Menurut orang Kaili (Suku asli di Sulteng) di jalan poros Tawaeli – Toboli tersebut ada satu jembatan yang sangat tua usianya. Konon katanya, masih buatan Belanda. Di sampingnya ada satu jembatan jembatan beton yang digunakan konon tahun 1980-an setiap kendaraan yang lewat wajib memberi kode lampu atau setidaknya klaksonsebagai tanda permisi mau lewat. Hal tersebut dilakukan menurut warga setempat adalah sebagai tanda izin atau permisi untuk melewati gerbang kota uwentira tersebut.
Kawasan Uwentira yang terletak di Kebun Kopi ini dikenal cukup berat, menanjak dengan kemiringan tajam. Belum lagi sering terjadi longsor. Jembatan tua itu masih ada hingga kini, dan bahkan sekarang ada sebuah tugu berwarna kuning bertuliskan NGAPA UWENTIRA. Ngapa dalam bahasa Kaili berarti Kampung, Negeri atau Kota. Uwentira berarti tidak kasat mata. Jadi NGAPA UWENTIA berarti Kota UWENTIRA.
Bagaimana ciri-ciri fisik warga Uwentira?, apakah bedanya dengan manusia seperti kita? Mungkin inilah pertanyaan yang muncul di benak pembaca, baiklah saya akan mengupas satu persatu misteri Uwentira ini.
Kisah Wentira : Kisah berikut agaknya sejalan dengan cerita yang saya dapatkan dari beberapa sumber di Palu maupun di luar Palu.
Warga Uwentira tidak punya garis pemisah diatas tengah bibir, seperti layaknya manusia normal. Kota Uwentira pun di dominasi oleh warna Kuning ke-emasan baik itu gedung, kendaraan bahkan pakaian warga Uwentira di dominasi oleh warna tersebut. Bahkan ada beberapa kalangan menyebut Uwentira sebagai “Atlantis” yang hilang.
Apabila kita telusuri anak sungai yang ada di Wentira, dengan berjalan kaki menjanjak sekitar 40 menit, maka kita akan menemukan 3 buah makam yang konon dikatakan kuburan keramat, panjang masing-masing makam adalah 7 meter. Posisi kuburan menyerupai segitiga, yaitu makam kuning dikiri, putih tengah bagian atas dan merah sebelah kanan.
Berikut kisah nyata tentang kota Uwentira, Cerita ini di angkat dari kisah nyata Azizah seorang wanita tomboi dan ibunya yang tinggal di Biromaru KAB.SIGI yang sedang bepergian meninggalkan kota Palu untuk berangkat ke kota Poso.
Pada saat itu mereka berangkat dari kota Palu menuju kota Poso pada jam 10 malam. Di tengah perjalanan ibu Azizah ngantuk berat dan tak bisa lagi untuk menahan rasa ngantuknya. Ibu Azizah berkata pada Azizah “Ijah ane mamala mengelo tampa maturumo ruru kita, naroyo gagamo mataku hi eva domo mamala kutaha”yang artinya “Ijah kalau bisa kita cari tempat tidur saja dulu, mama sudah gantuk sekali ini sudah tidak bisa mama tahan”. dan kebetulan pada saat itu Azizah sudah merasakan ngantuknya menjawab iye ma “iya ma”. Berselang 10 menit berjalan mengedarai motor mereka melihat sebuah Rumah Makan dan Tempat peristrahatan yang mewah di Kota yang begitu besar dan di diami oleh ribuan bahkan jutaan penduduk. kemewahannya mengalahkan kemewahan Rumah Makan dan Tempat peristrahatan yang pernah di kunjunginya di kota Palu dan besar kota itu seperti besar kota yang ada di luar negeri seperti Paris, tutur Azizah dan Ibunya. Mereka berduapun heran dan bertanya-tanya dalam hati kota apakah ini ? dengan memberanikan diri mereka menuju ke tempat peristrahatan itu kerana tidak tahan lagi ingin tidur. ketika mereka melangkahkan kaki menuju tempat peristrahatan tersebut Azizah