Kehidupan Manusia Purba Masa perundagian- Zaman perundagian adalah zaman
di mana manusia sudah mengenal pengolahan logam. Hasil-hasil kebudayaan
yang dihasilkan terbuat dari bahan logam. Adanya penggunaan logam,
tidaklah berarti hilangnya penggunaan barang-barang dari batu. Pada masa
perundagian, manusia masih juga menggunakan barang-barang yang berasal
dari batu. Penggunaan bahan dari logam tidak begitu tersebar luas
sebagaimana halnya bahan dari batu. Persediaan logam sangat terbatas.
Hanya orang-orang tertentu yang memiliki barang-barang dari logam.
Kemungkinan hanya orang-orang yang mampu membeli bahan-bahan tersebut.
Keterbatasan persediaan tersebut memungkinkan barang-barang dari logam
diperjualbelikan. Adanya perdagangan tersebut dapat diperkirakan bahwa
manusia pada zaman perundagian telah mengadakan hubungan dengan luar.
a. Sistem sosial-ekonomi Manusia Purba Masa perundagian
Masyarakat pada masa perundagian diperkirakan sudah mengenal pembagian kerja. Hal ini dapat dilihat dari pengerjaan barang-barang dari logam. Pengerjaan barang-barang dari logam membutuhkan suatu keahlian, tidak semua orang dapat mengerjakan pekerjaan ini. Selain itu, ada orang-orang tertentu yang memiliki benda-benda dari logam. Dengan demikian pada masa perundagian sudah terjadi pelapisan sosial.Bahkan bukan hanya pembuat dan pemilik, tetapi adanya pedagang yang memperjualbelikan logam.
Masyarakat pada masa perundagian diperkirakan sudah mengenal pembagian kerja. Hal ini dapat dilihat dari pengerjaan barang-barang dari logam. Pengerjaan barang-barang dari logam membutuhkan suatu keahlian, tidak semua orang dapat mengerjakan pekerjaan ini. Selain itu, ada orang-orang tertentu yang memiliki benda-benda dari logam. Dengan demikian pada masa perundagian sudah terjadi pelapisan sosial.Bahkan bukan hanya pembuat dan pemilik, tetapi adanya pedagang yang memperjualbelikan logam.
Pada
masa perundagian kehidupan sosialnya sudah mengenal sistem
kemasyarakatan yang sudah teratur. Masyarakat hidup diikat oleh
norma-norma dan nilai. Norma-norma dan nilai-nilai ini diciptakan oleh
mereka sendiri, disepakati dan dijadikan pegangan dalam menjalan
kehidupannya. Sebagaimana layaknya dalam suatu sistem kemasyarakatan,
pada masa ini sudah ada pemimpin dan ada masyarakat yang dipimpin.
Struktur ini dikatakan ada kalau dilihat dari penemuan alat-alat untuk
penguburan. Kuburan-kuburan yang ada terdapat kuburan yang diiringi
dengan berbagai bekal bagi mayat.
Model
kuburan ini diperkirakan hanya untuk para pemimpin. Sistem mata
pencaharian pada masa perundagian sudah mengalami kemajuan. Keterikatan
terhadap bahan-bahan makanan yang disediakan oleh alam mulai berkurang.
Mereka mampu mengolah sumber-sumber daya yang ada di alam untuk
dijadikan bahan makanan. Cara bertani berhuma sudah mulai berubah
menjadi bertani dengan bersawah. Ada perbedaan dalam cara bertani
berhuma dengan bersawah. Dalam bertani berhuma ada kebiasaan
meninggalkan tempat olahannya, apabila tanahnya sudah tidak subur, jadi
hidup mereka pun tidak menetap secara permanen. Sedangkan dalam bertani
bersawah tidak lagi berpindah, mereka tinggal secara permanen. Hal ini
dikarenakan pengolahan tanah pertanian sudah menggunakan pupuk yang
membantu kesuburan tanah. Dengan demikian masyarakat tidak akan
meninggalkan lahan garapannya. Bukti adanya kehidupan bersawah yaitu
dengan ditemukannya alat-alat pertanian dari logam, seperti bajak,
pisau, dan alat-alat yang lainnya.
b. Benda-benda yang dihasilkan Manusia Purba Masa perundagian
Benda-benda
yang dihasilkan pada zaman perundagian mengalami kemajuan dalam hal
teknik pembuatan. Teknik pembuatan barang dari logam yang utama adalah
melebur, yang kemudian dicetak sesuai dengan bentuk yang diinginkan. Ada
dua teknik pencetakan logam yaitu bivolve dan a cire perdue. Teknik
bivolve dilakukan dengan cara menggunakan cetakan-cetakan batu yang
dapat dipergunakan berulang kali. Cetakan terdiri dari dua bagian
(kadang-kadang lebih, khususnya untuk benda-benda besar) diikat. Kedalam
rongga cetakan itu dituangkan perunggu cair. Kemudian cetakan itu
dibuka setelah logamnya mengering.
