Tuesday, July 30, 2013

CONTOH LAPORAN KEGIATAN VERMIKOMPOSTING

KEGIATAN VERMIKOMPOSTING

A.     TUJUAN
Mengetahui prosedur pembuatan vermikomposting

B.     DASAR TEORI
Proses Vermikomposting dan Vermikompos
Konsep vermikomposting dimulai dari pengetahuan tentang spesies cacing tanah tertentu yang memakan sisa bahan organik, mengubah sisa bahan organik menjadi tanah menghasilkan unsur hara tanah yang menguntungkan lingkungan. Cacing tanah E. Fetida dan L. Rubellus yang digunakan untuk vermikomposting memiliki kategori ekologi yaitu epigeic, habitat di kotoran atau sampah serta makanan bahan-bahan organik (Lavelle et al, 1999).
Menurut Dominguez et al (1997) mendefinisikan vermikomposting sebagai proses dekomposisi bahan organik yang melibatkan kerjsama antara cacing tanah dan mikroorganisme. Komponen utana dalam vermikomposting terdiri atas: kesesuaian substrat, faktor lingkungan, jenis cacing tanah, desain composer dan pengoperasian. Kualitas vermikompos dari limbah organik yang dihasilkan tergantung dari bahan organik awalnya seperti kotoran hewan,sampah dedaunan, dampah perkotaan dan limbah industri.
Vermikomposting merupakan proses bioksidasi dan stabilisasi bahan organik yang melibatkan kerjasama antara cacing tanah dan mikroorganisme (Dominguez et al, 1997). Proses ini berlangsung dalam rentang waktu suhu mesofilik (35-40oC) dimana zat hara tumbuhan seperti nitrogen, kalium dan fosfor yang terdapat di dalam bahan makanan diubah melalui aktivitas mikroorganisme menjadi bentuk yang lebih mudah diserap oleh tumbuhan (Ndegwa & Thompson, 2001).
Proses vermikomposting lebih cepat pada pengomposan tradisional karena bahan-bahan organik melewati sistem pencernaan cacing tanah yang mengandung banyak aktivitas mikroorganisme yang membantu proses dekomposisi bahan organik (Dominguez et al, 1997a). Keunggulan vermikompos yang dihasilkan dari prosesvermikomposting mengandung banyak aktivitas, populasi dan keanekaragaman mikroorganisme. Vermikompos juga mengandung beberapa enzim seperti protease, amylase, lipase, selulase dan kitinase (Subler et al, 1998).
Menurut Lavelle et al (1997) empat komponen yang menentukan keberhasilanvermikomposting adalah: kesesuaian substrat, faktor lingkungan yang tepat, cacing tanah yang sesuai, desain composter dan pengoperasiannya. Dalamvermikomposting yang harus diperhatikan adalah lingkungan hidup yang baik, sumber makanan, kelembaban dan aerasi yang tersedia cukup serta perlindungan terhadap suhu tinggi akibat proses dekomposisi awal oleh mikroorganisme (Munore, 2004).
Cacing tanah mempercepat stabilisasi bahan organik dengan bantuan mikroorganisme aerob dan anaerob yang terdapat di saluran pencernaan cacing tanah. Cacing tanah merubah bahan organik secara alami menjadi bentuk yang halus, mengandung humus dan vermikompos yang merupakan nutrisi penting bagi tumbuhan. Mikroorganisme menyebabkan degradasi secara biokimia bahan organik dan cacing tanah memiliki peran mengubah substrat melalui aktifitas secara  biologi. Mikroorganisme  yang berperan dalam vermikomposting terutama bakteri, fungi dan actinomycetes (Dominguez et al, 1997).
Vermikomposting menghasilkan 2 manfaat utama yaitu biomassa cacing tanah dan vermikompos (Sharma et al, 2005). Vermikompos memiliki struktur halus, partikel-partikel humus yang stabil, porositas, kemampuan menahan air dan aerasi, kaya nutrisi, hormon, enzim dan populasi mikroorganisme (Lavelle at al, 1999). Vermikompos yang dihasilkan berwarna coklat gelap, tidak berbau dan mudah terserap air (Ismail 1997).
Chaudhuri & Bhattacharjee (2002) mensyaratkan cacing tanah yang digunakan dalam proses vermikomposting memiliki laju reproduksi yang tinggi, tingkat produksi kokon yang tinggi, waktu perkembangan kokon yang pendek dan keberhasilan penetasan kokon yang tinggi. Selain itu, cacing tanah yang memiliki tingkat konsumsi bahan organik yang tinggi dan toleransi terhadap perubahan lingkungan yang luas dapat digunakan di dalam proses vermikomposting (Edwards, 1998; Dominguez et al, 2000).
Mengenal Cacing Tanah
Cacing tanah merupakan hewan verteberata yang hidup di tempat yang lembab dan tidak terkena matahari langsung. Kelembaban ini penting untuk mempertahankan cadangan air dalam tubuhnya. Kelembaban yang dikehendaki sekitar 60 - 90%. Selain tempat yang lembab, kondisi tanah juga mempengaruhi kehidupan cacing seperti pH tanah, temperatur, aerasi, CO2, bahan organik, jenis tanah, dan suplai makanan. Diantara ke tujuh faktor tersebut, pH dan bahan organik merupakan dua faktor yang sangat penting. Kisaran pH yang optimal sekitar 6,5 - 8,5. Adapun suhu ideal menurut beberapa hasil penelitian berkisar antara 21-30 derajat celcius. Cacing yang dapat mempercepat proses pengomposan sebaiknya yang cepat berkembang biak, tahan hidup dalam limbah organik, dan tidak liar. Dari persyaratan tersebut, jenis cacing yang cocok yaitu Lumbricus rubellusEisenia foetida, dan Pheretima asiatica. Cacing ini hidup dengan menguraikan bahan organik. Bahan organik ini menjadi bahan makanan bagi cacing. Untuk memberikan kelembaban pada media bahan organik, perlu ditambahkan kotoran ternak atau pupuk kandang. Selain memberikan kelembaban, pupuk kandang juga menambah karbohidrat, terutama selulosa, dan merangsang kehadiran mikroba yang menjadi makanan cacing tanah.