di sapa oleh seorang aki-aki yang duduk di bawah pohon yang sangat besar (Pohon Nunu) dangan memakai pakaian yang sangat kotor. “Anda dari mana dan mau kemana nak?” tanya kakek. “saya dan ibu dari Palu mau pergi ke Poso jenguk keluarga yang sakit !! ” jawab Azizah. spontan kakek itu memberikan iya nasihat,Hai anak mudah janganlah kau banyak-banyak meluangkan waktumu di Kota ini karena kota ini akan memintamu untuk tinggal di sini selamanya. Azizahpun terkejut dan bertanya kepada aki tersebut, Nene apa nama kota besar ini ? kakek menjawab nama kota ini dalah Kota UWENTIRA. setelah mendengar nama itu bulu kuduk Azizahpun merinding dan iya mulai menengokkan kepalanya di sisi demi sisi kota wentira tersebut. Setelah iya ingin bertanya lagi kepada kakek itu di palingkannya kepalanya dan terkejut melihat kakek sudah tidak ada entah kemana perginya. Iyapun berlari kepada ibunya yang hendak baring di sofa empuk dan menarik ibunya untuk segera pergi dari tempat itu karena setelah mendengar nasihat kakek tersebut iya paham bahwa kota ini bukan kota di alam nyata melainkan kotanya mahluk gaib. Ibunya terkejut dan bertanya Nakuya Ijah ? (Kenapa Ijah ?), ibunya bertanya berulang ulang kali tapi Azizah tdk menjawab 1 pun pertanyaan dari ibunya dan terus menarik ibunya untuk pergi dari tempat itu. Sebelum mereka meninggalkan Kota besar itu Azizah memberikan tanda dengan merobek sehelai bajunya dan mengikatnya di sebuah pohon kecil yang berada di depan pintu masuk kota tersebut.
Setelah 2 hari di poso, merekapun pulang ke Palu. saat mereka pulang dari Poso menuju Palu, di sepanjang perjalanan Azizah menengok kekiri dan kekanan. Ibunya bertanya “nakuya ijah ? dako pangane iko aga ngali hau ngali tumai kaupuna kita aga mapola ranjalu !!” artinya “ada apa Ijah ? dari tadi kau hanya tengok sana tengok sini terakhir kita hanya jatuh di jurang nanti !!”.
tidak ma ada yang mau saya lihat di sekitaran jalan yang kita lewati ini jawab Azizah. tak lama kemudian Azizah pun melihat kain baju yang di ikatkannya di pohon kecil di pintu masuk kota besar tersebut 2 malam yang lalu. dan iya terkejut ternyata keindahan kota yang mereka lihat 2 malam yang lalu hanyalah sebuah jembatan dan sebuah pondok peristrahatan yang kecil beserta hutan dan jurang yang berada di sekelilingnya. Iyapun hanya diam dan tidak brcerita apapun sepanjang perjalanan pulang kepalu. Hingga kini Azizah tidak bisa melupakan kejadian yang luar biasa dalam kehidupannya ini.
Sampai sekarang keanehan Uwentira tersebut masih di saksikan oleh beberapa orang yang belum tahu cerita tentang UWENTIRA dan masi banyak kesaksian tentang besarnya Kota UWENTIRA.
Misterius Kota Maya Wentira hingga kini masih tanda tanya……
Sebagian masyarakat Sulawesi Tengah khususnya Kota Palu Wentira dijadikan sebagai daerah khusus yang tidak boleh dianggap remeh. Ketika melakukan perjalanan dari Kota Palu menuju Maado, Makassar serta daerah kabupaten lainnya, pada umumnya pengendara baik roda dua maupun roda empat ketika melintasi kawasan Wentira selalu membunyikan klakson baik siang hari maupun malam hari.
Peristiwa yang Azizah bersama ibunya, alhamdulillah dapat pulang dengan selamat. Nah kisah satu ini yang saya mau utarakan dalam blog ini, merupakan kisah nyata “Hilangnya Alfian Di Lintasan Kebun Kopi”.
