Seorang kawan mengaku sulit melepaskan kebiasaan memikirkan apa saja yang harus ia sampaikan dalam rapat dengan atasan. Satu jam sudah berlalu dan ia baru menulis satu paragraf laporan. Begitu banyak hal yang ingin ia laporkan, hingga ia kebingungan harus memulainya dari mana. Kawan ini berkata, ia kerap dirundung ketegangan setiap kali harus menulis laporan.
Ia merasa kesulitan melepaskan diri dari kebiasaan lama: menganggap semua hal penting dan ingin menuangkan semuanya ke dalam laporan. Ia takut ada yang terlewat. Akibatnya, ia sering menunda menulis laporan karena sibuk menghimpun bahan-bahan terlebih dulu. Sebanyak-banyaknya.
Mengubah kebiasaan seperti itu boleh dibilang gampang-gampang susah, tak ubahnya menghentikan kebiasaan merokok atau kebiasaan menghabiskan waktu malam hari dengan duduk di depan televisi. “Saya ingin menghentikan kebiasaan ini, tapi bagaimana caranya?” pertanyaan seperti ini kerap muncul.
Studi mengenai “thought suppression” memperlihatkan bahwa upaya “menolak atau menegasi sesuatu” justru membuat “sesuatu” itu lebih aktif menari-nari dalam benak kita. Ketika kita berpikir hendak menghentikan kebiasaan merokok, kita justru ingin merokok. Menurut studi ini pula, hal serupa terjadi pada perilaku. Upaya untuk tidak melakukan kebiasaan buruk seringkali justru menguatkan kebiasaan buruk itu.
Mengapa begitu? Karena kita fokus pada apa yang tidak ingin kita kerjakan: kita tidak ingin merokok lagi, kita tidak ingin menonton tivi lagi, kita tidak ingin berlarut-larut membuat laporan, dst. Agar keinginan positif kita yang efektif, para ahli menyarankan agar kita fokus pada apa yang ingin kita kerjakan, bukan pada apa yang tidak ingin kita lakukan.
Maksudnya ialah pikirkan apa yang ingin Anda kerjakan dan carilah aktivitas pengganti setiap kali keinginan untuk melakukan kebiasaan buruk tersebut datang. Misalnya, tatkala Anda merasa mulai marah, segera tariklah napas dalam-dalam sebanyak tiga kali. Aktivitas ini dapat menurunkan ketegangan Anda. Tatkala keinginan minum kopi muncul dan Anda berjuang untuk menghalau keinginan itu, janganlah hanya berpikir, tapi segeralah minum air putih. Jangan menundanya!
Daripada menghabiskan waktu beberapa jam di depan tivi, cobalah Anda memanfaatkan waktu dengan membaca buku atau menulis. Begitu keinginan menonton tivi datang, segera ambil buku paling menarik dan bacalah. Bila Anda berusaha untuk berhenti menonton tivi tapi tidak mempunyai alternatif kegiatan, mungkin akan terasa lebih sukar. “Kalau nggak nonton tivi, terus ngapain ya?”
Mengayunkan langkah pertama barangkali terasa berat, karena itu disarankan untuk menggunakan “kekuatan keinginan” dengan membayangkan hal-hal positif yang bisa diperoleh bila kita beralih kepada kebiasaan baru. Caranya dengan membuat sasaran yang realistis dan biarkan “kekuatan penarik” dari sasaran itu bekerja untuk kita.
Kekuatan keinginan dapat muncul tatkala kita membayangkan manfaat dari membaca buku. Kita dapat memilih tema buku yang kita sukai. Berinteraksi dengan televisi, kita hanya bisa menonton apa yang sudah dipilihkan oleh pengelola stasiunnya.
Dengan membayangkan bahwa begitu laporan selesai kita bisa beristirahat sejenak untuk menonton film atau makan enak di sebuah restoran, mungkin kita terdorong untuk membuat laporan lebih cepat. Kita perlu membayangkan hal-hal yang positif dan menyenangkan, bukan membayangkan atasan yang marah bila laporan tidak selesai. Kita bisa mencari alternatif dalam membuat laporan dengan memulainya dari membuat kerangka laporan (outline) sebagai panduan. Bila kemudian terasa ada yang kurang setelah kita membacanya, kita bisa menambahkan dan memperbaiki. Tak perlu cemas.
Jadi, tetapkan sasaran yang realistis, bayangkan hal-hal positif bila sasaran itu dapat tercapai, dan biarkan ‘kekuatan penarik’ dari sasaran itu bekerja. Fokuslah pada apa yang ingin Anda kerjakan, bukan pada yang tidak ingin Anda lakukan. Moga-moga kebiasaan buruk kita segera berlalu.