Sunday, July 26, 2015

GORONTALO



Nama Resmi:Kabupaten Gorontalo
Ibukota:Gorontalo
Provinsi :Gorontalo
Batas Wilayah:
Utara: Laut Sulawesi
Selatan: Teluk Tomini
Barat: Selat Makassar
Timur: Kabupaten Bolaang Mongondow Utara dan Kabupaten Bolaang Mongondow Utara, Prov. Sulawesi Utara
Luas Wilayah:
1.750,83 Km2
Jumlah Penduduk: 
411.785 Jiwa

Wilayah Administrasi:

Kecamatan: 18, Kelurahan: 14, Desa: 192



(Permendagri No.66 Tahun 2011)

Sejarah

Menurut sejarah, Jazirah Gorontalo terbentuk kurang lebih 400 tahun lalu dan merupakan salah satu kota tua di Sulawesi selain Kota Makassar, Pare-pare dan Manado. Gorontalo pada saat itu menjadi salah satu pusat penyebaran agama Islam di Indonesia Timur yaitu dari Ternate, dan Bone. Seiring dengan penyebaran agama tersebut Gorontalo menjadi pusat pendidikan dan perdagangan masyarakat di wilayah sekitar seperti Bolaang Mongondow (Sulut), Buol Toli-Toli, Luwuk Banggai, Donggala (Sulteng) bahkan sampai ke Sulawesi Tenggara.
Gorontalo juga menjadi pusat pendidikan dan perdagangan karena letaknya yang strategis menghadap Teluk Tomini (bagian selatan) dan Laut Sulawesi (bagian utara).
Kedudukan Kerajaan Gorontalo mulanya berada di Kelurahan Hulawa Kecamatan Telaga sekarang, tepatnya di pinggiran sungai Bolango. Menurut Penelitian, pada tahun 1024 H, kota Kerajaan ini dipindahkan dari Keluruhan Hulawa ke Dungingi Kelurahan Tuladenggi Kecamatan Kota Barat sekarang. Kemudian dimasa Pemerintahan Sultan Botutihe Kerajaan ini dipindahkan dari Dungingi di pinggiran sungai Bolango, ke satu lokasi yang terletak antara dua kelurahan yaitu Kelurahan Biawao dan Kelurahan Limba B.
Dengan letaknya yang stategis yang menjadi pusat pendidikan dan perdagangan serta penyebaran agama islam maka pengaruh Gorontalo sangat besar pada wilayah sekitar, bahkan menjadi pusat pemerintahan yang disebut dengan Kepala Daerah Sulawesi Utara Afdeling Gorontalo yang meliputi Gorontalo dan wilayah sekitarnya seperti Buol ToliToli dan, Donggala dan Bolaang Mongondow.
Sebelum masa penjajahan keadaaan daerah Gorontalo berbentuk kerajaan-kerajaan yang diatur menurut huukm adat ketatanegaraan Gorontalo. Kerajaan-kerajaan itu tergabung dalam satu ikatan kekeluargaan yang disebut “Pohala’a”. Menurut Haga (1931) daerah Gorontalo ada lima pohala’a :
· Pohala’a Gorontalo
· Pohala’a Limboto
· Pohala’a Suwawa
· Pohala’a Boalemo
· Pohala’a Atinggola
Dengan hukum adat itu maka Gorontalo termasuk 19 wilayah adat di Indonesia yang merupakan pohalaa yang paling menonjol diantara kelima pohalaa tersebut.
Asal usul nama Gorontalo terdapat berbagai pendapat dan penjelasan antara lain:
· “Hulontalangio”, nama salah satu kerajaan yang dipersingkat menjadi Hulontalo.
· Berasal dari “ Hua Lolontalango” yang artinya orang-orang Gowa yang berjalan lalu lalang.
· Berasal dari “ Hulontalangi” yang artinya lebih mulia.
· Berasal dari “Hulua Lo Tola” yang artinya tempat berkembangnya ikan Gabus.
· Berasal dari “ Pongolatalo” atau “Puhulatalo” yang artinya tempat menunggu.
· Berasal dari Gunung Telu yang artinya tiga buah gunung.
Berasal dari “ Hunto” suatu tempat yang senantiasa digenangi air
Jadi asal usul nama Gorontalo (arti katanya) tidak diketahui lagi, namun jelas kata “Hulondalo” hingga sekarang masih hidup dalam ucapan orang Gorontalo dan orang Belanda karena kesulitan dalam mengucapkannya diucapkan dengan Horontalo dan bila ditulis menjadi Gorontalo.
Pada tahun 1824 daerah Limo Lo Pohalaa telah berada di bawah kekuasaan seorang asisten Residen disamping Pemerintahan tradisional. Pada tahun 1889 sistem pemerintahan kerajaan dialihkan ke pemerintahan langsung yang dikenal dengan istilah “ Rechtatreeks Bestur “. Pada tahun 1911 terjadi lagi perubahan dalam struktur pemerintahan Daerah Limo lo pohalaa dibagi atas tiga Onder Afdeling yaitu :
· Onder Afdeling Kwandang
· Onder Afdeling Boalemo
· Onder Afdeling Gorontalo
Selanjutnya pada tahun 1920 berubah lagi menjadi lima distrik yaitu
· Distrik Kwandang
· Distrik Limboto
· Distrik Bone
· Distrik Gorontalo
· Distrik Boalemo
Pada tahun 1922 Gorontalo ditetapkan menjadi tiga Afdeling yaitu :
· Afdeling Gorontalo
· Afdeling Boalemo
· Afdeling Buol
Sebelum kemerdekaan Republik , rakyat Gorontalo dipelopori oleh Bpk. H. Nani Wartabone berjuang dan merdeka pada tanggal 23 Januari 1942. Selama kurang lebih dua tahun yaitu sampai tahun 1944 wilayah Gorontalo berdaulat dengan pemerintahan sendiri. Perjuangan patriotik ini menjadi tonggak kemerdekaan bangsa Indonesia dan memberi imbas dan inspirasi bagi wilayah sekitar bahkan secara nasional. Oleh karena itu Bpk H. Nani Wartabone dikukuhkan oleh Pemerintah RI sebagai pahlawan perintis kemerdekaan.
Hari Kemerdekaan Gorontalo “ yaitu 23 Januari 1942 dikibarkan bendera merah putih dan dinyanyikan lagu Indonesia Raya. Padahal saat itu Negara Indonesia sendiri masih merupakan mimpi kaum nasionalis tetapi rakyat Gorontalo telah menyatakan kemerdekaan dan menjadi bagian dari Indonesia
Selain itu pada saat pergolakan PRRI Permesta di Sulawesi Utara masyarakat wilayah Gorontalo dan sekitarnya berjuang untuk tetap menyatu dengan Negara Republik Indonesia dengan semboyan “Sekali ke Djogdja tetap ke Djogdja” sebagaimana pernah didengungkan pertama kali oleh Ayuba Wartabone di Parlemen Indonesia Timur ketika Gorontalo menjadi bagian dari Negara Indonesia Timur.
Kabupaten Gorontalo lahir pada 26 November 1673 (16 Syakban 1084 Hijriah) yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Tingkat II di Sulawesi, dengan ibu kota Limboto (1978).
Sampai dengan awal tahun 2003, Kabupaten Gorontalo sudah mengalami dua kali pemekaran, yaitu (1) Kabupaten Gorontalo (induk), (2) Kabupaten Boalemo (hasil pemekaran 1999), dan (3) Kabupaten Bone Bolango (hasil pemekaran 2003).

