) berpendapat bahwa penilaian hasil belajar psikomotor
mencakup:
1.
Kemampuan menggunakan alat dan sikap kerja,
2.
Kemampuan menganalisis suatu pekerjaan dan menyusun urut-urutan
pengerjaan,
3.
Kecepatan mengerjakan tugas,
4.
Kemampuan membaca gambar dan atau simbol,
5.
Keserasian bentuk dengan yang diharapkan dan atau ukuran yang
telah ditentukan.
Dari penjelasan di atas
dapat dirangkum bahwa dalam penilaian hasil belajar psikomotor atau
keterampilan harus mencakup persiapan, proses, dan produk. Penilaian dapat
dilakukan pada saat proses berlangsung yaitu pada waktu peserta didik melakukan
praktik, atau sesudah proses berlangsung dengan cara mengetes peserta didik.
Penilaian psikomotorik
dapat dilakukan dengan menggunakan observasi atau pengamatan.
Observasi sebagai alat penilaian banyak digunakan untuk mengukur tingkah
laku individu ataupun proses terjadinya suatu kegiatan yang dapat diamati, baik
dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam situasi buatan. Dengan kata lain,
observasi dapat mengukur atau menilai hasil dan proses belajar atau
psikomotorik. Misalnya tingkah laku peserta didik ketika praktik, kegiatan
diskusi peserta didik, partisipasi peserta didik dalam simulasi, dan penggunaan
alins ketika belajar.
Observasi dilakukan
pada saat proses kegiatan itu berlangsung. Pengamat terlebih dahulu harus
menetapkan kisi-kisi tingkah laku apa yang hendak diobservasinya, lalu
dibuat pedoman agar memudahkan dalam pengisian observasi. Pengisian hasil
observasi dalam pedoman yang dibuat sebenarnya bisa diisi secara bebas dalam
bentuk uraian mengenai tingkah laku yang tampak untuk
diobservasi, bisa pula dalam bentuk memberi tanda cek (√) pada kolom jawaban
hasil observasi.
Tes untuk mengukur ranah
psikomotorik adalah tes untuk mengukur penampilan atau kinerja (performance)
yang telah dikuasai oleh peserta didik. Tes tersebut dapat berupa
tes paper and pencil, tes identifikasi, tes simulasi, dan tes
unjuk kerja.
·
Tes simulasi
Kegiatan psikomotorik
yang dilakukan melalui tes ini, jika tidak ada alat yang sesungguhnya yang
dapat dipakai untuk memperagakan penampilan peserta didik, sehingga
peserta didik dapat dinilai tentang penguasaan keterampilan dengan bantuan
peralatan tiruan atau berperaga seolah-olah menggunakan suatu alat yang
sebenarnya.
·
Tes unjuk kerja (work sample)
Kegiatan psikomotorik
yang dilakukan melalui tes ini, dilakukan dengan sesungguhnya dan
tujuannya untuk mengetahui apakah peserta didik sudah menguasai/terampil
menggunakan alat tersebut. Misalnya dalam melakukan praktik pengaturan lalu
lintas lalu lintas di lapangan yang sebenarnya
Tes simulasi dan tes
unjuk kerja, semuanya dapat diperoleh dengan observasi langsung ketika peserta
didik melakukan kegiatan pembelajaran. Lembar observasi dapat
menggunakan daftar cek (check-list) ataupun skala penilaian
(rating scale). Psikomotorik yang diukur dapat menggunakan
alat ukur berupa skala penilaian terentang dari sangat baik, baik,
kurang, kurang, dan tidak baik.
Dengan kata lain,
kegiatan belajar yang banyak berhubungan dengan ranah psikomotor adalah praktik
di aula/lapangan dan praktikum di laboratorium. Dalam kegiatan-kegiatan praktik
itu juga ada ranah kognitif dan afektifnya, namun hanya sedikit bila
dibandingkan dengan ranah psikomotor. Pengukuran hasil belajar ranah psikomotor
menggunakan tes unjuk kerja atau lembar tugas.
Contohnya kemampuan
psikomotor yang dibina dalam belajar matematika misalnya berkaitan dengan
kemampuan mengukur (dengan satuan tertentu, baik satuan baku maupun tidak
baku), menggambar bentuk-bentuk geometri (bangun datar, bangun ruang, garis,
sudut,dll) atau tanpa alat. Contoh lainnya, siswa dibina kompetensinya
menyangkut kemampuan melukis jaring-jaring kubus. Kemampuan dalam melukis
jaring-jaring kubus secara psikomotor dapat dilihat dari gerak tangan siswa
dalam menggunakan peralatan (jangka dan penggaris) saat melukis. Secara teknis
penilaian ranah psikomotor dapat dilakukan dengan pengamatan (perlu lembar
pengamatan) dan tes perbuatan.
1.
Dalam ranah psikomotorik yang diukur meliputi:
2.
Gerak refleks,
3.
Gerak dasar fundamen,
4.
Keterampilan perseptual; diskriminasi kinestetik, diskriminasi
visual, diskriminasi auditoris, diskriminasi taktis, keterampilan perseptual
yang terkoordinasi,
5.
Keterampilan fisik,
6.
Gerakan terampil,
7.
Komunikasi non diskusi (tanpa bahasa-melalui gerakan) meliputi:
gerakan ekspresif, gerakan interprestatif.
Lembar observasi
Beri Tanda (√)
Nama Siswa
|
Mengerjakan Tugas (On-Task)
|
Tidak Mengerjakan Tugas (Off-Task)
|
Catatan Guru
|
Damar
|
|||
Ayu
|
|||
Dst…..
|
Tabel Instrumen (alat)
Asesmen Kinerja (unjuk kerja) Berpidato dengan numerical Rating Scale
Nama : …………………………………………….
Kelas : …………………………………………….
|
|||||
Petunjuk:
Berilah skor untuk setiap aspek kinerja yang sesuai dengan
ketentuan berikut:
(4) bila aspek tersebut dilakukan dengan benar dan cepat
(3) bila aspek tersebut dilakaukan dengan benar tapi lama
(2) bila aspek tersebut dilakukan selesai tetapi salah
(1) bila dilakukan tapi tidak selesai
( 0 = tidak ada usaha)
|
|||||
No
|
Aspek yang dinilai
|
Skor
|
|||
4
|
3
|
2
|
1
|
||
1.
|
Berdiri tegak menghadap penonton
|
||||
2.
|
Mengubah ekspresi wjah sesuai dengan pernyataan
|
||||
3.
|
Berbicara dengan kata-kata yang jelas
|
||||
4.
|
Tidak mengulang-ulang pernyataan
|
||||
5.
|
Berbicara cukup keras untuk didengar penonton
|