B. J. Habibie adalah anak keempat dari 8 bersaudara, dari suami istri Alwi Abdul Djalil Habibie dengan R. A. Tuti Martini Puspawardojo. Habibie lahir di Parepare, Sulawesi Selatan pada tanggal 25 Juni 1936. Dalam hal Makanan Habibie Kecil tidak pilih- pilih makanan. Makanan kegemaran Habibie Kecil adalah Barongko dan Bubur Manado. Habibie kecil juga orang yang gemar Berenang, suka menyanyi, main layang layang, naik kuda, main gundu ( kelereng), mallogo (logo) yaitu permainan dari tempurung segitiga. Orangnya periang dan Optimis. Tidak pernah membuat Masalah. “saya orang suka menyendiri. Jadi, tidak ambil pusing. Saya tidak merasa ambil pintar, tapi juga tidak merasa lebih bodoh,tidak pernah merasa iri dan juga tidak pernah menggangu. I’m sweet boy, not a problem maker child,” katanya.
Sejak kecil juga watak Habibie berbeda dari saudara-saudaranya. Ia termasuk anak yang senang mengerjakan sesuatu. Di rumah ia senang membaca buku apa saja . Menurut kakanya yang paling tua, Titi Sri Sulaksmi, pada waktu kecil ia setiap hari membujuk B. J. Habibie ( Rudy) adiknya untuk keluar rumah bermain dan bergaul dengan teman teman yang lain. Sejak kecil sifat Habibie memang lebih serius. Dia tidak seperti yang lainnya, ia bermain hanya setelah menyelesaikan pekerjaan rumahnya. Dan jika main dengan Blokken ( micano ) ia akan membuatkapal terbang dan sebagainya. Sejak Kecil memang itulah kesukaannya. Habibie juga sejak kecil bercita-cita menjadi Insinyur.
Sebagaimana teman- teman sebayanya, ia ikut mengaji bersama kakak dan teman-temannya pada seoraang guru yang bernama Hasan Alamudi atau dengan gelar Kapitan Arab. Seperti anak- anak lainnya , ia pun melaksanakan kewajiban sehari-hari terhadap guru seperti halnya mengambil air dari sumur dan mengisi gentong air minum atau bak tempat cuci kaki karena rumah gurunya rumah panggung. Selama mengaji B. J. Habibie ttermasuk anak yang paling rajin dan cepat mengahafal bacaanya, karena itu ia berhasil khatam beberapa kali.
Pada masa kecil, B. J. Habibie agak tertutup, tetapi ia sangat tegas berpegang pada prinsipnya. Jika misalnya timbul perselisihan dengan adik-adiknya dan B. J. Haibie disalahkan maka ia tidak begitu gampang menerimanya, ia akan protes dan berteriak bahwa ia tidak bersalah dan ia tidak mau disalahkan karena ia merasa benar. Jika sampai demikian ia akan ngotot tak habis-habisnya. Jika ia bersalah dan dimarahi maka ia akan diam dan tidak melakukan protes sedikit pun. Ini semuas menjadi pertanda kapan Habibie bersalah dan kapan ia tidak bersalah, sebab akan kelihatan dari sikapnya menerima perlakuan itu. B. J. Habibie tidak pernah terlibat perkelahian dengan anak-anak sebayanya. Tetapi hal itu bukan berarti bahwa ia tidak bergaul dengan teman-temanya.
Ia dari kecil senang olahraga. Salah satu kegemarannya adalah menunggang kuda, ayahnya mempunyai beberapa ekor kuda balap kelas , ada seekor yang paling top, dan selalu merajai balapan di kelasnya. Kuda tersebut bernama La Bolong ( dalam bahasa Bugis artinya si Hitam). Bila B. J. Habibie menjadi Jokinya, ia selalu tampil sebagai joki ulung, lincah menjuarai balapan itu. Bakat sebagai joki ini tampaknya diwarisi dari ayahnya yang ketika masih kecil juga adalah joki yang baik.
