Thursday, May 16, 2013

DI MANAKAH ALLAH



Di antara 'Aqidah dasar Muslim, adalah Allah bertahta, di Langit, di atas 'Arsy.
Ini disebutkan dengan jelas, di aneka nash, dalil Al Quran dan As Sunnah (Hadits). 
Namun, tentu saja, kekuasaan dan kedekatan Allah dengan seluruh isi alam semesta, ada di mana-mana! MENJANGKAU apa saja! Kapanpun jua!
Laksana dalam jaringan wireless dari Mainframe atau Satelit. Ada Mainframe, pusat dari segalanya, namun jaringannya menjangkau, dan ada, di mana-mana!
Meliputi seluruh alam semesta!
Dan adalah salah, jika mengatakan bahwa Allah ada di dalam kita
Atau kita di dalam Allah.
Atau bahkan Allah dan kita adalah satu (ini adalah yang biasanya disebuut sebagai paham Wahdatul Wujud dan/atau Ittihadiyah yang biasanya adalah dengungan kaum Sufi yang berlebihan).
Ini adalah 'aqidah yang ditolak 'ulama Ahlus Sunnah wal Jama'ah. 
Bacalah ini antara lain: 
====================================
Alhamdulillah wa shalaatu wa salaamu ‘ala Rasulillah wa ‘ala aalihi wa shohbihi ajma’in. Para pengunjung Rumaysho.com yang semoga senantiasa mendapat penjagaan Allah Ta’ala. 
Pada kesempatan kali ini kita akan melanjutkan kembali pembuktian mengenai aqidah Allah berada di atas langit, di atas seluruh makhluk-Nya.
Yang kita utarakan nanti adalah perkataan empat imam madzhab mengenai ideologi tersebut. 
Kita dapat saksikan bahwa empat imam madzhab sepakat dalam hal ini.
Semoga Allah senantiasa memberi taufik.
Imam Hanafi
Sikap Keras Abu Hanifah[1] Terhadap Orang Yang Tidak Tahu Di Manakah Allah
Imam Abu Hanifah mengatakan dalam Fiqhul Akbar:
من انكر ان الله تعالى في السماء فقد كفر
“Barangsiapa yang mengingkari keberadaan Allah di atas langit, maka ia kafir.”[2]
Dari Abu Muthi’ Al Hakam bin Abdillah Al Balkhiy -pemilik kitab Al Fiqhul Akbar-[3], beliau berkata:
سألت أبا حنيفة عمن يقول لا أعرف ربي في السماء أو في الأرض فقال قد كفر لأن الله تعالى يقول الرحمن على العرش استوى وعرشه فوق سمواته فقلت إنه يقول أقول على العرش استوى ولكن قال لا يدري العرش في السماء أو في الأرض قال إذا أنكر أنه في السماء فقد كفر رواها صاحب الفاروق بإسناد عن أبي بكر بن نصير بن يحيى عن الحكم
Aku bertanya pada Abu Hanifah mengenai perkataan seseorang yang menyatakan, “Aku tidak mengetahui di manakah Rabbku, di langit ataukah di bumi?” Imam Abu Hanifah lantas mengatakan, “Orang tersebut telah kafir karena Allah Ta’ala sendiri berfirman:
الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى
“Allah menetap tinggi di atas ‘Arsy”.[4] Dan ‘Arsy-Nya berada di atas langit.” Orang tersebut mengatakan lagi, “Aku berkata bahwa Allah memang menetap di atas ‘Arsy.” Akan tetapi orang ini tidak mengetahui di manakah ‘Arsy, di langit ataukah di bumi. Abu Hanifah lantas mengatakan, “Jika orang tersebut mengingkari Allah di atas langit, maka dia kafir.”[5]
Imam Maliki
Imam Malik bin Anas[6], Imam Darul Hijroh Meyakini Allah di Atas Langit
Dari Abdullah bin Ahmad bin Hambal ketika membantah paham Jahmiyah, ia mengatakan bahwa Imam Ahmad mengatakan dari Syraih bin An Nu’man, dari Abdullah bin Nafi’, ia berkata bahwa Imam Malik bin Anas mengatakan:
الله في السماء وعلمه في كل مكان لا يخلو منه شيء
“Allah berada di atas langit. Sedangkan ilmu-Nya berada di mana-mana, segala sesuatu tidaklah lepas dari ilmu-Nya.”[7]
