Saturday, July 25, 2015

TUGAS POKOK SEORANG SUAMI ADALAH MENAFKAHI ISTRINYA


Kalau ada calon suami bilang: "nanti kita cari nafkah bareng2"
katakan: "enak aja, cari nafkah tugas suami tahu."
“Wajib bagi setiap suami untuk memberikan nafkah dan pakaian kepada istri, dengan sepantasnya.” (Q.S. Al-Baqarah:233)
=========================
Wanita diciptakan dari "tulang rusuk",
maka jangan suruh ia menjadi "tulang punggung"
mencari nafkah adalah kewajiban suami,
istri tidak punya kewajiban mencari nafkah,,
Kalaupun istri bekerja maka pada dasarnya penghasilannya adalah milik pribadi istri, dan bebas digunakan istri sesuai keinginannya (selama tidak melanggar syariat), dan suami tetap wajib menafkahi. Namun istri boleh juga membantu keuangan suaminya, asalkan istri rela/ridho dan tidak dipaksa.
Dalam Al Quran disebutkan bahwa salah satu alasan lelaki menjadi pemimpin bagi wanita yaitu karena lelaki adalah yang menafkahi wanita.
“Lelaki adalah pemimpin bagi wanita, disebabkan kelebihan yang Allah berikan kepada sebagian manusia (lelaki) di atas sebagian yang lain (wanita) dan disebabkan mereka memberi nafkah dengan hartanya ....” (Q.S. An-Nisa':34)
Berdasarkan ayat di atas, ada dua sebab sehingga Allah jadikan lelaki memiliki kodrat memimpin rumah tangga. Pertama, kelebihan yang Allah berikan kepada lelaki. Kedua, lelaki menanggung nafkah untuk istri dan keluarganya.
=====================
Bolehkah Suami Mengambil Harta Istri?
Seorang suami masih tetap wajib memberikan nafkah kepada istri dan anak-anaknya walaupun istrinya punya penghasilan sendiri, dan dia tidak boleh mengambil uang gaji istrinya tanpa ijin dan ridho istri. (Syaikh Bin Baz)
Mengambil seluruh atau sebagian gaji isteri secara paksa adalah perbuatan yang terlarang karena termasuk memakan harta orang lain dengan cara yang tidak benar.
Seorang suami memiliki kewajiban untuk menafkahi isterinya dan memenuhi semua kebutuhan hidupnya meski isteri adalah seorang wanita yang kaya. Kaya-nya seorang isteri tidaklah menyebabkan gugurnya haknya (untuk dinafkahi) yang merupakan kewajiban suami". (Syaikh Abdullah bin Sulaiman al Mani')
Jika saat akad nikah atau sebelum nikah sang istri mempersyaratkan bahwa setelah menikah dia boleh bekerja (pekerjaan yg syar'i/halal dan tanpa melalaikan tugas istri) dan dahulu suami sudah setuju, maka dikemudian hari suami tidak berhak memaksanya berhenti bekerja, dan gaji istri sepenuhnya milik istri. Sebab dahulu suami sudah setuju dengan persyaratan istri sehingga tidak boleh ingkar janji. Bahkan istri boleh minta cerai jika dipaksa berhenti bekerja padahal dahulu sudah ada perjanjian diizinkan bekerja, demikian menurut fatwa Syaikh Bin Baz.
Jika suaminya sedang miskin (bukan karena malas kerja), sementara istrinya kaya atau punya penghasilan, maka dianjurkan untuk bersedekah kepada suaminya tersebut, Sebagaimana hadits riwayat bukhari tentang kisah istri Ibnu Mas'ud.
Salah satu sebab pria menjadi pemimpin wanita (dalam rumah tangga) adalah karena pria menafkahi wanita dan menanggung biaya hidupnya, dalam Al Quran disebutkan (yg artinya): "Kaum pria adalah pemimpin bagi kaum wanita disebabkan Allah telah melebihkan sebagian mereka (kaum pria) di atas sebagian yang lain (kaum wanita) , dan disebabkan kaum pria telah membelanjakan sebagian dari harta mereka" (QS.An-Nisa: 34)
Ibnu Katsir rahimahullahu ketika menafsirkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:"…dan disebabkan kaum pria telah membelanjakan sebagian dari harta mereka…" (An-Nisa: 34). Beliau menyatakan: (Harta yang suami belanjakan) berupa mahar, nafkah dan tanggungan yang Allah wajibkan pada mereka seperti yang tersebut dalam kitab-Nya dan sunnah Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam.
