Suatu hari, kita akan merindukan saat ini. Bersama menyeruput kopi, dan menikmati Calamary juga roti. Semalaman memilin cerita demi cerita, entah yang lucu, atau kita berdua yang memang gila, lalu tertawa sampai pramuniaga cafe melihat kita dengan mata jengahnya. Kita tidak peduli. Kita sedang menikmati waktu ini.
Dan kita tidak pernah berhenti. Aku masih bercerita dan kamu masih mendengarnya, lalu tertawa. Kemudian ganti kamu yang bercerita dan aku yang mendengarnya, dan lagi, tertawa. Aku suka momen-momen ini. Jangan pulang dulu. Biar kita puaskan hari ini.
Di tengah setiap tawamu itu, aku menatapnya sembunyi-sembunyi. Merekam setiap sepermili detik pemandangannya di otakku, merekam setiap sepermili suaranya di telingaku, dan menyimpannya dengan kualitas tertinggi yang bisa dicerna keduanya. Lalu aku akan menyebut namamu berulang di hatiku. Ya, berulang. Tenang saja, kamu tidak akan mendengar keributan itu. Semuanya hanya terjadi di hatiku.
Dan setiap gerakanmu itu, seperti ketika tangan kirimu refleks menutupi mulutmu ketika tertawa sampai kepalamu sedikit menengadah dan rambut panjangmu tergerai (aku menyukainya), aku juga menyimpannya. Membaginya menjadi fragmen-fragmen adegan kecil, untuk suatu hari nanti bisa kuputar kapan saja. Mengamatinya sebentar-sebentar atau berlama-lama. Ya, seperti itu.
Aku juga akan menyimpan suaramu ketika bercerita. Kerenyahannya, keriangannya, semuanya. Dan tawamu itu, kamu tahu, entah perasaanku saja atau bagaimana, aku merasa tawamu beda. Aku sering melihat orang lain tertawa, tapi tawamu selalu menimbulkan sedikit gempa di dadaku. Sedikit. Aku juga akan merekamnya. Termasuk ketika kamu menggambar sesuatu di meja dengan jarimu hanya untuk memperjelas cerita, atau mengetuk meja ketika cerita kita jeda dan ada alunan musik kafe terdengar di telinga. Termasuk juga ketika kamu meminum cangkir kopi dengan pegangan tangan terbalik. Pegangannya justru berada di sebelah kiri. Kamu tetap menggunakan tangan kanan, tapi pegangannya di posisi kiri, jadi kamu memegang cangkirnya dengan dua tangan. Katamu, posisi yang ini (sambil menunjuk bibir cangkir), jarang disentuh bibir orang kecuali yang kidal. Lihat, kita mirip. Aku selalu minum tepat di atas pegangan cangkir dengan alasan sama. Di posisi itu, bibir orang juga jarang nangkring di sana.
Ah, menyenangkan sekali di sini. Bisa mengamatimu sedetail ini, selama ini, sepuas ini. Lihat, kamu memakan roti pelan, lalu krimmnya tertinggal di bibirmu. Roti di tangan kananmu, dan tisu di tangan kirimu. Begitu caramu memakan roti yang ada krimnya. Siap mengelap krim yang menempel di kue kapan saja. Lihat juga, ketika kamu tiba-tiba berkata, "Hei, aku suka lagu ini." Lalu kamu bersenandung sambil senyum-senyum. Ah, aku suka pemandangan ini.
Aku terus mengamatimu dalam detailnya. Benar-benar dalam detailnya. Suara, gerakan, kebiasaan, semuanya.
Alasannya sederhana.
Suatu hari, kita akan merindukan saat ini. Biar kita, ah aku, puaskan momen malam ini. Karena besok, aku memutuskan untuk pergi. Pergi yang sebenar-benarnya pergi. Dan menyimpan rapat-rapat semua memori di otakku dengan judul, "Iam always love you"