Tulisan penyerangan LP Cebongan Sleman Yogyakarta di facebook oleh Idjon Djanbi mengundang banyak tanggapan dari berbagai pihak.
Tulisan itu ramai diperbincangkan sejak Jumat (29/3). Judulnya ‘PELAKU PENYERANGAN LP SLEMAN ADALAH APARAT KEPOLISIAN’.
Tidak diketahui siapa penulis itu. Idjon baru aktif membuka akun itu sejak 23 Maret 2013. Tulisan itu memang tidak bisa dipertanggungjawabkan. Selain sang penulis tak jelas, isinya juga menyudutkan sejumlah lembaga dan pihak terkait.
Idjon dalam tulisan kronologi versi dia, menguraikan sosok 4 tersangka Yohanis Juan Manbait alias Juan, Benyamin Sahetapy alias Decky, Adrianus Chandra Galaja alias Dedy, dan Yermiyanto Rohi Riwu alias Adi, yang ditembak mati kelompok bersenjata di LP Sleman.
Dalam tulisan itu disebutkan kiprah 4 orang itu di sebuah ormas yang aktif di Yogyakarta. Disebut juga catatan kriminal yang pernah dilakukan para tersangka kasus pembunuhan Serka Santoso di Hugos Cafe pada pertengahan Maret lalu.
Tulisan itu juga dengan panjang lebar mengurai detik-detik insiden keributan di Hugos Cafe, ada juga disebutkan pihak-pihak terkait yang di luar 4 nama itu yang ikut terlibat.
Idjon juga mengurai dan mempertanyakan proses pemindahan tahanan dari Polda DIY ke LP Sleman. Sejumlah hal lain juga disinggungnya antara lain keanehan, bagaimana kelompok bersenjata itu begitu menguasai medan LP Sleman, tahu ruang CCTV dan sistem penguncian. Idjon menduga ada pihak lain yang terlibat dan sengaja untuk menyudutkan pihak tertentu.
Siapakah Idjon Djanbi?
Dia adalah seorang tentara Belanda sejati. Nama lengkapnya adalah Rokus Bernardus Visser alias Idjon Djanbi. Dia jatuh hati pada Indonesia.
Saking cintanya, dia memilih menjadi warga sipil di Indonesia dan meminta isteri dan anak-anaknya menyusul ke Indonesia.
Sayangnya permintaan itu ditolak. Sang isteri (warga negara Inggris) dan keempat anaknya memilih tinggal di Eropa, apalagi kondisi di Indonesia saat itu tidak kondusif. Visser pun akhirnya memilih bercerai dan berpisah dengan keluarganya dan memutuskan menetap di Indonesia.
Keputusan Visser sebetulnya sangat berisiko karena walaupun dia bukan termasuk pasukan baret hijau Belanda yang dikenal sangat kejam (Visser sendiri berbaret merah), tapi tidak ada yang bisa meramalkan bagaimana keamanan seorang mantan perwira penjajah di negara jajahannya yang baru saja merdeka.
Namun, Visser yang saat itu berpangkat Kapten tidak terlalu khawatir dengan masa depannya. Ia justru makin mantap tinggal di Indonesia.
Ia pun pindah ke Bandung, bertani bunga di Pacet, Lembang, memeluk agama Islam dan menikahi kekasihnya, seorang perempuan Sunda.
Dari pernikahan itu ia secara resmi mengubah namanya menjadi Mochammad Idjon Djanbi. Nama inilah yang dikemudian hari banyak memberikan kontribusi pada Tentara Nasional Indonesia.
Pengalamannya sebagai anggota pasukan komando pada Perang Dunia II telah menarik perhatian Kolonel A.E. Kawilarang untuk membantu merintis pasukan komando.
Idjon Djanbi kemudian aktif di TNI dengan pangkat Mayor. Idjon segera melatih kader perwira dan bintara untuk menyusun pasukan.
Kemudian pada tanggal 16 April 1952 dibentuklah pasukan istimewa tadi dengan nama Kesatuan Komando Teritorium Tentara III/Siliwangi (Kesko TT. III/Siliwangi) dengan Mayor Infanteri Mochammad Idjon Djanbi sebagai komandannya.