Dulu, sewaktu saya masih SMU, saya pernah mengikuti lomba debat SMU se-Jakarta mengenai pernikahan dini. Ketika itu, pernikahan dini mengandung makna sebuah pernikahan yang dilakukan oleh pasangan yang berusia belia, sekitar 18-22 tahun, yang belum berpenghasilan stabil. Tapi kemarin, ketika saya membaca NGIndonesia, pernikahan dini artinya pernikahan yang dilakukan oleh pasangan yang memang benar-benar dini usianya, dimulai dari umur 5 hingga di bawah 18 tahun. Dan fenomena ini bukan saja terjadi di satu negara tapi telah terjadi di beberapa negara berkembang, seperti di Yaman Utara, India, Pakistan atau Bangladesh. Jelas, bahwa fenomena ini melanggar aturan negara. Oleh karena itu, banyak yang menggelar pernikahan dini di malam hari untuk menghindari polisi dan petugas keamanan lainnya.
Saya bukanlah orang yang paham seluk beluk peraturan negara dan agama, dalam hal ini agama Islam yang menjadi agama mayoritas di negara-negara tersebut di atas. Ada berbagai jenis pernikahan dini yang terjadi, misalnya mempelai perempuan berusia 5,6,7, dan seterusnya menikah dengan laki-laki berusia sebaya atau bahkan berusia 20, 30, 40 tahun. Di titik ini, saya merasa bahwa pernikahan dini yang dimaksud adalah pernikahan dengan mempelai perempuan yang berusia dini. Karena dari keseluruhan artikel, yang berusia dini ya perempuannya. Sedangkan usia laki-lakinya bervariasi.
Saya sempat bertanya dalam hati, “Jika pengantin perempuannya masih semuda itu, bagaimana dengan malam pertamanya?”
Dan saya pun menemukan paragraf yang menjawab pertanyaan tersebut, “Tentu saja setiap anak perempuan pasti takut menghadapi malam pertamanya, lama-lama juga terbiasa, dan kehidupan berjalan terus.” (Kepala Daerah Yaman hal 73).
Sungguh mengejutkan jawaban dari narasumber tersebut.
Ada pula yang menjelaskan bahwa sekali pun mereka menikah muda, hubungan intim akan dilakukan jika mereka sudah memasuki masa akil balig, jadi selama menunggu, mereka akan tinggal di rumah yang terpisah.
Merasa tidak setuju dengan pernikahan seperti ini? Saya juga tidak setuju. Tapi ada beberapa alasan yang menyebabkan terjadinya pernikahan ini, antara lain karena hutang piutang dan ada juga karena “kekhawatiran orang tua jika anak perempuannya diperkosa sebelum menikah”.
Banyak penjelasan yang menarik dalam artikel ini di NGIndonesia. Membuat saya terkaget-kaget, geleng-geleng kepala dan menghela nafas panjang.
Saya sempat men-tweet beberapa pendapat saya di akun twitter saya, antara lain:
- Pernikahan dini ternyata banyak terjadi di berbagai benua,penyebab utama: HUTANG KELUARGA!!!
- Ada yang berusia 14thn sudah punya anak usia 2 tahun dan satu lagi berusia 2 minggu. Dan ada yg menikah usia 5thn!
- Penyebab lain penikahan dini: pencegahan spy keperawanan perempuan tidak direnggut oleh laki2 yg bukan suaminya.
- Di titik inilah nilai perempuan dinilai rendah, ortu gak mau repot2 nabung untuk biaya pendidikan anak perempuannya.
- Ketimbang untuk biaya pendidikan anak perempuan, ortu cenderung memilih menikahi anak perempuan tsb dgn laki2 kaya.
- Padahal sejatinya, pernikahan adalah sebuah wujud dari komitmen penuh yg berasal dari keikhlasan dan kesadaran penuh, bkn dari paksaan.
- Karena melanggar aturan negara, keseringan pernikahan dini dilakukan di malam hari.
- Ironisnya, bnyk yg trauma akan pernikahan dini ini dan memutuskan untuk membakar diri sendiri.
Bagaimana pendapat anda?