Kebutuhan Cacing Tanah
Cacing tanah merupakan hewan bersegmen tanpa tulang belakang yang berukuran panjang, tipis, berbentuk silindris, tubuhnya simetri bilateral. Tubuhnya berwarna cokelat gelap, berkilauan dan dilapisi oleh kutikula halus. Cacing tanah merupakan hewan biseksual (hermaprodit) dan fertilisasi silang terjadi sesuai aturan. Kopulasi bisa terjadi selama 1 jam, lalu cacing berpisah. Kemudian klitelium masing-masing cacing mengeluarkan kokon dimana sel sperma masuk untuk membuahi sel telur. Lebih dari 3 kokon per cacing per minggu dihasilkan. Dari setiap kokon terdapat sekitar 10-12 anak cacing yang muncul. Pada umumnya jangka waktu hidup seekor cacing tanah sekitar 3-7 tahun tergantung pada jenis spesies dan keadaan ekologinya (Sinha et al. 2002). Cacing tanah mengandung air sebanyak 70-95% dari bobot tubuhnya,sehingga kehilangan air merupakan masalah utama cacing tanah untuk mempertahankan fungsi-fungsi tubuhnya untuk bekerja secara normal (Minnich 1977).
Menurut Lee (1985), cacing tanah menghendaki kondisi media yang sesuai  dan berkecukupan pakan, terlindung dari cahaya, pH sekitar netral dan sirkulasi udara dan air yang baik. Untuk mencapai suhu dan kelembaban media yang optimum perlu dikontrol dengan penyiraman air. Peranan cacing tanah dalam pengomposan tidak terlepas dari peranannya yang memanfaaatkan bahan-bahan organik di sekitarnya sebagai bahan makanannya. Menurut Gaur (1992), peranan cacing tanah dalam penghancuran  bahan organik adalah mempercepat perombakan dengan cara mengaduk bahan organik, memakan bahan-bahan organik serta membuat liang-liang dalam massa bahan organik. Interaksi antara cacing tanah dan mikroorganisme merupakan faktor dominan yang penting dalam proses dekomposisi bahan organik dan mineralisasi.  
Cacing tanah yang sering digunakan untuk pengomposan adalah jenis  Eisenia foetida dan Lumbricus rubellus. Kedua jenis cacing ini termasuk thermotoleran, yaitu organisme yang dapat bertahan hidup dalam suhu yang panas (Gaur 1983). Cacing tanah yang diletakkan pada suhu media yang sesuai akan memakan sampah dapur setengah dari berat badannya per hari. Dengan kata lain, dibutuhkan 1 kg cacing untuk 0,5 kg  sampah makanan yang dihasilkan per hari. Perbandingannya adalah 2:1. Dalam tiap minggu, 1 kg cacing dapat memproses 3,5 kg sampah. Jika kondisi pertumbuhan tidak cocok, maka kecepatan konsumsi  makanan akan menurun (Hebert 2006).
Untuk dapat bereproduksi dengan baik sehingga menghasilkan vermikompos berkualitas tinggi, cacing tanah membutuhkan lima hal, yaitu: lingkungan hidup yang sesuai (bedding), sumber makanan, kelembaban dan aerasi yang cukup serta suhu yang sesuai (Munroe). Bedding adalah bahan yang dapat dijadikan sebagai habitat oleh cacing tanah. Habitat ini harus memiliki daya absorbansi yang tinggi sehingga dapat menjaga kelembahan dan suhu media cacing. Bedding dapat dirancang dengan menambahkan jerami, kertas koran, daun jagung, daun pisang dan bahan-bahan lainnya yang dapat menjaga kelembaban. Sumber makanan cacing tanah berupa bahan organik seperti sisa-sisa tumbuhan, bangkai hewan dan sampah makanan, selain itu dapat juga berupa kotoran hewan ternak yang telah dikering anginkan selama tujuh hari. Dalam kondisi yang ideal, cacing dapat mengkonsumsi makanan seberat tubuhnya, bahkan bisa lebih per hari. Cacing tanah tidak memiliki organ pencernaan khusus untuk menghancurkan bahan makanannya, jadi bahan makanan harus dipotong kecil-kecil untuk membantu proses pencernaannya. Semakin kecil partikel makanan yang diberikan, maka semakin cepat proses pengomposan. Penambahan dua genggam pasir halus juga dapat membantu proses pencernaannya (Munroe).
Cacing tanah bernapas dengan kulit, maka sangat membutuhkan kelembaban yang cukup pada medianya untuk dapat bertahan hidup.  Menurut Kevin (1979), kelembaban yang dibutuhkan cacing tanah berkisar antara 50-80%.  Dominguez et al.(1997) menemukan bahwa kisaran kelembaban yang terbaik adalah antara 80-90%, dengan kisaran optimum sebesar 85%. Kebutuhan cacing tanah akan kelembaban media bervariasi pada berbagai spesies dan daya adaptasi masing-masing spesies tersebut. Kelembaban media dapat dipertahankan dengan penambahan air pada media dan menyediakan bahan makanan yang mengandung banyak air.
Cacing tanah membutuhkan oksigen untuk bernapas dan tidak dapat bertahan hidup dalam kondisi anaerob. Jika bahan makanan dalam media terlalu padat maka dapat mengurangi aerasi, sehingga dapat menyebabkan kematian pada cacing tanah. Masalah aerasi dapat diatasi dengan cara membalik media secara berkala agar terjadi peningkatan jumlah O2 dan penurunan jumlah CO2 pada media (Munroe).