Diriwayatkan dari Yahya bin Yahya At Taimi, Ja’far bin ‘Abdillah, dan sekelompok ulama lainnya, mereka berkata:
جاء رجل إلى مالك فقال يا أبا عبد الله الرحمن على العرش استوى كيف استوى قال فما رأيت مالكا وجد من شيء كموجدته من مقالته وعلاه الرحضاء يعني العرق وأطرق القوم فسري عن مالك وقال الكيف غير معقول والإستواء منه غير مجهول والإيمان به واجب والسؤال عنه بدعة وإني أخاف أن تكون ضالا وأمر به فأخرج
“Suatu saat ada yang mendatangi Imam Malik, ia berkata: “Wahai Abu ‘Abdillah (Imam Malik), Allah Ta’ala berfirman:
الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى
“Allah menetap tinggi di atas ‘Arsy”[8]. Lalu bagaimana Allah beristiwa’ (menetap tinggi)?” Dikatakan, “Aku tidak pernah melihat Imam Malik melakukan sesuatu (artinya beliau marah) sebagaimana yang ditemui pada orang tersebut. Urat beliau pun naik dan orang tersebut pun terdiam.” Kecemasan beliau pun pudar, lalu beliau berkata:
الكَيْفُ غَيْرُ مَعْقُوْلٍ وَالإِسْتِوَاءُ مِنْهُ غَيْرُ مَجْهُوْلٍ وَالإِيْمَانُ بِهِ وَاجِبٌ وَالسُّؤَالُ عَنْهُ بِدْعَةٌ وَإِنِّي أَخَافُ أَنْ تَكُوْنَ ضَالاًّ
“Hakekat dari istiwa’ tidak mungkin digambarkan, namun istiwa’ Allah diketahui maknanya. Beriman terhadap sifat istiwa’ adalah suatu kewajiban. Bertanya mengenai (hakekat) istiwa’ adalah bid’ah. Aku khawatir engkau termasuk orang sesat.” Kemudian orang tersebut diperintah untuk keluar.[9]
Inilah perkataan yang shahih dari Imam Malik. Perkataan beliau sama dengan robi’ah yang pernah kami sebutkan. Itulah keyakinan Ahlus Sunnah.
Imam Syafi'i
Imam Asy Syafi’i[10] -yang menjadi rujukan mayoritas kaum muslimin di Indonesia dalam masalah fiqih- meyakini Allah berada di atas langit
Syaikhul Islam berkata bahwa telah mengabarkan kepada kami Abu Ya’la Al Kholil bin Abdullah Al Hafizh, beliau berkata bahwa telah memberitahukan kepada kami Abul Qosim bin ‘Alqomah Al Abhariy, beliau berkata bahwa Abdurrahman bin Abi Hatim Ar Roziyah telah memberitahukan pada kami, dari Abu Syu’aib dan Abu Tsaur, dari Abu Abdillah Muhammad bin Idris Asy Syafi’i (yang terkenal dengan Imam Syafi’i), beliau berkata:
القول في السنة التي أنا عليها ورأيت اصحابنا عليها اصحاب الحديث الذين رأيتهم فأخذت عنهم مثل سفيان ومالك وغيرهما الإقرار بشهادة ان لااله الا الله وان محمدا رسول الله وذكر شيئا ثم قال وان الله على عرشه في سمائه يقرب من خلقه كيف شاء وان الله تعالى ينزل الى السماء الدنيا كيف شاء وذكر سائر الاعتقاد
“Perkataan dalam As Sunnah yang aku dan pengikutku serta pakar hadits meyakininya, juga hal ini diyakini oleh Sufyan, Malik dan selainnya : “Kami mengakui bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah dengan benar kecuali Allah. Kami pun mengakui bahwa Muhammad adalah utusan Allah.” 
Lalu Imam Asy Syafi’i mengatakan, “Sesungguhnya Allah berada di atas ‘Arsy-Nya yang berada di atas langit-Nya, namun walaupun begitu Allah pun dekat dengan makhluk-Nya sesuai yang Dia kehendaki. Allah Ta’ala turun ke langit dunia sesuai dengan kehendak-Nya.” 
Kemudian beliau rahimahullah menyebutkan beberapa keyakinan (i’tiqod) lainnya.[11]
Imam Hanbali
Imam Ahmad bin Hambal[12] Meyakini Allah bukan Di Mana-mana, namun di atas ‘Arsy-Nya
Adz Dzahabiy rahimahullah mengatakan, “Pembahasan dari Imam Ahmad mengenai ketinggian Allah di atas seluruh makhluk-Nya amatlah banyak. Karena beliaulah pembela sunnah, sabar menghadapi cobaan, semoga beliau disaksikan sebagai ahli surga. 