Arti Logo



Gorontalo memiliki rumah adatnya sendiri, yang disebut Bandayo Pomboide dan Dulohupa. Rumah adat ini terletak di tepat di depan Kantor Bupati Gorontalo, Jalan Jenderal Sudirman, Limboto. Dulohupa terletak di di Kelurahan Limba U-2, Kecamatan Kota Selatan, Kota Gorontalo.
Akan tetapi, rumah adat Dulohupa yang satu ini kini tinggal kenangan karena sudah diratakan dengan tanah. Rumah adat ini digunakan sebagai tempat bermusyawarat kerabat kerajaan pada masa lampau. Pada masa pemerintahan para raja, rumah adat ini digunakan sebagai ruang pengadilan kerajaan, untuk memvonis para pengkhianat negara melalui sidang tiga alur pejabat pemerintahan, yaitu Buwatulo Bala (Alur Pertahanan / Keamanan), Buwatulo Syara (Alur Hukum Agama Islam), dan Buwatulo Adati (Alur Hukum Adat).Rumah adat Bandayo Pomboide ini terletak di depan Kantor Bupati Gorontalo. Bantayo artinya ' gedung' atau 'bangunan', sedangkan Pomboide berarti 'tempat bermusyawarah'. Bantayo Pomboide sering digunakan sebagai lokasi pagelaran budaya Gorontalo serta pertunjukan sendratari seantero Gorontalo. Rumah adat ini memiliki ciri khas tersendiri yang berbeda dengan rumah jenis lainnya. Di dalamnya terdapat berbagai ruang dan kamar yang khas yang mempunyai fungsi yang berbeda.

Teknik arsitekturnya menunjukkan nilai-nilai budaya masyarakat Gorontalo yang bernuansa Islami.

PEMBELAJARAN IPA DI LUAR KELAS

IPA merupakan salah satu Mata Pelajaran yang mempunyai ruang lingkup sangat luas. Di dalam IPA dipelajari tentang sesuatu yang berhubungan ...