C.     METODE PENGAMATAN
1.      Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Hari, Tanggal : 27 Mei - 11 Juni 2011
Pukul               : 07.30- 09.00
Tempat            : Kebun Biologi FMIPA UNY
2.      Alat dan Bahan
Alat
1.    Ember
2.    Cethok
3.    Ph Meter
4.    Termometer
5.    Karung Goni
6.    Timbangan
7.    Plastik
8.    Baskom
9.    Kayu
Bahan
1.    Cacing
2.    Air
3.    Kompos
4.    Bubur kertas
3.      Cara Kerja
a.       Menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan dalam proses pembuatan kompos
b.      Melubangi baskom pada bagian bawah secukupnya
c.       Membuat bubur kertas dengan cara memotong kardus kecil-kecil dan merendam dalam air secukupnya kemudian meremas-remas sampai menjadi bubur pada tempat yang berbeda
d.      Memasukkan bubur kertas ke dalam baskom yang telah dilubangi setebal 3 cm dari tinggi baskom
e.       Memasukkan bubur kertas ke dalam baskom yang telah dilubangi setebal 3 cm dari tinggi baskom
f.        Memasukkan bubur kertas ke dalam baskom yang telah dilubangi setebal 3 cm dari tinggi baskom
g.       Memasukkan kompos organik yang sudah hampir jadi ke dalam baskom
h.       Memasukkan 100 ekor cacing ke dalam baskom
i.         Memasukkan bubur kertas di atas lapisan kompos yang sudah diberi cacing
j.        Menutup baskom dengan goni
k.      Memantau pembuatan kompos ini selama 2 minggu