Imam Ahmad mengatakan kafirnya orang yang mengatakan Al Qur’an itu makhluk, sebagaimana telah mutawatir dari beliau mengenai hal ini. Beliau pun menetapkan adanya sifat ru’yah (Allah itu akan dilihat di akhirat kelak) dan sifat Al ‘Uluw (ketinggian di atas seluruh makhluk-Nya).”[13]
Imam Ahmad bin Hambal pernah ditanya:
ما معنى قوله وهو معكم أينما كنتم و ما يكون من نجوى ثلاثه الا هو رابعهم قال علمه عالم الغيب والشهاده علمه محيط بكل شيء شاهد علام الغيوب يعلم الغيب ربنا على العرش بلا حد ولا صفه وسع كرسيه السموات والأرض
“Apa makna firman Allah,
وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَا كُنْتُمْ
“Dan Allah bersama kamu di mana saja kamu berada.”[14]
مَا يَكُونُ مِنْ نَجْوَى ثَلَاثَةٍ إِلَّا هُوَ رَابِعُهُمْ
“Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah keempatnya.”[15]
Yang dimaksud dengan kebersamaan tersebut adalah ilmu Allah. Allah mengetahui yang ghoib dan yang nampak. Ilmu Allah meliputi segala sesuatu yang nampak dan yang tersembunyi. 
Namun Rabb kita tetap menetap tinggi di atas ‘Arsy, tanpa dibatasi dengan ruang, tanpa dibatasi dengan bentuk. Kursi-Nya meliputi langit dan bumi. Kursi-Nya pun meliputi langit dan bumi.”
Diriwayatkan dari Yusuf bin Musa Al Ghadadiy, beliau berkata:
قيل لأبي عبد الله احمد بن حنبل الله عز و جل فوق السمآء السابعة على عرشه بائن من خلقه وقدرته وعلمه بكل مكان قال نعم على العرش و لايخلو منه مكان
Imam Ahmad bin Hambal pernah ditanyakan, “Apakah Allah ‘azza wa jalla berada di atas langit ketujuh, di atas ‘Arsy-Nya, terpisah dari makhluk-Nya, sedangkan kemampuan dan ilmu-Nya di setiap tempat (di mana-mana)?” Imam Ahmad pun menjawab, “Betul sekali. Allah berada di atas ‘Arsy-Nya, setiap tempat tidaklah lepas dari ilmu-Nya.”[16]
Abu Bakr Al Atsrom mengatakan bahwa Muhammad bin Ibrahim Al Qoisi mengabarkan padanya, ia berkata bahwa Imam Ahmad bin Hambal menceritakan dari Ibnul Mubarok ketika ada yang bertanya padanya:
كيف نعرف ربنا
“Bagaimana kami bisa mengetahui Rabb kami?” Ibnul Mubarok menjawab:
في السماء السابعة على عرشه
“Allah di atas langit yang tujuh, di atas ‘Arsy-Nya.” Imam Ahmad lantas mengatakan:
هكذا هو عندنا
“Begitu juga keyakinan kami.”[17]
Tidak Perlu Disangsikan Lagi
Itulah perkataan empat Imam Madzhab yang jelas-jelas perkataan mereka meyakini bahwa Allah berada di atas langit, di atas seluruh makhluk-Nya. Bahkan sebenarnya ini adalah ijma’ yaitu kesepakatan atau konsensus seluruh ulama Ahlus Sunnah. 
Lantas mengapa aqidah ini perlu diragukan oleh orang yang jauh dari kebenaran?