Teknik a cire perdue dikenal
pula dengan istilah cetak lilin. Cara yang dilakukan yaitu dengan
membuat cetakan model benda dari lilin. Cetakan tersebut kemudian
dibungkus dengan tanah liat. Setelah itu tanah liat yang berisi lilin
itu dibakar. Lilin akan mencair dan keluar dari lubang yang telah
dibuat. Maka terjadilah benda tanah liat bakar yang berongga. Bentuk
rongga itu sama dengan bentuk lilin yang telah cair. Setelah cairan
logam dingin, cetakan tanah liat dipecah dan terlihatlah cairan logam
yang telah membeku membentuk suatu barang sesuai dengan rongga yang ada
dalam tanah liat. Pada masa perundagian dihasilkan benda-benda yang
terbuat dari perunggu, yaitu sebagai berikut.
1) Bejana Manusia Purba Masa perundagian
Bentuk
bejana perunggu seperti gitar Spanyol tetapi tanpa tangkainya. Pola
hiasan benda ini berupa pola hias anyaman dan huruf L.Bejana ditemukan
di daerah Madura dan Sumatera.
Gambar 4.20 Bejana perunggu dari Madura
2) Nekara Manusia Purba Masa perundagian
Nekara
ialah semacam berumbung dari perunggu yang berpinggang di bagian
tengahnya dan sisi atapnya tertutup. Pada nekara terdapat pola hias yang
beraneka ragam. Pola hias yang dibuat yaitu pola binatang, geometrik,
gambar burung, gambar gajah, gambar ikan laut, gambar kijang, gambar
harimau, dan gambar manusia. Dengan hiasan yang demikian beragam, maka
nekara memiliki nilai seni yang cukup tinggi.
Gambar 4.21 Nekara dari kepulauan Selayar
Gambar 4.22 Moko dari Alor
Beberapa
tempat ditemukannya nekara yaitu Bali, Sumatra, Sumbawa, Roti, Leti,
Selayar, Alor, dan Kepulauan Kei. Di Bali ditemukan nekara yang
bentuknya besar dan masyarakat di sana mempercayai bahwa benda itu jatuh
dari langit.Nekara tersebut disimpan di sebuah pura (kuil) di desa
Intaran daerah Pejeng. Puranya diberi nama Pura Panataran Sasih (bulan).
Di Alor banyak ditemukan nekara dengan bentuk kecil tapi memanjang.
Nekara ini disebut moko. Hiasan-hiasan yang ada pada nekara di
Alor ini bergambar, bentuk hiasannya ada yang merupakan hiasan jaman
Majapahit. Hubungan antarwilayah di Indonesia diperkirakan sudah terjadi
pada masa perundagian dengan ditemukannya nekara. Hal ini dapat dilihat
dari Nekara yang berasal dari Selayar dan Kepulauan Kei dihiasi
gambar-gambar gajah, merak, dan harimau. Sedangkan binatang yang
tercantum pada nekara tersebut tidak ada di di daerah itu. Hal ini
menunjukkan bahwa nekara berasal dari daerah Indonesia bagian barat atau
dari benua Asia.
Hal yang menarik
lagi ditemukannya nekara di Sangean. Nekara yang ditemukan di daerah ini
bergambar orang menunggang kuda beserta pengiringnya yang memakai
pakaian orang Tartar. Dengan adanya gambar tersebut menunjukkan terjadi
hubungan bangsa Indonesia pada saat itu dengan Cina. Jadi, hubungan
antara Indonesia dengan Cina sudah ada sejak zaman perunggu. .
3) Kapak corong Manusia Purba Masa perundagian
Kapak
ini disebut kapak corong karena bagian atasnya berbentuk corong yang
sembirnya belah. Benda ini terbuat dari logam. Ke dalam corong itu
dimasukkan tangkai kayunya yang menyiku pada bidang kapak. Kapak
tersebut disebut juga kapak sepatu, karena hampir mirip dengan sepatu
bentuknya. Ukuran kapak kecil itu beragam, ada yang kecil dan sangat
sederhana, besar memakai hiasan, pendek besar, bulat, dan panjang
sisinya. Ada kapak corong yang satu sisinya disebut candrasa.
Tempat ditemukannya kapak tersebut yaitu di Sumatra Selatan, Bali,
Sulawesi Tengah dan Selatan, pulau Selayar, dan Irian dekat danau
Sentani.
Gambar 4.23 Berbagai macam kapak corong
Kapak
yang beragam bentuknya tersebut, tidak semua digunakan sebagaimana
layaknya kegunaan kapak sebagai alat bantu yang fungsional. Selain itu,
kapak juga digunakan sebagai barang seni dan alat upacara, seperti
candrasa. Di Yogyakarta, ditemukan candrasa yang dekat tangkainya
terdapat hiasan gambar seekor burung terbang sambil memegang candrasa.
