Ada rambu-rambu serta larangan yang diterbitkan Kadis Pendidikan Sulsel, Irman Yasin Limpo. Terdapat enam poin penting dalam surat yang dilayangkan kadis kepada kepala SMA, SMK dan SLB se-Sulsel. Semuanya berisi tentang larangan.
Surat ini diterbitkan, karena Pemerintah Provinsi Sulsel merasa tidak dihargai oleh pusat, dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud). Pasalnya, beberapa kali melakukan kunjungan kerja ke daerah ini, pihak pemprov sama sekali tidak mengetahuinya.
Pemprov mengaku tak ada koordinasi dengan daerah jika Mendikbud atau pejabat terkait melakukan kunjungan kerja. Karena itu, surat protes dilayangkan.
Surat pertama ditandatangani oleh Kepala Dinas Pendidikan Sulsel, Irman Yasin Limpo. Surat tersebut dibuat 15 November 2016 lalu. Surat itu bernomor 005/Sekert.1/8048/2016.
Isi suratnya berbunyi, penyesalan karena tidak ada koordinasi dengan pihak pemprov dalam hal ini Dinas Pendidikan, sehingga menimbulkan ketidakharmonisan dan ketidakpercayaan pada Kemendikbud. Surat itu ditembuskan langsung kepada Gubernur Sulsel, kepala LP3TKI dan kepala LPMP.
Surat itu kemudian ditindaklanjuti dengan terbitnya surat yang ditandatangani oleh Sekretaris Provinsi Sulsel Abdul Latief, No. 420/0416/Diknas.
Isi surat itu adalah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI beserta jajarannya untuk tidak melakukan beberapa hal. Seperti menyurat langsung ke sekolah tanpa melalui Dinas Pendidikan Provinsi Sulsel. Berkunjung langsung ke sekolah tanpa pemberitahuan tertulis dan persetujaan dari Kadis Pendidikan Provinsi Sulsel. Memberikan bantuan apapun ke sekolah tanpa melalui Dinas Pendidikan.
Surat itu ditembuskan ke Gubernur Sulsel, Sekjen Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, Direktur Jenderal Pendidikan Dasar Menengah, Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan, Direktur Pembinaan SMA, Direktur Pembinaan SMK, Direktur PK-PLK dan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Sulsel.
Protes yang dilayangkan Pemprov Sulsel dinilai cukup wajar oleh Ikatan Guru Indonesia (IGI) Sulsel. Menurut Ketua IGI Sulsel, Ramli Rahim, dalam kunjungan kerjanya beberapa kali, pihak Kemendikbud memang tidak pernah berkoordinasi dengan pemprov. “Kalau tidak salah ini sudah dua kali terjadi, ” kata Ramli kepada BKM, Kamis (2/2).
Dia mengaku sempat bertemu dengan Irman Yasin Limpo selaku Kadis Pendidikan Sulsel. Saat itu, persoalan tersebut disampaikan kepadanya.
Menurut Ramli, salah satu persoalan yang membuat pemprov tersinggung adalah kegiatan pelatihan dan pengembangan guru yang dilakukan pihak kementerian. Pemprov sama sekali tidak tahu karena pelaksana kegiatan langsung menghubungi guru yang akan diundang pelatihan.
Itupun yang dipanggil adalah yang sudah punya kontak person pihak kementerian. Artinya, ketika ada pelatihan dilakukan, yang diundang pasti guru itu-itu saja.
“Kemendikbud dengan UPTD nya jika bikin pelatihan, gurunya langsung yang diundang. Itupun kadang secara tiba-tiba. Misalnya tiga hari sebelum kegiatan. Guru yang bersangkutan pun akan tergopoh-gopoh minta izin. Kalau tidak dapat izin pun, kadang ada yang bandel tetap ikut karena menganggap struktur Kemendikbud lebih tinggi dari Disdik,” kata Ramli.
Ini dinilai cukup merumitkan sistem penataan pendidikan khususnya guru. “Jadi wajar kalau Disdik keberatan, ” katanya.
Dia berharap ke depan ada koordinasi yang intens antara pemerintah pusat maupun daerah untuk meningkatkan kualitas pendidikan.
Sementara, Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Prof Wasir Thalib secara sederhana, mengatakan koordinasi sangat perlu antara daerah dan pusat. Sehingga tidak ada kebijakan dan kewenangan yang tumpang tindih. Baik pusat maupun pemerintah daerah harus bekerja berdasarkan aturan dan undang-undang.
“Berdasarkan UU No. 23 Tahun 2014, kan kewenangan yang diberikan kepada pemerintah sudah jelas. Pendidikan dasar dikelola kabupaten/kota, SMA dan SMK oleh provinsi, dan pendidikan tinggi oleh pusat. Saya kira jelas. Intinya koordinasi yang penting,” ujarnya.
Kepala Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) yang merupakan salah satu UPTD Kemendikbud, Abdul Halim Muharram mengaku sudah mendengar informasi keberatan Pemprov Sulsel kepada Kemendikbud.
“Secara resmi saya belum terima surat keberatan. Tapi sudah dengar karena ditelepon oleh teman-teman, ” kata Abdul Halim.
Dia mengaku belum bisa memberi komentar lebih jauh terkait persoalan ini. Namun secepatnya dia akan segera berkoordinasi dengan Disdik untuk mengklarifikasi persoalan ini.
“Secepatnya saya akan minta petunjuk pada Disdik. Saya belum bisa memberi komentar lebih jauh, ” pungkasnya.
Gubernur Sulsel Syahrul Yasin Limpo secara diplomatis mengomentari persoalan itu. Menurutnya, pemprov dalam hal ini gubernur merupakan perwakilan pemerintah pusat di daerah. Jadi ketika pusat menggelar kegiatan di daerah, minimal ada penyampaian.
Banyak faktor yang menjadi pertimbangan gubernur mengatakan itu. Misalnya pusat menemukan masalah saat berada di daerah sementara gubernur atau pemerintah provinsi tidak tahu, posisinya pasti dipertanyakan.
“Minimal memang harus ada penyampaian. Misalnya kalau selama di daerah menemukan masalah, bagaimana posisi gubernur, ” katanya.