Hubungan dengan saudara- saudaranya baik. Ia selalu hormat. Begitu juga dengan adik-adiknya, ia selalu akrab. Jusuf Effendy Habibie yng dikenal dengan nama Fanny merupakan adik yang paling dekat dengan Habibie. Mereka seperti anak kembar. Jusuf Effendy mengakui bahwa B. J. Habibie dalam beberapa hal selalu bertindak bijaksana tetapi rasional, sementara dia lebih banyak emosional. bahwa Dari kecil, untuk hal- hal yang berhubungan dengan penalaran memang Habibie selalu unggul, tetapi bila otot ang bekerja, Fanny selalu bertindak duluan bertindak.
Ketika Jepang memasuki Parepare, Keluarga Habibie mengungsi ke desa Lanrae’di kecamatan Palanro Kabupaten Barru. Waktu pengungsian tahun 1942 itulah B. J. Habibie jatuh sakit, penyakitnya cukup berat. Pada saat itu Alwi Abdul Djalil Habibie mengenal baik A. Haruna Daeng Rombo, dengan perantaraan Haruna Daeng Rombo, ayah B. J. Habibiebertamu ke rumah Raja dan Diperkenalkan dengan Raja Bau Djondjo Kalimullah Karangeta Lembang Para Arung Barru untuk mengobati penyakit B. J. Habibie yang tak kunjung sembuh. Di sana B. J. Habibie diberi air yang sudah dijampi raja. Berkat rahmat Tuhan, ia Sembuh.
Ada kepercayaan orang Bugis, kalau seorang anak laki- laki dengan wajah mirip ayahnya, maka anak itu akan membawa musibah terhadap sang ayah. Artinya kalau tidak ayahnya yang meningal, maka sebaliknya anaknyalah yang meninggal, atau berpisah tempat. Kebalikannya kalau anak wanita wajahnya mirip ayahnya, maka menurut kepercayaan dan tradisi orang Bugis-makassar, konon anak itu akan membawa rezeki. Berhubung wajah B. J. Habibie sangat mirip dengan ayahnya maka menurut kepercayaan dan tradisi Bugis –makassar, anak itu harus dijual secara simbolis. B. J. Habibie dibeli oleh Raja Barru dengan sebilah keris
MASA MUDA HABIBIE
Tidak beberapa lama setelah Alwi Abdul Djalil Habibie meninggal pada tanggal 3 September 1950 karena serangan Jantung. Habibie pun Hijrah Ke Bandung. Berangkat dengan Kapal laut milik KPM ke Pulau Jawa merupakan pengalaman pertama baginya meninggalkan orang tua. Pertama Kali B. J. Habibie menumpang di rumah famili di saerah Paseban (Jakarta) sambil bersekolah. Tetapi ia tidak betah, kemudian ia minta dipindahkan ke Bandung. Di Bandung ia dititipkan di rumah keluarga Soejoed, Inspektur Pertanian di Jawa Barat. Soejoed merupakan teman baik Alwi Abdul Djalil Habibie. Dari situ B. J. Habibie pindah ke tempat kost di keluarga Sam. Dari Sekolah HBS ia pindah atas keinginannya sendiri ke Smp yang saat itu bernama Gouvernments Middlebare School (sekarang SMP 5 ) di jl Jawa, Bandung. Lalu, ia pindah ke SMAK di Dago yang dulu dikenal dengan nama Lycium.
Foto Habibie usai Shalat Jumat di Masjid Nurhabibi Lanrae 29 Agustus 2014
Di SMA, B. J. Habibie mulai tampak menonjol prestasinya di dalam kelas, terutama dalam pelajaran-pelajaran eksakta seperti matematika, mekanika, dan lan-lain. B. J. Habibie juga dikenal sangat Ramah, baik di dalam maupun di luar sekolah. Ia senang bersahabt dengan siapa saja, penuh kegembiraan dan sering berkelekar. Murid-murid yang lain selalu merasa gembira kalau tiba- tiba B. J Habibie muncul di antara mereka. Menjelang diterima sebagai mahasiswa d ITB, B. J. Habibie harus mengikuti masa perpeloncoan. Ia termasuk pelonco Favorit, terutama di mata para seniorita. B. J. Habibie adalah pelonco menyenangkan dan lincah. Karena ia adalah pelonco yang lucu dan provokatif sikapnya, ia menjadi pusat perhatian dan objek penderitan perpeloncoan.