Ini bukti ijma’ ulama yang dibawakan oleh Ishaq bin Rohuwyah:
قال أبو بكر الخلال أنبأنا المروذي حدثنا محمد بن الصباح النيسابوري حدثنا أبو داود الخفاف سليمان بن داود قال قال إسحاق بن راهويه قال الله تعالى الرحمن على العرش استوى إجماع أهل العلم أنه فوق العرش استوى ويعلم كل شيء في أسفل الأرض السابعة
“Abu Bakr Al Khollal mengatakan, telah mengabarkan kepada kami Al Maruzi. Beliau katakan, telah mengabarkan pada kami Muhammad bin Shobah An Naisaburi. Beliau katakan, telah mengabarkan pada kami Abu Daud Al Khonaf Sulaiman bin Daud. Beliau katakana, Ishaq bin Rohuwyah berkata, “Allah Ta’ala berfirman:
الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى
“Allah menetap tinggi di atas ‘Arsy”[18]. Para ulama sepakat (berijma’) bahwa Allah berada di atas ‘Arsy dan beristiwa’ (menetap tinggi) di atas-Nya. Namun Allah Maha Mengetahui segala sesuatu yang terjadi di bawah-Nya, sampai di bawah lapis bumi yang ketujuh.[19]
Adz Dzahabi rahimahullah ketika membawakan perkataan Ishaq di atas, beliau rahimahullah mengatakan:
اسمع ويحك إلى هذا الإمام كيف نقل الإجماع على هذه المسألة كما نقله في زمانه قتيبة المذكور
“Dengarkanlah perkataan Imam yang satu ini. Lihatlah bagaimana beliau menukil adanya ijma’ (kesepakatan ulama) mengenai masalah ini. Sebagaimana pula ijma’ ini dinukil oleh Qutaibah di masanya.”[20]
Diselesaikan di Pangukan, Sleman, 12 Rabi’ul Akhir 1431 H (27/03/2010)
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal (Abu Rumaysho Al mbony)
________________________________________
[1] Imam Abu Hanifah hidup pada tahun 80-150 H.
[2] Lihat Itsbatu Shifatul ‘Uluw, Ibnu Qudamah Al Maqdisi, hal. 116-117, Darus Salafiyah, Kuwait, cetakan pertama, 1406 H. Lihat pula Mukhtashor Al ‘Uluw, Adz Dzahabiy, Tahqiq: Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani, hal. 137, Al Maktab Al Islamiy.
[3] Syaikh Al Albani rahimahullah memberikan pelajaran cukup berharga dalam Mukhtashor Al ‘Uluw, perkataan Adz Dzahabi di sini menandakan bahwa kitab Fiqhul Akbar bukanlah milik Imam Abu Hanifah, dan ini berbeda dengan berbagai anggapan yang telah masyhur di kalangan Hanafiyah. (Lihat Mukhtashor Al ‘Uluw, hal. 136)
[4] QS. Thaha: 5.
[5] Lihat Al ‘Uluw lil ‘Aliyyil Ghofar, Adz Dzahabi, hal. 135-136, Maktab Adhwaus Salaf, Riyadh, cetakan pertama, 1995.
[6] Imam Malik hidup pada tahun 93-179 H.
[7] Lihat Al ‘Uluw lil ‘Aliyyil Ghoffar, hal. 138.
[8] QS. Thaha: 5.
[9] Lihat Al ‘Uluw lil ‘Aliyyil Ghofar, hal. 378.
[10] Imam Asy Syafi’I hidup pada tahun 150-204 H.
[11] Lihat Itsbatu Shifatul ‘Uluw, hal. 123-124. Disebutkan pula dalam Al ‘Uluw lil ‘Aliyyil Ghofar, hal.165
[12] Imam Ahmad bin Hambal hidup pada tahun 164-241 H.
[13] Al ‘Uluw lil ‘Aliyyil Ghofar, hal. 176. Lihat pula Mukhtashor Al ‘Uluw, hal. 189.[14] QS. Al Hadiid: 4
[15] QS. Al Mujadilah: 7
[16] Lihat Itsbat Sifatil ‘Uluw, hal. 116
[17] Lihat Itsbat Sifatil ‘Uluw, hal. 118
[18] QS. Thaha: 5.
[19] Lihat Al ‘Uluw lil ‘Aliyyil Ghofar, hal. 179. Lihat Mukhtashor Al ‘Uluw, hal. 194.[20] Idem
------------------------------------------------------------------
MAKA SIFAT-SIFAT ALLAH MENURUT AHLUS SUNNAH WAL JAMA'AH
1. Sifat Tsubutiyyah: segala sifat yang ditetapkan Allah bagi Dirinya di dalam Al Quran atau sabda Rosululloh sholollohu ‘alaihi wasallam:
Dzaatiyyah: Hayaah (hidup)
  • Kalam (berbicara)
  • ‘Ilmu (mengetahui)
  • Qudrah (berkuasa)
  • Iradah (keinginan)
  • Sami’ (mendengar)
  • Bashar (penglihatan)
  • Izzah (kemuliaan, keperkasaan)
  • Hikmah (kebijaksanaan)
  • ‘Uluw (ketinggian di atas makhluk)
  • ‘Azhamah (keagungan) dan sifat Khabariyyah seperti adanya wajah, yadan (dua tangan) dan ‘ainan (dua mata).