Peristiwa ini terjadi sekitar Tahun 1990-an. Ketika itu Alfian bersama teman-temannya melakukan perjalanan dari Desa Wani Kab. Donggala menuju Parigi Kab. Parigimotong melalui lintasan Kebun Kopi (Kawasan Wentira) setiba di kawasan Wentira Alfian berkata kepada temannya “Stop dulu ada wanita cantik disana” Temannya yang bernama Aco bilang “mana….” …. itu berdiri disana….. Aco pun bilang …. “ah itu cuma pohon besar” singkat cerita Alfian pun melanjutkan perjalanan. Ketika sampai di puncak Kebun Kopi kendaraannya kehabisan bensin, mau beli bensin uang sudah habis, maka Aco bersama temannya ambil kesimpulan pulang meminta uang sama orang tuany di Wani dan meninggalkan Alfian Sendiri di Kebun Kopi. Sepulangnya Aco dari Wani, dia kaget karena Alfian sudah tidak ada ditempat, kendaraannya pun sudah tidak ada, mereka cari hingga Desa Toboli-Parigi, namun tidak ditemukan juga. Aco bersama temannya pulang ke Wani menyampaikan berita kepada orang tua Alfian, bahwa Alfian sudah tidak ada ditempat.
Saat itu juga seluruh keluarga Alfian melakukan pencarian hingga berhari-hari, berbulan-bulanan bahkan hingga tahunan mencari dimana keberadaan Alfian. Istrinya-pun yang berada di Jakarta ditanyakan, istrinya bilang tidak ada disini, dia pulang ke Palu. Pencarian yang dilakukan hingga menggunakan paranormal, namun hingga kini belum ditemukan. Perjalanan yang sudah memakan puluhan tahun ini, tiba-tiba muncul berita yang cukup mengagetkan, dimana pada musim haji tahun 2012 ini, salah seorang jemaah haji perempuan asal Wani bernama Hj. Asma, karena izin Allah SWT. Hj. Asma bertemu dengan Alfian di Mekkah, bahkan mereka berdua terlibat komunikasi langsung seperti biasanya kalau ketemu di daerah, bahkan bahasa yang digunakan bahsa bugis selain itu mereka berdua juga berfoto-foto. “Pian dengan siapa?… “Saya dengan bosku……” Alfian-pun menunjukan kendaraan yang digunakan,, mewahnya mobil tersebut dan berwarna kuning, kemewaaannya tidak ada yang tandingi. Anehnya …… ketika Hj. Asma menyampaikan berita ini kepada keluarganya di Wani melalui handphone, bahwa dia bertemu dengan Alfian, dan pada saat itu foto-foto yang ada di HP-nya Hj. Asma pun terhapus dan yang tertinggal hanya 1 dari 4 kali mereka berfoto, foto yang tinggal yaitu fotonya Alfian sendiri dan kini foto tersebut sudah beredar sama keluarga dan teman-teman. Selain itu Alfian juga ingin menitipkan kiriman melalui Hj. Asma untuk orang tuanya di Wani, dan Alfian memberikan alamat kepada Hj. Asma dimana barang itu diambil. Ketika Hj. Asma membaca alamat yang diberikan, alamatnya di Masjid Jin. Sesuai dengan waktu yang ditentukan untuk mengambil kiriman tersebut, Hj. Asma-pun pamit dengan ketua rombongannya, namun ketua rombongan melarangnya, nanti esok harinya pergi menuju alamat yang diberikan. namun sesampai di Mesjid Jin Hj. Asma bersama temannya tidak menemukan lagi Alfian di alamat tersebut. Sepulangnya dari tanah suci diceritakanlah kepada kedua orang tuanya di Wani. Sebagian orang mengatakan bahwa Alfian sudah menjadi bagian dari mereka yaitu bergabung dengan bangsa Jin yang ada di Wntira, dan dia sangat sulit kembali, karena Alfian sudah memakan makanan bangsa Jin. Allahu Wallam, semuanya kita serahkan kepada Yang Maha Kuasa yaitu Allah SWT.