Manusia Bugis memiliki ciri khas yang unik dan sangat menarik. Mereka adalah contoh yang langka terdapat di wilayah nusantara bahkan di dunia. Mereka mampu mendirikan kerajaan-kerajaan yang sama sekali tidak mengandung pengaruh india dan tanpa mendirikan kota sebagai pusat aktivitas mereka.
Sejak awal - mungkin 50.000 tahun - yang lalu Sulawesi Selatan sebagaimana daerah lain di Asia Tenggara telah dihuni manusia se-zaman dengan manusia WAJAK di pulau Jawa. Mereka mungkin tidak terlalu beda dengan penghuni Australia pada masa itu di Asia Tenggara, mereka mengalami proses penghalusan bentuk wajah dan tengkorak kepala meski memilikifenotipe australoid
Pada permulaan abad 20, penjelajah asal Swiss Paul Sarasin dan sepupuhnya Fritz Sarasin mengemukakan sebuah hipotesis bahwa to ale'(penghuni hutan) sekelompok kecil manusia yang hidup di berbagai gua di pegunungan di Lamocong (Bone bagian selatan) adalah keturunan langsung dari manusia penghuni gua pra-sejarah dan ada hubunganya dengan manusia veddah di Srilanka (Lihat: Suryadin Laoddang).
PENAMAAN BUGIS
Bugis adalah suku yang tergolong ke dalam suku-suku melayu (deutero) masuk ke nusantara setelah gelombang imigrasi pertama dari daratan Asia tepatnya Yunan (cina). Kata “Bugis” berasal dari kata “To Ugi” yang berarti orang Bugis. penamaan Ugi merujuk pada raja pertama kerajaan cina yang terdapat di Pammana saat itu yaitu La Suttumpugi.
Ketika rakyat La Suttumpugi menamakan dirinya merujuk pada raja mereka dan menjuluki dirinya sebagi to ugi atau pengikut La Suttumpugi.
BIOGRAFI LA SUTTUMPUGI
La Sattumpugi adalah ayah We Cudai dan bersaudara dengan Batara Lattu ayah dari Sawerigading. Dan Sawerigading sendiri adalah suami We Cudai yang melahirkan beberapa anak termasuk LA GALIGO yang karyanya di sebut I LA GALIGO dengan jumlah sekitar 9000 halaman folio yang terkenal itu.