=================================
Bagaimana jika suami pelit dalam menafkahi istri (padahal suami mampu) ?
Fatwa Syaikh Bin Baaz:
Seorang istri boleh mengambil harta suaminya tanpa sepengetahuan suaminya, sebanyak yang ia butuhkan bersama anak-anaknya yang masih kecil, dengan cara yang baik dan tidak berlebih-lebihan. Dengan syarat suami tersebut tidak memberikan nafkah yang cukup kepadanya. Hal ini berdasarkan sebuah hadits shahih riwayat Aisyah yang menyatakan bahwa Hindun binti ‘Utbah mengadu kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam,
“Wahai Rasulullah, sesungguhnya Abu Sufyan (suamiku) tidak memberikan nafkah yang cukup kepadaku dan kepada anak-anakku. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Ambillah hartanya dengan cara yang ma’ruf sebanyak yang dibutuhkan olehmu dan anak-anakmu.” (HR. Bukhari dan Muslim).
============================
Islam tidak melarang wanita untuk bekerja dan bisnis,
Memang bekerja adalah kewajiban seorang suami sebagai kepala rumah tangga, tapi Islam juga tidak melarang wanita untuk bekerja. Wanita boleh bekerja, jika memenuhi syarat-syaratnya dan tidak mengandung hal-hal yang dilarang oleh syari’at.
Syaikh Abdul Aziz Bin Baz mengatakan: “Islam tidak melarang wanita untuk bekerja dan bisnis, karena Alloh jalla wa’ala mensyariatkan dan memerintahkan hambanya untuk bekerja dalam firman-Nya:
وَقُلِ اعْمَلُوا فَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ
“Katakanlah (wahai Muhammad), bekerjalah kalian! maka Alloh, Rasul-Nya, dan para mukminin akan melihat pekerjaanmu“ (QS. At-Taubah:105)
Perintah ini mencakup pria dan wanita. Alloh juga mensyariatkan bisnis kepada semua hambanya, Karenanya seluruh manusia diperintah untuk berbisnis, berikhtiar dan bekerja, baik itu pria maupun wanita, Alloh berfirman (yang artinya):
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian saling memakan harta sesama kalian dengan jalan yang tidak benar, akan tetapi hendaklah kalian berdagang atas dasar saling rela diantara kalian” (QS. An-Nisa:29),
Perintah ini berlaku umum, baik pria maupun wanita.
AKAN TETAPI, wajib diperhatikan dalam pelaksanaan pekerjaan dan bisnisnya, hendaklah pelaksanaannya bebas dari hal-hal yang menyebabkan masalah dan kemungkaran. Dalam pekerjaan wanita, harusnya tidak ada ikhtilat (campur) dengan pria dan tidak menimbulkan fitnah. Begitu pula dalam bisnisnya harusnya dalam keadaan tidak mendatangkan fitnah, selalu berusaha memakai hijab syar’i, tertutup, dan menjauh dari sumber-sumber fitnah.
Karena itu, jual beli antara mereka bila dipisahkan dengan pria itu boleh, begitu pula dalam pekerjaan mereka. Yang wanita boleh bekerja sebagai dokter, perawat, dan pengajar khusus untuk wanita, yang pria juga boleh bekerja sebagai dokter dan pengajar khusus untuk pria. Adapun bila wanita menjadi dokter atau perawat untuk pria, sebaliknya pria menjadi dokter atau perawat untuk wanita, maka praktek seperti ini tidak dibolehkan oleh syariat, karena adanya fitnah dan kerusakan di dalamnya.
Bolehnya bekerja, harus dengan syarat tidak membahayakan agama dan kehormatan, baik untuk wanita maupun pria. Pekerjaan wanita harus bebas dari hal-hal yang membahayakan agama dan kehormatannya, serta tidak menyebabkan fitnah dan kerusakan moral pada pria. Begitu pula pekerjaan pria harus tidak menyebabkan fitnah dan kerusakan bagi kaum wanita.
Hendaklah kaum pria dan wanita itu masing-masing bekerja dengan cara yang baik, tidak saling membahayakan antara satu dengan yang lainnya, serta tidak membahayakan masyarakatnya.