Selama menjadi mahasiswa ITB Habibie sangat tertarik pada pesawat terbang. Salah satu hobinya adalah Aeromodelling dan ia mempunyai model pesawat sendiri , dan selalu diperagakan. Ia pernah memasuki aeromodelling Club, tapi kelihatannya ia tak punya waktu yang banyak untuk itu. B. J. Habibie praktis hanya 6 bulan menjadi mahasiswa di ITB,
Sejak kecil juga watak Habibie berbeda dari saudara-saudaranya. Ia termasuk anak yang senang mengerjakan sesuatu. Di rumah ia senang membaca buku apa saja . Menurut kakanya yang paling tua, Titi Sri Sulaksmi, pada waktu kecil ia setiap hari membujuk B. J. Habibie ( Rudy) adiknya untuk keluar rumah bermain dan bergaul dengan teman teman yang lain. Sejak kecil sifat Habibie memang lebih serius. Dia tidak seperti yang lainnya, ia bermain hanya setelah menyelesaikan pekerjaan rumahnya. Dan jika main dengan Blokken ( micano ) ia akan membuatkapal terbang dan sebagainya. Sejak Kecil memang itulah kesukaannya. Habibie juga sejak kecil bercita-cita menjadi Insinyur.
Sebagaimana teman- teman sebayanya, ia ikut mengaji bersama kakak dan teman-temannya pada seoraang guru yang bernama Hasan Alamudi atau dengan gelar Kapitan Arab. Seperti anak- anak lainnya , ia pun melaksanakan kewajiban sehari-hari terhadap guru seperti halnya mengambil air dari sumur dan mengisi gentong air minum atau bak tempat cuci kaki karena rumah gurunya rumah panggung. Selama mengaji B. J. Habibie ttermasuk anak yang paling rajin dan cepat mengahafal bacaanya, karena itu ia berhasil khatam beberapa kali.
Pada masa kecil, B. J. Habibie agak tertutup, tetapi ia sangat tegas berpegang pada prinsipnya. Jika misalnya timbul perselisihan dengan adik-adiknya dan B. J. Haibie disalahkan maka ia tidak begitu gampang menerimanya, ia akan protes dan berteriak bahwa ia tidak bersalah dan ia tidak mau disalahkan karena ia merasa benar. Jika sampai demikian ia akan ngotot tak habis-habisnya. Jika ia bersalah dan dimarahi maka ia akan diam dan tidak melakukan protes sedikit pun. Ini semuas menjadi pertanda kapan Habibie bersalah dan kapan ia tidak bersalah, sebab akan kelihatan dari sikapnya menerima perlakuan itu. B. J. Habibie tidak pernah terlibat perkelahian dengan anak-anak sebayanya. Tetapi hal itu bukan berarti bahwa ia tidak bergaul dengan teman-temanya.
Ia dari kecil senang olahraga. Salah satu kegemarannya adalah menunggang kuda, ayahnya mempunyai beberapa ekor kuda balap kelas , ada seekor yang paling top, dan selalu merajai balapan di kelasnya. Kuda tersebut bernama La Bolong ( dalam bahasa Bugis artinya si Hitam). Bila B. J. Habibie menjadi Jokinya, ia selalu tampil sebagai joki ulung, lincah menjuarai balapan itu. Bakat sebagai joki ini tampaknya diwarisi dari ayahnya yang ketika masih kecil juga adalah joki yang baik.
Hubungan dengan saudara- saudaranya baik. Ia selalu hormat. Begitu juga dengan adik-adiknya, ia selalu akrab. Jusuf Effendy Habibie yng dikenal dengan nama Fanny merupakan adik yang paling dekat dengan Habibie. Mereka seperti anak kembar. Jusuf Effendy mengakui bahwa B. J. Habibie dalam beberapa hal selalu bertindak bijaksana tetapi rasional, sementara dia lebih banyak emosional. bahwa Dari kecil, untuk hal- hal yang berhubungan dengan penalaran memang Habibie selalu unggul, tetapi bila otot ang bekerja, Fanny selalu bertindak duluan bertindak.
