Esok, menjadi hari penentuan nasib Pemilihan Bupati (Pilbup) di Minahasa Selatan (Minsel) dan Bolaang Mongondow Timur (Boltim). Jika sampai Pukul 16.00 tidak ada pendaftar, maka pilkada serentak di Sulut hanya diikuti lima kabupaten/kota ditambah provinsi.
Data Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyebutkan, jumlah daerah yang memiliki calon tunggal dalam Pilkada serentak 2015, sampai Sabtu (1/8) pukul 19.30, berkurang menjadi 11 daerah dari sebelumnya 12 daerah. “Jumlah daerah dengan pasangan calon tunggal berkurang menjadi 11 karena ada penambahan satu pasangan calon di Kabupaten Serang, Banten,” kata Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay di Kantor KPU.
Sebanyak 11 daerah yang masih memiliki calon tunggal, di antaranya Kabupaten Asahan di Sumatera Utara, Kabupaten Tasikmalaya di Jawa Barat, Kota Surabaya, Kota Samarinda, dan Kabupaten Pegunungan Arfak di Provinsi Papua Barat (lihat grafis, red). Sementara daerah yang sama sekali tidak memiliki pasangan calon adalah Kabupaten Boltim di Sulut.
Hingga siang kemarin, saat pendaftaran bakal pasangan calon dibuka, belum ada pendaftar lain. Meski, penyelenggara sudah menerima informasi akan ada pasangan calon lain yang akan mendaftar. “Kita tetap berharap perpanjangan jadwal pendaftaran bisa dimanfaatkan para calon serta parpol untuk meramaikan Pilbup yang akan digelar 9 Desember mendatang,” kata Ketua KPU Minsel DR Fanley Pangemanan.
Senada dikatakan Ketua KPU Boltim Awalludin Umbola. Menurutnya, KPU sudah melakukan sosialisasi terkait jadwal dan tahapan Pilkada, termasuk syarat-syarat pasangan calon. KPU juga sudah mengundang partai politik, serta mengumumkan secara resmi di media massa. “Bila setelah dibuka dan tidak ada yang mendaftar atau hanya ada satu pasangan calon, maka tahapan Pilkada Boltim akan ditunda hingga 2017 mendatang. Itu sudah sesuai aturan,” tegasnya.
Sesuai surat edaran Nomor 403 Tahun 2015 yang diterbitkan KPU Pusat, daerah-daerah yang memiliki kurang dari dua pasangan calon, harus melakukan perpanjangan masa pendaftaran. Apabila dalam masa perpanjangan pendaftaran selama tiga hari, 1-3 Agustus tidak ada yang mendaftar, maka ditunda hingga 2017.
Maraknya pasangan calon tunggal di Pilkada serentak, dinilai tidak lepas dari syarat independen yang terlalu ketat dan adanya mahar politik yang dimainkan Partai Politik (Parpol). Aroma mahar alias suap menyuap ini pun makin jelas tercium di pentas pilkada serentak di Indonesia. Tidak menutup kemungkinan terjadi di Sulut.
Menurut pengamat politik Sulut Dr Ferry Liando SIP MSi menilai, kebiasaan memberi dan menerima mahar di politik itu ada. Bahkan, jika ia melihat proses penetapan calon di Pilkada di Sulut, praktek seperti itu tak bisa ditampik terjadi. “Itu sangat terasa, jika ada partai politik yang punya kader potensial, tapi malah menunjuk orang lain sebagai calon,” katanya.
Malahan, tambah dosen FISIP Unsrat ini, fenomena ini bukan hanya sekadar mahar tetapi sudah ada semacam tender politik. Siapa yang punya uang silakan pakai partai. “Indikasi itu sangat kuat apabila ada satu partai yang dari aspek persyaratan tidak mencukupi 20 persen kursi, maka untuk mencukupinya menggandeng partai lain untuk mencukupi,” terangnya.
Namun ia mengakui, mahar juga tidak bisa dicegah karena parpol memang butuh biaya operasional dalam pemenangan. “Selama ini modus mahar bukan sesuatu yang mustahil bagi parpol tapi ini sudah merupakan kebiasaan yang rupanya sangat sulit dihindari,” imbuhnya