Kecuali dalam keadaan darurat, jika situasinya mendesak seorang pria boleh mengurusi wanita, misalnya pria boleh mengobati wanita karena tidak adanya wanita yang bisa mengobatinya, begitu pula sebaliknya. Tentunya dengan tetap berusaha menjauhi sumber-sumber fitnah, seperti menyendiri, membuka aurat, dll yang bisa menimbulkan fitnah. Ini merupakan pengecualian (hanya boleh dilakukan jika keadaannya darurat). (Lihat Majmu’ Fatawa Syaikh Bin Baz, jilid 28, hal: 103-109)
Ada hal-hal yang perlu diperhatikan, jika istri ingin bekerja, diantaranya:
1. Pekerjaannya tidak mengganggu kewajiban utamanya dalam urusan dalam rumah, karena mengurus rumah adalah pekerjaan wajibnya, sedang pekerjaan luarnya bukan kewajiban baginya, dan sesuatu yang wajib tidak boleh dikalahkan oleh sesuatu yang tidak wajib.
2. Harus dengan izin suaminya, karena istri wajib mentaati suaminya. (catatan: jika dahulu istri bersedia dinikahi dgn mempersyaratkan agar tetap diizinkan bekerja (pekerjaan yg sesuai syariat dan tidak melalaikan tugas istri) , dan dahulu suami sudah setuju, maka dikemudian hari suami tidak berhak memaksanya berhenti bekerja, bahkan istri boleh menuntut fasakh (pemutusan hubungan nikah) dihadapan hakim yang syar’i jika dipaksa berhenti bekerja padahal masih ingin tetap bekerja. Demikian menurut fatwa syaikh bin baz (http://almanhaj.or.id/…/nafkah-seorang-suami-untuk-istriny…/)
3. Menerapkan adab-adab islami, seperti: Menjaga pandangan, memakai hijab syar’i, tidak memakai wewangian, tidak melembutkan suaranya kepada pria yang bukan mahrom, dll.
4. Pekerjaannya sesuai dengan tabi’at wanita, seperti: mengajar, dokter, perawat, penulis artikel, buku, dll.
5. Tidak ada ikhtilat di lingkungan kerjanya. Hendaklah ia mencari lingkungan kerja yang khusus wanita, misalnya: Sekolah wanita, perkumpulan wanita, kursus wanita, dll.
6. Hendaklah mencari dulu pekerjaan yang bisa dikerjakan di dalam rumah. Jika tidak ada, baru cari pekerjaan luar rumah yang khusus di kalangan wanita. Jika tidak ada, maka ia tidak boleh cari pekerjaan luar rumah yang campur antara pria dan wanita, kecuali jika keadaannya darurat atau keadaan sangat mendesak sekali, misalnya suami tidak mampu mencukupi kehidupan keluarganya, atau suaminya sakit, dll.
silahkan baca artikel selengkapnya di:
===================
Manfaat istri bekerja (tentu hanya jika istri berminat sebab tidak wajib mencari nafkah),
penghasilannya bisa untuk:
- ditabung buat jaga-jaga masa depan, siapa tahu suatu saat diceraikan, atau sakit dan butuh banyak uang
-membantu orang tua, saudara
-investasi masa depan
-sedekah, infaq
-membeli barang2 bermanfaat yg diinginkan istri dan tidak bisa dibelikan suami
- jika suatu saat bercerai atau suaminya meninggal maka bisa hidup mandiri
-membantu suami jika penghasilan suami pas2an
-bekerja juga bisa menjadi sarana ibadah dan membantu sesama manusia, dalam hadits disebutkan bahwa sebaik2 manusia adalah yg paling bermanfaat bagi sesama manusia,
-bekerja bisa sbg refresing, hiburan, menghilangkan kebosanan, sosialisasi, meningkatkan ilmu dan ketrampilan, dll
-bekerja sebagai wujud syukur dan pemanfaatan anugerah Allah berupa bakat dan kecerdasan (misalnya menjadi penjahit, pengajar, dokter, bidan, dll)
Hukum Suami Minta Jatah Dari Gaji Istri Karena Haknya Sebagai Suami Tidak Terpenuhi Disebabkan Kesibukan Istri?
http://m.salamdakwah.com/baca-pertanyaan/harta-istri.html
Fatwa Ulama: Apakah Suami Punya Bagian Dari Gaji Istri?
http://muslim.or.id/…/fatwa-ulama-apakah-suami-punya-bagian…
Nafkah Seorang Suami Untuk Istrinya Yang Bekerja Sebagai Karyawan
http://almanhaj.or.id/…/nafkah-seorang-suami-untuk-istriny…/

PEMBELAJARAN IPA DI LUAR KELAS

IPA merupakan salah satu Mata Pelajaran yang mempunyai ruang lingkup sangat luas. Di dalam IPA dipelajari tentang sesuatu yang berhubungan ...