Fi’iliyyah: terkait dengan kehendak Allah seperti Istiwa’ (bersemayam) di atas ‘Arsy dan Nuzul (turun) ke langit terendah, datang pada Hari Kiamat, dsb. 
2. Sifat Salbiyyah
segala sifat yang dinafikan (ditolak)Allah bagi Dirinya yang diketahui melalui Al Quran atau sabda Rosululloh sholollohu ‘alaihi wasallam:
Sifat kekurangan dan tercela semisal:
  • Maut (mati)
  • Naum (tidur)
  • Jahl (bodoh)
  • Nisyan (kelupaan)
  • ‘Ajz (kelemahan, ketidakmampuan)
  • Ta’ab (kecapaian, kelelahan), dsb.
DAN ADALAH PRINSIP DARI AHLUS SUNNAH WAL JAMA'AH untuk MENGAMBIL APA-APA YANG DITERANGKAN SECARA lahiriyah DARI al Quran dan as Sunnah sebagai prinsip dasar ahlus sunnah. Berpegang teguh kepada Al Quran dan As Sunnah, dengan dasar:
QS Al Ahzaab ayat 36
QS An Nisaa ayat 65
QS An Nisaa’ ayat 59
DAN adalah hak, Sunnah dari Nabi untuk menafsirkan al quran DALAM MENGURAIKAN, MENERANGKAN, DAN MENJELASKAN NAMA DAN SIFAT ALLAH
Dasar:
QS An Nisaa’ ayat 113
QS Al Baqarah ayat 129
QS AN Nahl ayat 44
QS An Nahl ayat 64
QS Al Hasyir ayat 7
QS An Najm ayat 3-4
“Ketahuilah, sesungguhnya aku diberikan Al Kitab (Al Quran) dan yang sepertinya (As Sunnah) bersam anya.” (HR Abu Dawud no 4604, Ahmad IV/131 dan Al Ajurri dalam Kitab Asy Syari I’ah dari Al Miqdam bin Ma’di Karib R A)
DAN DALAM HAL INI, JUGA DITERANGKAN SENDIRI OLEH ROSULULLOH SHOLLOLLOHU 'ALAIHI WASALLAM, ADALAH sifat al ‘Uluw (ketinggian) bagi allah DI LANGIT!
Dasar:
QS Al Mulk ayat 16
QS Al Nahl ayat 50
QS Al A’laa ayat 1
QS Faathir ayat 10
Hadits-hadits
QS An Najm ayat 3-4
‘ARSY (singgasana allah) 
Dasar:
QS Al Mu’minuun 116
QS Al Buruuj 15
QS Al Baqarah 255 (ayatul Kursy)
QS Faathir ayat 10
Hadits-hadits
NAMUN ALLAH JUGA SELALU BERSAMA MAKHLUKNYA (MA'IYYAH), DI MANAPUN, KAPANPUN, DENGAN dasar:
QS Al Mujaadilah 7
Yang KHUSUS: QS An Nahl 128
Yang UMUM: QS Al Hadiid 4, QS AL Baqarah 186
Hadits-hadits
DAN AHLUS SUNNAH WAL JAMA'AH MENOLAK WAHDATUL WUJUD DAN/ATAU ITTIHADIYAH (KEPERCAYAAN BAHWA ALLAH DAN MAKHLUKNYA ADALAH SATU)
Dasar:
QS Faathir 15
QS Al Ikhlaas 2
Hadits-hadits
Sedikit penjelasan tambahan:
Di Abad Pertengahan, ada Filsuf Kristen bernama Plotinus dan Santo Augustinus. 
Tujuan utama dari aliran Filsafat a la Plotinus dan Santo Augustinus ini adalah untuk dapat bersatu-padu dengan Tuhan, antara lain melalui penginderaan tentang alam, menuju jiwa Ilahiah.
Maka patut pula dicatat, bahwa paham agar dapat bersatu (bahkan secara fisik) dengan Sang Pencipta itu, cukup serupa dengan paham Wahdatul Wujud dan Ittihadiyah, sebuah aliran sesat dalam Islam, terutama diajarkan seseorang yang bernama Al Hallaj, menjadi salah satu kutub ekstrem dari Tashawwuf atau Shufi, yang paham ini memang muncul setelah masa Filsafat Plotinus, antara lain setelah kaum Muslim di masa Kekholifahan Baghdad mulai menterjemahkan berbagai buku Agama dan Filsafat dari Yunani, Eropa (KRISTEN), Hindu, Buddha, Persia, dan lain-lain!
