Jenderal TNI Purnawirawan Ryamizard Ryacudu merupakan sosok tepat dengan waktu yang tepat, bila mendampingi calon presidenJoko Widodo yang diusung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan Partai NasDem.
Pasalnya, Ryamizard dikenal bersih, tegas dan berani, serta tidak tersandera kepentingan politik sempit, maupun interest bisnis. Alhasil, ruang gerak Jokowi-Ryamizard lebih mudah mengeksekusi kebijakan atau agenda publik, termasuk pemberantasan korupsi, yang mendapatkan peringkat utama sorotan publik.
"Tentu tidak salah, bila menduetkan Ryamizard dengan Jokowi. Keduanya sama-sama 'lempang' tanpa tersandera kepentingan pribadi. Sepanjang untuk kesejahteraan rakyat, serta menegakkan kepentingan politik negara, saya yakin Mizard figur tepat mendampingi Jokowi," ungkap Fungsionaris DPP Partai NasDem Despen Ompusunggu dalam rilis yang diterima Tribunnews, Jumat (2/5/2014).
Terkait aspek loyalitas dan kepatuhan, tak perlu ada keraguan bagi capres Jokowi terhadap Ryamizard, mengingat integritas dan rekam jejak mantan Kasad ini bukan tipikal yang suka menelikung atau mencari panggung bagi kepentingn pribadi.
Bahkan Ryamizard punya kemampuan mumpuni membantu Jokowi, merajut kohesi sosial atau persatuan nasional dari seluruh elemen bangsa, menjaga kebinekaan, tanpa berpikiran sektarian atau primordial.
Dengan memilih Ryamizard sebagai cawapres, tudingan capres boneka asing terhadap Jokowi juga bisa ditepis, mengingat Ryamizard memegang doktrin kedaulatan dan kemandirian bagi bangsanya dan kepentingan nasional. Apalagi sosok Ryamizard sangat disegani di dalam negeri, khususnya TNI dan juga di luar negeri.
"Ryamizard merupakan sosok pancasilais dan nasionalis sejati. Apapaun bakal dia pertaruhkan, termasuk nyawa sekalipun, asalkan itu bagi kepentingan nasional dan menjaga kehormatan sebagai bangsa yang berdaulat," papar Despen Ompusunggu.
Menurut Pengurus Departemen Media dan Komunikasi Publik DPP Partai NasDem ini, secara chemistry, duet Jokowi-Ryamizard tidak ada persoalan. Sebab, sejatinya, mereka berdua juga punya kedekatan. Sedangkan dari sisi keterwakilan Jawa non Jawa atau sipil militer bisa terpenuhi.
"Walau dikotomi itu secara teoritis tidak lagi elok diperdebatkan, namun secara realitas politik, kita tidak boleh mengabaikannya begitu saja. Ingat juga, bila nanti dalam Pilpres berhadapan dengan Prabowo, Jokowi harus bisa menghadapinya, dengan kemampuan dan modalitas politik yang dimiliki Ryamizard," ujar Despen.