Gambar 4.24 Candrasa panjangnya kira-kira satu meter
4) Perhiasan Manusia Purba Masa perundagian
Manusia
pada perundagian sudah memiliki apresiasi yang cukup terhadap seni. Hal
ini dibuktikan ditemukannya berbagai hiasan. Hiasan yang ditemukan
berupa gelang tangan, gelang kaki, cincin, kalung, dan bandul kalung.
Bendabenda tersebut ada yang diberi pola hias dan ada yang tidak. Benda
yang diberi pola hias seperti cincin atau gelang yang diberi pola hias
geometrik. Ditemukan pula cicin yang berfungsi bukan untuk perhiasan,
tetapi sebagai alat tukar. Cincin yang seperti ini ukurannya sangat
kecil bahkan tidak bisa dimasukkan ke dalam jari anak. Tempat-tempat
ditemukannya benda-benda tersebut antara lain Bogor, Malang, dan Bali.
Perhiasan-perhiasan
lainnya yang ditemukan pada masa perundagian yaitu manik-manik. Pada
masa prasejarah manik-manik banyak digunakan untuk upacara, bekal orang
yang meninggal (disimpan dalam kuburan), dan alat tukar. Pada masa
perundagian, bentuk manik-manik mengalami perkembangan.
Pada
zaman prasejarah lebih banyak terbuat dari batu, sedangkan pada masa
ini sudah dibuat dari kulit kerang, batu akik, kaca, dan tanah-tanah
yang dibakar. Manik-manik memiliki bentuk yang beragam, ada yang
berbentuk silindris, bulat, segi enam, oval, dan sebagainya. Di
Indonesia beberapa daerah yang merupakan tempat ditemukannya manik-manik
antara lain Bogor, Sangiran, Pasemah, Gilimanuk, dan Besuki.
Gambar 4.25 Gelang dan cincin dari perunggu ditemukan di Pasemah, Sumatera Selatan
Gambar 4.26 Manik-manik
5) Perunggu Manusia Purba Masa perundagian
Pada
masa perundagian dihasilkan pula arca-arca yang terbuat dari logam
perunggu. Dalam pembuatan arca ini dilakukan pula dengan menuangkan
cairan logam. Patung yang dibuat berbentuk beragam, ada yang berbentuk
manusia dan binatang. Posisi manusia dalam bentuk arca itu ada yang
sedang menari, berdiri, naik kuda dan sedang memegang panah. Arca
binatang itu ada yang berupa arca kerbau yang sedang berbaring, kuda
sedang berdiri, dan kuda dengan pelana. Tempat ditemukan arca-arca
tersebut yaitu di Bangkinang (Provinsi Riau), Lumajang, Palembang, dan
Bogor.
Gambar 4.27 Arca Perunggu dari Bangkinang, Riau – Sumatera
c. Sistem kepercayaan Manusia Purba Masa perundagian
Pada
masa perundagian memiliki sistem kepercayaan yang tidak jauh berbeda
dengan masa sebelumnya. Praktek kepercayaan yang mereka lakukan masih
berupa pemujaan terhadap leluhur. Hal yang membedakannya adalah alat
yang digunakan untuk praktek kepercayaan. Pada masa perundagian,
benda-benda yang digunakan untuk praktek kepercayaan biasanya terbuat
dari bahan perunggu. Sistem kepercayaan yang dilakukan oleh manusia pada
zaman perundagian masih memelihara hubungan dengan orang yang
meninggal. Pada masa ini, praktek penguburan menunjukkan stratifikasi
sosial antara orang yang terpandang dengan rakyat biasa. Kuburan
orang-orang terpandang selalu dibekali dengan barang-barang yang mewah
dan upacara yang dilakukan dengan cara diarak oleh orang banyak.
Sebaliknya, apabila yang meninggal orang biasa, upacaranya sederhana dan
kuburan mereka tanpa dibekali dengan barang-barang mewah.
Upacara
sebagai bentuk ritual kepercayaan mengalami perkembangan. Mereka
melakukan upacara tidak hanya berkaitan dengan leluhur, akan tetapi
berkaitan dengan mata pencaharian hidup yang mereka lakukan. Misalnya
ada upacara khusus yang dilakukan oleh masyarakat pantai khususnya para
nelayan. Upacara yang dilakukan oleh masyarakat pantai ini, yaitu
penyembahan kekuatan yang dianggap sebagai penguasa pantai. Penguasa
inilah yang mereka anggap memberikan kemakmuran kehidupannya. Sedang di
daerah pedalaman atau pertanian ada upacara persembahan kepada kekuatan
yang dianggap sebagai pemberi berkah terhadap hasil pertanian.