Hal ini kiranya tak mengherankan, karena saat menjelang Kekholifahan Islam Timur Abbasiyah di Baghdad di sekitar Abad Pertengahan itu ’jaya’, dimulailah pendalaman aneka ilmu-pengetahuan, termasuk di antaranya adalah penerjemahan aneka Filsafat ke dalam khazanah pengetahuan masyarakat Islam Baghdad itu, yang sedikit-banyak, dapat mempengaruhi akidah Islamiyyahnya, termasuk dalam khazanah kehidupan golongan Tashawwuf (yang sektenya ada yang mempercayai ini), yang mencoba melakukan ’pembaharuan’ Islam versi mereka.
Bukan tak mungkin, pemahaman Wahdatul Wujud, Ittihadiyah ini, dipengaruhi Filsafat Plotinus, atau apapun pemikiran, akidah dari berbagai pihak, sebelumnya. 
DAN DI JAWA, AJARAN INI DIAJARKAN OLEH SYAIKH SITI JENAR, (atau nama lainnya adalah Syaikh atau Kyai Lemah Abang) antara lain menjadi motto "Manunggaling Kawulo lan Gusti (bersatunya hamba dengan tuannya)".
TURUNNYA ALLAH SETIAP MALAM DAN DI WAKTU2 TERTENTU (AN NUZUL) MENDEKAT KE BUMI: 
Dasar:
Aneka Hadits. Misalnya:
“Rabb kita Tabaraka wa Ta’aala, turun setiap malam ke langit dunia ketika tinggal sepertiga malam yang akhir seraya menyeru, “Siapa yang berdoa kepadaKu , maka Aku mengabulkan doanya, siapa yang meminta kepadaKu, maka Aku memberinya, dan siapa yang memohon ampunan kepadaKu, maka Aku mengampuninya.”
(HR Bukhori no 7494, Muslim no 758 (168), at Tirmidzi no 3498, Abu Dawud no 1315, 4733, dan Ibnu Abi ‘Ashim dalam As Sunnah no 492 dan Ibnu Khuzaimah dalam kitab At Tauhiid I/280)
SERTA RU’YATULLOH (MELIHAT ALLAH SAAT KIAMAT)
Dasar:
QS Al Qiyamah 22-23
QS Yunus 26
Aneka Hadits.Misalnya:
“Sesungguhnya kalian akan melihat Robb kalian, sebagaimana kalian melihat Bulan pada malam Bulan Purnama, kalian tidak terhalang (tidak berdesak-desakan) ketika melihatnya. Dan jika kalian sanggup untuk tidak dikalahkan (oelh Syaithan) untuk melakukan Sholat sebelum Matahari terbit (sholat Subuh) dan sebelum terbenamnya (sholat Ashar) maka lakukanlah.” 
(HR Bukhori no 554, Muslim no 633 (211) dari Sahabt Jarir bin ‘Abdillah RA.)
RU’YATULLOH (MELIHAT ALLAH SAAT KIAMAT)
Dalam kehidupan dunia, tidak ada seorang pun dapat melihat Allah, tidak juga para Nabi.
Dasar:
QS Al An’aam 103
QS Al A’raaf 143
Aneka Hadits. Misalnya:
“Ketahuilah bahwa tidak ada seorang pun dari kalian yang akan melihat Robbnya hingg aia meninggal dunia. HR Muslim no 2930 (95) dari Sahabt ‘Abdullah bin ‘Umar RA.“Barangsiapa menyangka bahwasanya Muhammad (sholollohu ‘alaihi wasallam) melihat Robbnya, maka iorang itu telah melakukan kebohongan yang besar atas nama Allah.” 
(HR Muslim no 177 (287) dari ‘Aisyah binti Abu Bakar Ash-Shiddiq RA.)
RU’YATULLOH (MELIHAT ALLAH SAAT KIAMAT)
Orang Kafir tidak akan pernah melihat Allah. Dasar:QS Al Muthaffifiin 15

PEMBELAJARAN IPA DI LUAR KELAS

IPA merupakan salah satu Mata Pelajaran yang mempunyai ruang lingkup sangat luas. Di dalam IPA dipelajari tentang sesuatu yang berhubungan ...