D.    DATA HASIL PENGAMATAN
Hari/ tanggal
Suhu (oC)
pH
Jumlah Cacing (ekor)
Berat Cacing (gram)
Rabu, 4 Mei 2011
27
3,7
104
100
Rabu, 11 Mei 2011
28
4,4
106
90

E.     PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini bertujuan untuk mengetahui prosedur pembuatan vermikomposting. Langkah-langkah yang dilakukan dalam pembuatan verkomposting pada praktiukum ini adalah sebagai berikut. Pertama, menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan. Baskom yang berukuran sedang dilubangi bagian bawah secukupnya. Fungsi pelubangan ini adalah untuk memberikan jalan bagi air yang ada dalam vermikompos nantinya. Agar vermikomposting yang dilakukan tidak terlalu banyak air (terlalu lembab) sehingga cacing dapat hidup dengan baik. Selanjutnya dilakukan pembuatan bubur kertas dengan cara kardus atau kertas tanpa tinta dipotong kecil-kecil, kemudian direndam di dalam air secukupnya. Setelah  kertas menyerap air sepenuhnya, kertas atau kardus diremas-remas sampai menjadi bubur. Kertas atau kardus yang digunakan dalam pembuatan bubur ini tanpa tinta, karena cacing tidak menyukai tinta. Tinta adalah bahan kimia, sehingga dapat membahayakan cacing tanah tersebut. Selanjutnya bubur yang sudah jadi tadi dimasukkan ke dalam baskom yang telah dilubangi sebagai lapisan dasar. Bubur kertas yang dimasukkan setebal 3cm dari tinggi baskom tersebut. Tujuan pemasukan bubur ini adalah untuk memfasilitasi cacing tanah dalam aklimatisasi atau penyesuaian diri dengan kompos yang nantinya akan diletakkan di atas bubur kertas ini. Dalam adaptasi lingkungan hidup di kompos, cacing tanah yang belum mampu beradaptasi dengan kompos akan turun ke bawah ke lapisan bubur kertas ini.
Selanjutnya adalah memasukkan kompos organik yang sudah hampir jadi ke dalam baskom. Kompos yang dimasukkan sampai mencapai setengah tinggi baskom. Sebelumnya kompos organik yang akan dimasukkan ke dalam baskom diberi air, agar tidak kering. Hal ini ditujukan untuk menjaga kelembaban vermikomposting. Kompos yang hampir jadi inilah yang nantinya akan sempurnakan menjadi kompos oleh cacing tanah. Selanjutnya adalah memasukkan 100 ekor cacing ke dalam kompos. Baiknya, cacing yang dimasukkan dibiarkan mengumpul. Praktikan menunggu sampai cacing masuk ke dalam kompos. Jika cacing tanah sudah mau masuk ke bagian kompos, maka ini menandakan bahwa cacing tanah sudah mapu beradaptasi dengan kondisi kompos. Cacing tanah ini berfungsi untuk menyempurnakan pengomposan, dari kompos yang hampir jadi sampai kompos yang sudah jadi. Cacing ini memakan kompos sebagai makanannya dan mengeluarkan kotorannya sebagai bunga tanah atau humus, yaitu kompos. Tahap selanjutnya yaitu pemberian bubur kertas di atas lapisan kompos yang sudah diberikan cacing. Pemberian bubur kertas sampai semua kompos tertutupi dan hingga mencapai kira-kira 3 cm. Tujuan pelapisan dengan bubur kertas ini sama dengan pemberian bubur kertas sebagai lapisan dasar, yakni memfasilitasi cacing untuk aklimatisasi atau adapatasi dengan kondisi kompos. Jika cacing belum dapat beradaptasi dengan kompos sebagai habitatnya, maka bubur kertas ini akan memberikan kenyamanan bagi cacing sehingga cacing akan menuju ke lapisan bubur kertas ini. Misalnya jika cacing tidak menyukai kondisi kompos seperti bau, Ph, atau suhunya maka dimungkinkan cacing akan menuju ke tempat yang lebih cocok, yakni lapisan bubur kertas bagian bawah atau atas kompos. Langkah selanjutnya, baskom ini ditutup dengan potongan karung goni. Penutupan ini ditujukan agar vernikomposting berlangsung pada kegelapan, karena cacing tanah merupakan hewan nocturnal. Selain itu yang digunakan sebagai penutup adalah karung goni, hal ini karena karung goni memiliki celah-celah yang agak besar sehingga mampu memberikan aerasi yang baik bagi cacing tanah.
Vermikomposting ini dipantau perkembangannya selama dua minggu. Setiap seminggu sekali, vermikomposting ini diukur pH dan suhunya. Selain itu dilakukan perhitungan cacing tanah untuk mengetahui apakah terdapat penambahan atau pengurangan cacing tanah. Jika cacing tanah bertambah, maka dapat dimaknai bahwa lingkungan vermikompos cocok untuk cacing tanah melakukan vermikomposting.      
Susunan Vermikomposting
  
