Menanamkan Cinta Al Quran dan Menghapus Penyakit Jununush shaba. “Hendaklah
takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang
mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap
(kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada
Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar. ” (Q.S. An Nisaa’ 9).
Sebelum kami smpaikan perihal penyakit anak-anak
yang disebut dengan Jununush Shaba, perlu kami ingatkan bahwa anak
adalah amanat Allah yang harus dipelihara, dicukupi kebutuhannya,
dididik, dilindungi, dicintai, sekaligus dijadikan aset (modal) bagi
orang tua, agar kelak bisa menolongnya, yaitu di kala orang tua
membutuhkan pertolongan, khususnya ketika masuk usia lanjut hingga
akherat kelak.
Sayangnya. banyak orang tua yang lengah dalam
mensikapi anak-anaknya, dianggapnya pendidikan agama di sekolah sudah
cukup, padahal amat kurang. Anak dibiarkan jauh dari Al Quran. Mereka
dibiarkan ikut nonton TV konsumsi orang dewasa.
Di sore hari, di saat pulang sekolah, anak lain
mengaji di TPQ, masjid atau lainnva. Anaknya dibiarkan main PS an dan
main video games secara berlebihan. Lebih memprihatinkan lagi jika anak
orang Islam disekolahkan di suatu sekolah semacam Yayasan Nasrani.
Padahal Imam Al Ghazali menyatakan, " Anak adalah
amanah di tangan ibu bapaknya. Hatinya masih suci ibarat permata yang
mahal harganya. Jika dibiasakan pada sesuatu yang baik dan dididik
dengan ajaran agama (Islam), niscaya ia akan tumbuh besar dengan
sifat-sifat baik dan akan bahagia dunia akherat.
Sebaliknya jika anak dibiarkan pada tradisi-tradisi
buruk, tidak dipedulikan seperti halnya hewan, niscaya dia akan hancur
dan binasa. Di sisi lain, anak itu ibarat selembar kertas yang putih
bersih. Apa yang ditorehkan di sana itulah yang akan membentuk karakter
dirinya.
Bila yang pertama ditorehkan adalah warna agama dan
keluhuran budi pekerti, maka akan menjadi antibodi (zat kebal) awal
bagi anak untuk melawan sifat-sifat negatif, seperti sifat benci,
sombong, malas beribadah, malas belajar, gila pujian, angkuh dan
sebagainya.
Selanjutnya, masa kanak-kanak adalah masa
pembentukan watak utama. Jika anak dibiarkan melakukan sesuatu yang
kurang baik dan terbiasa melakukan seperti itu , maka kebiasaan buruk
itu akan mewarnai hidupnya hingga dewasa. Pepatah Arab mengatakan :
"Barang siapa membiasakan sesuatu semenjak kecil, maka ia akan terbiasa
dengannya hingga dewasa. "
Penyakit Jununush Shaba
Ahmad Syarifuddin dalam bukunya “Mendidik Anak”
mengatakan, bahwa para ulama menyatakan, ada penyakit berbahaya yang
biasa hinggap di kalangan anak kecil yang disebut dengan penyakit
“Jununush shaba (kegilaan masa kecil), yaitu suatu kecenderungan buruk,
noda hitam kedurhakaan, dan bibit kesesatan pada anak yang berasal dari
semaian hawa nafsu ataupun syetan.
Penyakit ini kerap kali berjangkit pada anak yang
tidak ditanamkan pendidikan yang baik dan benar sejak dini . Atas
dasar itulah maka mendidik anak dengan didikan agama sejak kecil itu
sangatlah perlu. Kita harus ingat pepatah yang mengatakan :
- Belajar di waktu kecil bagai mengukir di atas batu
- Belajar sesudah dewasa, bagai melukis di atas air.
Mengingat akan pentingnya pendidikan bagi anak. Allah SWT telah memerintahkan kepada insan beriman dengan firman-Nya : “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka " (QS. At Tahrim 6).
Dalam menafsiri ayat itu, sahabat Abdullah Ibnu Umar RA berkata, "Didiklah
anak-anakmu dengan pendidikan yang haik, karena itu merupakan
tanggungjawabmu, sementara kelak anak-anakmu bertanggung jawab pula
untuk berbuat baik dan patuh kepadamu. "
Mendidik anak itu juga berfungsi agar kehanifan anak
(kelurusannya dalam meniti kebenaran) tetap terjaga. Keberagamaannya
bagus, akrab dan dekat sekaligus teguh dalam kebenaran.Tipu daya syetan
yang hendak menghilangkan kehapifan bisa dihindari.
Dalam sebuah hadits Qudsi, Allah SWT berfirman :”
Sesungguhnya Aku menciptakan hamba-hamba-Ku secara hanif (lurus,
cenderung pada fithrah beragama Islam) seluruhnya. Sesungguhnya
setan-setan datang lalu mengalihkan hamba-hamba-Ku itu dari agama mereka
semula. ” (H.R.Muslim).
Menanamkan Cinta Anak Terhadap Al Quran
Untuk menghindari penyakit Jununusshaba sekaligus
melestarikan fithrah dan kehanifan anak serta meningkatkan mentalitas
keimanannya , maka satu-satunya dasar Islam yang anggun adalah melalui
usaha menanamkan pada anak pendidikan yang berorientasi kecintaan
terhadap Al Quran sejak dini.
Ahmad Syarifuddin dalam bukunya “Mendidik Anak”
mengutip perkataan Ibnu Khaldun dalam Muqaddimahnya, bahwa pendidikan
Al Quran merupakan pondasi seluruh kurikulum pendidikan di dunia Islam,
karena Al Quran merupakan syi’ar agama yang mampu menguatkan akidah
dan mengokohkan keimanan.
Ibnu Sina juga memberikan nasehatnya agar orang tua
memperhatikan pendidikan Al Quran kepada anak. Segenap potensi anak.
baik jasmani maupun akal, hendaknya dicurahkan untuk menerima
pendidikan yang utama ini, agar anak mendapatkan bahasa aslinya dan
agar akidah bisa mengalir dan tertanam pada kalbunya.
Dengan menanamkan kecintaan anak terhadap Al Quran
sejak dini, maka kecintaan itu akan bersemi pada masa dewasanya kelak,
dan mengalahkan kecintaan anak terhadap hal lain, karena masa
kanak-kanak itulah masa pembentukan watak utama.
Pepatah Arab mengatakan : “Datang kepadaku
mencintainya sebelum aku mengenal cinta, Maka cinta itu bertemu secara
kebetulan pada jiwa yang kosong, lalu kemudian cinta pun bersemi. ”
Selanjutnya, seperti sudah kami sampaikan bahwa anak
itu ibaratnya bagai lembaran kertas yang masih polos dan putih. Bila
sejak dini ditanamkan kecintaan terhadap Al Quran, maka benih-benih
kecintaan itu akan membekas pada jiwanya dan kelak akan berpengaruh
pada perilakunya seharihari. Berbeda dengan kecintaan yang ditanamkan
secara terlambat di masa dewasa.
Satu contoh adalah beliau Prof. Dr. M.Quraish
Shihab. Beliau sebagai seorang pakar tafsir di Indonesia. Kecintaannya
terhadap studi Al Quran tersem