Ketika Jepang memasuki Parepare, Keluarga Habibie mengungsi ke desa Lanrae’di kecamatan Palanro Kabupaten Barru. Waktu pengungsian tahun 1942 itulah B. J. Habibie jatuh sakit, penyakitnya cukup berat. Pada saat itu Alwi Abdul Djalil Habibie mengenal baik A. Haruna Daeng Rombo, dengan perantaraan Haruna Daeng Rombo, ayah B. J. Habibiebertamu ke rumah Raja dan Diperkenalkan dengan Raja Bau Djondjo Kalimullah Karangeta Lembang Para Arung Barru untuk mengobati penyakit B. J. Habibie yang tak kunjung sembuh. Di sana B. J. Habibie diberi air yang sudah dijampi raja. Berkat rahmat Tuhan, ia Sembuh.
Ada kepercayaan orang Bugis, kalau seorang anak laki- laki dengan wajah mirip ayahnya, maka anak itu akan membawa musibah terhadap sang ayah. Artinya kalau tidak ayahnya yang meningal, maka sebaliknya anaknyalah yang meninggal, atau berpisah tempat. Kebalikannya kalau anak wanita wajahnya mirip ayahnya, maka menurut kepercayaan dan tradisi orang Bugis-makassar, konon anak itu akan membawa rezeki. Berhubung wajah B. J. Habibie sangat mirip dengan ayahnya maka menurut kepercayaan dan tradisi Bugis –makassar, anak itu harus dijual secara simbolis. B. J. Habibie dibeli oleh Raja Barru dengan sebilah keris
MASA MUDA HABIBIE
Tidak beberapa lama setelah Alwi Abdul Djalil Habibie meninggal pada tanggal 3 September 1950 karena serangan Jantung. Habibie pun Hijrah Ke Bandung. Berangkat dengan Kapal laut milik KPM ke Pulau Jawa merupakan pengalaman pertama baginya meninggalkan orang tua. Pertama Kali B. J. Habibie menumpang di rumah famili di saerah Paseban (Jakarta) sambil bersekolah. Tetapi ia tidak betah, kemudian ia minta dipindahkan ke Bandung. Di Bandung ia dititipkan di rumah keluarga Soejoed, Inspektur Pertanian di Jawa Barat. Soejoed merupakan teman baik Alwi Abdul Djalil Habibie. Dari situ B. J. Habibie pindah ke tempat kost di keluarga Sam. Dari Sekolah HBS ia pindah atas keinginannya sendiri ke Smp yang saat itu bernama Gouvernments Middlebare School (sekarang SMP 5 ) di jl Jawa, Bandung. Lalu, ia pindah ke SMAK di Dago yang dulu dikenal dengan nama Lycium.
Foto Habibie usai Shalat Jumat di Masjid Nurhabibi Lanrae 29 Agustus 2014
Di SMA, B. J. Habibie mulai tampak menonjol prestasinya di dalam kelas, terutama dalam pelajaran-pelajaran eksakta seperti matematika, mekanika, dan lan-lain. B. J. Habibie juga dikenal sangat Ramah, baik di dalam maupun di luar sekolah. Ia senang bersahabt dengan siapa saja, penuh kegembiraan dan sering berkelekar. Murid-murid yang lain selalu merasa gembira kalau tiba- tiba B. J Habibie muncul di antara mereka. Menjelang diterima sebagai mahasiswa d ITB, B. J. Habibie harus mengikuti masa perpeloncoan. Ia termasuk pelonco Favorit, terutama di mata para seniorita. B. J. Habibie adalah pelonco menyenangkan dan lincah. Karena ia adalah pelonco yang lucu dan provokatif sikapnya, ia menjadi pusat perhatian dan objek penderitan perpeloncoan.
Selama menjadi mahasiswa ITB Habibie sangat tertarik pada pesawat terbang. Salah satu hobinya adalah Aeromodelling dan ia mempunyai model pesawat sendiri , dan selalu diperagakan. Ia pernah memasuki aeromodelling Club, tapi kelihatannya ia tak punya waktu yang banyak untuk itu. B. J. Habibie praktis hanya 6 bulan menjadi mahasiswa di ITB,