Setelah satu minggu vermikomposting disimpan, dilakukan pengukuran suhu dan pH. Dari Hasil pengukuran didapatkan asil suhu sebesar 27 °C dan Ph 3,7. Setelah dilakukan pengukuran tersebut, dilakukan perhitungan jumlah cacing tanah dan berat cacing tanah dalam vermikomposting. Dari hasil perhitungan didapatkan jumlah cacing sebanyak 104 ekor dengan berat 100 gr. Dengan ini menunjukkan bahwa cacing telah berkembang biak dengan baik, yakni cocok dengan kondisi lingkungannya. Hal ini ditunjukkan dari pertambahan jumlah cacing tanahnya. Namun pertambahan cacing tanah tidak begitu banyak, hal ini dimungkinkan karena kondisi lingkungan belum begitu cocok, baik suhu ataupun pH-nya yang terlalu asam. Selain itu dimungkinkan karena penghitungan cacing tanah yang kurang teliti, sehingga banyak cacing-cacing tanah yang kecil belum terhitung.
Setelah penghitungan cacing, keasaman, dan suhu kompos, kompos dicampur lagi dengan bubur kemudian cacing tanah dimasukkan lagi ke dalam kompos. Kemudian vermikomposting ini disimpan lagi selama satu minggu. Setelah satu minggu, dilakukan lagi pengukuran keasaman dan suhu kompos kemudian perhitungan cacing tanah. Di minggu kedua ini, didapatkan hasil bahwa kompos memiliki suhu 28°C dan pH-nya 4,4. Selanjutnya dari hasil perhitungan, didapatkan jumlah cacing sebanyak 106 ekor. Pertambahan jumlah cacing dari 104 menjadi 106 ini menunjukkan bahwa cacing tanah terus berkembang biak dengan baik, dengan kata lain cacing tanah cocok dengan kondisi media vermikomposting. Kemudian setelah perhitungan dilakukan penimbangan cacing tanah. Hasil penimbangan menunjukkan bahwa cacing tanah memiliki berat 90 gr. Dapat diketahi bahwa terjadi penurunan berat cacing tanah, yakni dari 100 gr menjadi 90 gr. Pertambahan jumlah cacing tanah dan pengurangan berat cacing tanah menujukkan bahwa sebenarnya terjadi perkembangbiakan cacing tanah namun juga terjadi kematian cacing tanah dewasa.  
 
F.      KESIMPULAN
Vermicomposting adalah proses pengomposan secara bioteknologi sederhana yang merupakan proses bioksidasi dan stabilisasi bahan organik yang melibatkan kerjasama antara cacing tanah dan mikroorganisme untuk meningkatkan proses perombakan limbah dan menghasilkan hasil akhir yang lebih baik. Hasil akhirvermicomposting adalah vermicast atau vermikompos. Vermikomposting yang dilakukan oleh praktikan dinyatakan berhasil.

PEMBELAJARAN IPA DI LUAR KELAS

IPA merupakan salah satu Mata Pelajaran yang mempunyai ruang lingkup sangat luas. Di dalam IPA dipelajari tentang sesuatu yang berhubungan ...